SEMBILAN BELAS

537 18 0
                                    

Zahra mengetuk-ngetuk meja belajarnya. Lagi-lagi selembar kertas berisikan soal matematika membuatnya harus berpikir keras untuk mendapatkan jawaban yang tepat. Ujian Nasional akan dimulai beberapa bulan lagi, jadi tak ada waktu untuk bermalas-malasan. Sudah dua jam gadis itu menatap serius pada selembar kertas dihadapannya itu. Namun, tak satu pun rumus yang diketahuinya untuk mencari jawaban dari soal-soal tersebut. Jujur, Zahra memang jelek di pelajaran ini. Justru ia sangat baik di materi PKN dan IPS karena baginya mudah untuk menghafal daripada menghitung dengan rumus yang tak ia mengerti.

Ponsel di sampingnya berdering, segera benda itu ia angkat dan ia dekatkan pada telinganya.
"Halo?"

[Zahra? Ini gue...]

Suara gadis yang dikenalnya beberapa hari yang lalu.

"Iya, kenapa, Nat?" ucapnya.

[Lo, Deket sama Kak Yudith kan? Emmmm.... Gimana ya? Gue sebenarnya juga suka sama dia...]

Dheg!

[Gue tau kok Lo udah jadi pacarnya!! Bukan berarti gue pengen rebut Yudith dari Lo! Gue... Cuma.. mau jadi temen aja, biar juga bisa Deket sama Lo...]

Natasya diam sejenak. Zahra tengah menyimak apa yang dimaksud oleh gadis di seberang sana itu.

"Jadi?"

[Jadi, gue pengen Lo bantu gue biar juga Deket sama Kak Yudith... Boleh ya?]

"..."

Hening.

[Ra? Zahra?]

"Oh, maaf, Nat. Tadi dipanggil nyokap gue! Gue matiin dulu ya? Bye!" ucapnya bohong.

Tut~Tut~Tut~

Zahra menutup telepon. Mata Zahra membulat. Natasya memang sudah bilang bahwa dirinya tidak akan menggangu hubungannya dengan pria yang disukainya itu. Namun setelah melihatnya bersama dengan Kiran tanpa memedulikan Sahira, entah mengapa Zahra tak bisa percaya pada Natasya.

"Maaf, Nat... Gue gak bisa biarin Lo Deket sama Bang Yudith."

...

Diwaktu yang sama setelah Natasya dan Zahra berbicara via telepon. "Lah, kok dimatiin sih?! Apa-apaan cewek itu?! Merasa hebat setelah dapetin Yudith?! Liat aja nanti woy!" geram Natasya sambil membanting ponselnya ke lantai. Nampak layar ponselnya retak setelah ia banting, namun Natasya tak menghiraukannya. Ia segera keluar dari kamarnya untuk menyiapkan makan malam.

...

Yudith membaringkan tubuhnya di atas kasur. Ia menghela nafas dengan perlahan. Ia memiringkan tubuhnya ke kiri dan matanya menatap sebuah bingkai foto yang terletak di atas meja belajarnya. Foto keluarganya. Saat masih ada ibu kandungnya. Di samping meja belajarnya terdapat gitar tua yang sudah berdebu akibat jarang disentuh oleh pria itu. Dulu Yudith selalu memainkannya setiap saat. Dulu ia sangat menyukai musik sebelum akhirnya ibu kandungnya sudah tiada lagi. Ia kini benci keluarga barunya. Ia benci ayahnya. Ia benci ibu barunya. Satu-satunya orang yang bisa membuatnya bahagia sekarang hanyalah gadis itu. Zahra. Bukan yang lain. Ia sudah terlanjur cinta pada gadis itu. Tak bisa lagi ia sembunyikan kegirangannya saat bertemu gadis idamannya itu. Raut wajah yang selalu berubah-ubah. Menggemaskan. Hanya Yudith yang boleh memilikinya. Bukan yang lain.

Yudith menatap jam dinding di kamarnya. Pukul 17.46. Ia segera bersiap untuk beribadah shalat Maghrib.

...

Tati menyantap makan malamnya dengan rakus seperti biasa. Tak lama kemudian, ponselnya berdering. Dilihatnya pada layar ponselnya terpampang sebuah nama yang membuatnya menjadi kegirangan. "Aw! Doi ngecaht gue!" pekiknya.

Tulus yang melihat kelakuan adiknya itu langsung mengerutkan keningnya. "Emang Lo punya doi?" tanyanya. "Punya dong. Jadi bentar lagi gue gak jomblo hehe..." "Ye... Bangsat! Paling juga cuma imajinasi Lo!" "Huh! Iya dah yang jomblo mah beda." Tulus menggeram kesal, sedangkan Tati tertawa kecil sambil membalas pesan dari Adith.

"Bang, gue keluar bentaran ye..." "Mau kemana dah Maghrib noh. Gak liat?!"
"Tau elah! Bentaran doang! Gak lama kok ya?"
"Sono gih!"

Tati pun berlari kecil menuju pintu dan memakai sendal selop berwarna hijau kesukaannya, lalu bergegas berlari menuju suatu tempat yang tadi diberitahukan oleh Adith. Yaitu, taman saat mereka pertama kali bertemu.

Tati berlari dengan senangnya. Detak jantungnya berdegup kencang. Nafasnya tidak teratur akibat lari-larian. Sesampainya di sana dilihatnya seorang lelaki yang tengah bersender pada mobil hitam yang dikenalnya. "Wah doi gue cool banget!" pekiknya girang.

"Adith!" panggilnya. Adith menoleh dan segera melambaikan tangannya. Segera Tati menghampiri cowok jangkung itu.

"Maaf ya, bikin kamu harus nemuin aku pas Maghrib gini."
Tati menggeleng, "Gak pa pa kok."
"Jadi gini, sebenarnya, bisa dibilangin lewat telepon sih, tapi... Aku pengen bicara langsung sama kamu."
Deguban jantung Tati semakin kencang mendengar itu.

"Mungkin terburu-buru banget sih ya..." ucap Adith sambil menggaruk kepalanya, "Aku lagi proses nyari jodoh..." lanjutnya. "Apa?! J-jodoh?! Hebat..." tutur Tati gelagapan. "Hebat banget! Baru SMA aja udah mikirin jodoh haha!" Adith menatap Tati heran. "Kamu... Masih SMA?" tanyanya. "Eh? Iya, emangnya Lo bukan anak SMA?" Adith menggeleng. "Aku udah lulus kuliah," jelasnya.

Mata Tati segera membulat. "WHAT?!" pekiknya. "Oh pantesan Lo beda dari cowok SMA lainnya..." "Emmmm... Iya sih. Aku juga sempat kepikiran kalau kamu itu masih SMA. Gak taunya bener. Padahal cuma feeling aja," jelas Adith. "Kalo gitu, sorry ya gue udah gak sopan sama Kakak," ucap Tati. "Gak pa pa kok. Slow aja."

"Oh ya, yang tadi kulanjutin boleh gak?" "Oh iya boleh!" Adith segera mengambil nafas panjang. "Mungkin terlalu cepat buat anak SMA kayak kamu, tapi..." Mata Adith dan Tati saling melempar tatapan serius. "Aku, layaknya udah suka sama kamu."

Mata Tati makin membulat. Ia tak percaya dengan apa yang didengarnya. Impiannya menjadi nyata. "Jadi, aku mau kamu jadi tunangan aku. Kamu mau kan?" tanyanya.

...

Sudah lama tidak melihat mereka berdua dalam cerita ini. Ya, mereka adalah Fany dan Rizky. Apa kabar ya mereka?

"Ky, Lo ngapain sih? Dari tadi mainin Hp mulu! Gue keak gak dianggap tauk gak?" gerutu Fany yang duduk tak jauh dari Rizky. Kini mereka sedang nongkrong di kedai kopi Pak Ahmad. "Emang Lo mau gue anggap apa?" tanya Rizky. Pacar, jawab Fany dalam hati sambil senyam-senyum.

"Ye... Ditanya malah cengengesan, gak jelas, Lo!" tutur Rizky. "Ih, namanya juga cewek!" balas Fany. "Btw, soal cewek, cewek itu suka apa aja sih?" "Lo kok jadi nanya keak gitu?" tanya Fany penasaran. "Pengen ngasih kado buat seseorang, hehe..."

Deg!

"Si-siapa?"
"Kok Lo kepo-an sih?"
"Kan cuma nanya, gak boleh?!"
"Oke, gue kasih tau nih ye..." ucap Rizky sambil mendekatkan bibirnya pada telinga Fany. Gadis itu pun jadi dag-dig-dug gak jelas.

"Gue lagi suka sama dekel, dia itu cakep banget. Keaknya sih baik gitu orangnya. Kalo ada kesempatan, gue pengen nembak dia hehe..." jelas Rizky. "Oh," jawab Fany kecewa. Sakit. Jadi gini ya yang namanya patah hati? Ouch, sakit tapi gak berdarah.

"Lo ada gak orang yang Lo suka?" tiba-tiba Rizky bertanya. Ada kok. Elo lah hehe, batin Fany. "Woy!" "Eh, ada lah!" "Oh ya? Siapa? Dekel juga? Apa kakel?" "Kepo ah!" Masa Lo gak nyadar dari dulu sih?! Pengen gue masukin ke comberan, tapi sayang hehe, lagi-lagi Fany membatin.

ZAHRA✓[COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang