DUA PULUH TUJUH

443 17 1
                                    

Zahra tengah fokus membaca sebuah novel yang digemarinya. Matanya nampak tajam melihat kata-kata yang tertera dalam novel tersebut.

"Ra! ZAHRA!!!" tiba-tiba muncullah Tati dengan suara khasnya yang dapat memekakkan telinga.

Zahra menghela nafas frustasi. Kegiatannya harus terhenti karena mahkluk bertoa keras ini ingin diajak bicara. "Apa?" tanya Zahra datar dengan raut wajah yang menggambarkan tidak suka diganggu.

Walaupun Tati tahu makanan mimik wajah sahabatnya satu ini, ia tidak sabar untuk memberitakan sebuah kabar gembira. "Gue ada kabar gembira!" ucapnya basa-basi.

"Apa?" sekali lagi Zahra bertanya dengan nada datar.

"Kabar gembira, untuk kita semua... Kulit manggis, kini ada ekstrak nya... Mas-" baru saja Yani bernyanyi, jari telunjuk Tati sudah menempel pada bibirnya hingga terkena jigong Yani.

"Ihhh... Jigong..." ucap Tati merasa jijik. Yani hanya cengengesan.

"Jadi... Apa kabar gembiranya?" sela Zahra. "Oh ya! Gue lupa! Emmmm.... Apa ya? Gue beneran lupa, Ra... Tadi gue mau ngomong, tapi apaan ya? Emm... Hmmmm..."

Zahra memutar bola matanya malas. "Otak Lo gak bisa nginget hal lain selain cogan, ya? Jadi lelet gitu..." ledek Zahra. Tati hanya memandang sinis.

"Oh ya! Cogan! Anjir ganteng!" pekik Tati. Yani dan Zahra terheran heran. "Cogan mana? Anaknya siapa?" tanya Yani penasaran.

"Jadi... Gue ketemu sama cogan yang super duper keren plus ganteng... Hehe..." Yani dan Zahra mulai menyimak cerita Tati. "Terus, kemaren malem dia datang ke rumah gue, katanya mau ngajak jalan abis pulsek hari ini hehe..."

"Eh? Yang bener?! Lo gak bohong, kan? Gak mungkin! No way! There is no way Lo bisa diajak jalan sama dia kalo Lo gak rengek dulu, ye gak?" sela Yani tak percaya. "Anjir! Lo kira gue cewek gak laku gitu?!"

"Beneran? Lo diajakin jalan sama tuh cowok?" tanya Zahra yang tiba-tiba langsung berminat bergabung bersama mereka mengenai si Cogan.

Tati mengangguk. "Dia... Gak ada niat mau nipu Lo kan, Ti?" Tati menggeleng. "Ya enggaklah, Ra. Gue tau Lo khawatir sama gue, tapi tenang aja... Dari matanya, gue tau dia gak ada niat mau nipu gue, kok. Orang kita udah pernah ketemu juga hehe..."

Yani dan Zahra hanya manggut-manggut.

"Oh ya, Ra. Udah beberapa hari ini gue gak liat Lo jalan bareng Bang Yudith, kenapa? Ada masalah?" tanya Yani.

"Ya gitu deh..." jawab Zahra singkat.

Yani dan Tati saling berpandangan. "Ya udah, Ra. Kalau Lo belum siap cerita ke kami, gak pa pa... Tapi suatu saat nanti, Lo harus cerita ke kami biar bisa bantu Lo, ya?" usul Yani yang langsung dibalas anggukan oleh Zahra. "Makasih..." ucap gadis itu.

.
.
.

Lisa berjalan dengan langkah menggoda yang tentunya ia buat-buat. Sengaja ia mengibaskan rambut panjangnya yang kepirangan itu untuk menggoda laki-laki di sekitarnya. Dan tentu saja godaannya ampuh.

Dilihatnya Yudith yang berjalan di depannya bersama teman-temannya. Langsung saja Lisa mendekat. "Yudith..." sapanya. Yudith, Tama dan Romi langsung berhenti seketika.

"Nanti siang kamu makan sama aku ya... Kita udah jarang makan sama-sama lagi, aku kangen..." pintanya manja.

Yudith hanya menatap Lisa dengan sinis. Seketika itu, wajah Lisa menjadi khawatir. "Yudith, kamu kenapa sih?! Aku tau aku salah, tapi aku ngelakuin itu karena terpaksa..." jelas Lisa.

Yudith menghela nafas berat. "Iya gue tau karena terpaksa," ucapnya. Mimik Lisa berubah menjadi ceria saat mendengarnya. "Terpaksa karena harta, kan? Tapi tetep aja gue gak bisa terima cewek yang udah gak suci kayak Lo!!!" tegas Yudith. Suaranya menggema keberbagai tempat di koridor kelas 12.

Berbagai murid di sekitarnya mendengar apa yang diucapkan oleh Yudith. Lisa membeku seketika. Bibirnya bergetar. Matanya memerah. Hendak mengeluarkan air mata, tapi masih kuat ditahannya.

Yudith, Tama, dan Romi segera kembali berjalan. Lisa masih membeku.

"Ahahaha... Nice drama, Lisa. Peran Lo jadi cewek murahan yang ditolak bagus banget hahaha...." ucap Gina. "Atau singkatnya, jalang yang ditolak?" tanya teman Gina. Lalu ketiganya tertawa.

"Bagus banget, Vin," timpal Luna, disebelahnya. Teman Gina juga. "Udah girls... Kita gak boleh ganggu jalang yang abis ditolak sama pangeran sekolah ini... Yuk jalan," kata Gina dengan nada mengejek.

Lisa masih diam. Tak ada sepatah katapun yang terlontar dari mulutnya. Kini bibirnya kelu. Tak dapat bersuara. Sesak di dada. Perih di matanya. Sebutir air mata pun lolos dari mata Lisa. Gadis itu berlari kecil menuju toilet dan melanjutkan tangisannya di tempat itu.

.
.
.

Zahra masih diam di tempatnya. Tak berniat beranjak dari sana. Karena sebuah novel menemaninya di sini. Di sampingnya, Tati nampak serius dengan ponselnya. Ia baru saja mendapatkan pesan dari Adith bahwa ia akan segera menjemputnya jika Tati memberi kabar bahwa ia sudah pulang.

Yani datang membawa segelintir makanan ringan dan minuman dingin yang dikemas dengan kalengan. Ia meletakkannya di meja Zahra. Zahra mengerutkan keningnya. "Apa ini?" tanyanya.

"Makanan lah... Lo gak laper?" sahut Yani. Zahra menggeleng pelan. "Jangan dipaksain, Ra. Gak bagus kalo Lo gak makan. Dikit aja gak pa pa kok..." Tati ikut nimbrung.

"Gak pa pa. Masih kenyang," jawab Zahra.

Kedua sahabatnya hanya bisa menghela nafas. Seraya berkata, "ya udah..."

Beberapa saat kemudian, terdengar suara bising yang berasal dari koridor kelas mereka. Nampak para siswi mengerumuni koridor tersebut. Tati dan Yani yang penasaran segera beranjak dari tempat mereka dan langsung berjalan ke arah koridor. Zahra? Masih tak bergeming dengan novelnya.

Di tengah koridor Napak tiga orang laki-laki tengah dikerumuni oleh siswi-siswi kelas 11.

"Kak, kak! Foto dong!" ucap salah satu siswi yang mengerumuni tiga orang itu. Yang lain juga menyerukan hal yang sama. Seseorang berteriak, "Kak Yudith! Aku fans Kakak!"

Teriaknya amat kencang hingga dapat terdengar oleh Zahra yang masih berada di dalam kelas. Yani dan Tati juga mendengarnya. Mereka berdua menoleh pada Zahra yang sedikit terkejut mendengar nama Yudith.

Yudith di sini? Ngapain? gumamnya dalam hati.

ZAHRA✓[COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang