TIGA PULUH DELAPAN

374 19 0
                                    

"Mau makan apa ya?" Yani berpikir keras. Perutnya hari ini terasa perih karena belum sarapan sejak pagi. "Gimana kalau kita ke warteg aja? Atau ke RM nasi Padang? Atau ke KFC aja?" usul Tati. "Oh,  ke KFC aja deh!!" lanjutnya.

"Zahra! Rifa! Lu pada mau makan di mana?" tanya Yani pada dua sahabatnya yang sedari tadi diam di belakang. "Gue ikut kalian aja," ucap Rifa. "Ya udah,  ke KFC yuk!!!!" kata Zahra yang tiba-tiba menjadi semangat. "Lu lapar juga?" tanya Tati. Zahra mengangguk.

"Oke!!! Kita semua udah setuju makan di KFC!!! Skuy lah berangkat!!!" Yani segera berlari terlebih dahulu menuju restoran yang sudah mereka sepakati.

...

"Tunggu! Kalian berdua mesen nya kebanyakan, nih!" sergap Rifa ketika melihat hidangan yang sudah ada di meja dua menit lalu. "Apa, sih, Rif? Ini nggak kebanyakan tauk!" papar Tati. "Tauk, nih! Kalau lagi laper,  orang tuh bisa berubah jadi monster!" tambah Yani. Segera keduanya melahap ayam yang Krunchy itu. Rifa dan Zahra ikut makan.

Rifa berhenti makan,  ia menyeruput Coca-Cola yang sudah dipesan oleh Yani dan Tati. Ia mengeluarkan ponselnya yang berdering. "E?" Ketiga sahabatnya memandang dengan tanda tanya. "Kenapa, Rif?" tanya Tati di sela makanya.

"Katanya, Romi sama temen-temennya mau ngajak kita karaoke di studio dekat sini," jelas Rifa. "Kalian pada mau ikut?" tanya Rifa kepada tiga sahabatnya. "Hmmm... Boleh lah," sahut Zahra. "Ayuk ke sana! Kita ini butuh liburan!!!" ucap Tati yang tiba-tiba jadi gila. "Yuk, ah!" Yani segera beranjak dari kursinya.

...

Keempat gadis itu telah sampai di sebuah studio karaoke yang disana terdapat Romi dkk. Yani membuka salah satu pintu studio dan mendapati Romi dan yang lain di sana, terutama ada Yudith.

"Wah, ada Yudith rupanya? Wah, pas banget, Zahra juga di sini lho!" ucap Yani. Yudith dan Zahra segera menoleh pada Yani. "Eh, udah datang padaan?" sahut Romi.

Zahra dan dkk. masuk ke dalam studio dan bergabung bersama yang lain. "Kamu di sini?" tanya Zahra pada Yudith. Yudith tersenyum. "Iya, maaf aku nggak ngabarin, ku pikir kamu pasti lagi sibuk liburan," jawab Yudith. Zahra memukul bahu Yudith pelan, "Sudah selesai packing?" Yudith mengangguk.

"Eh, siapa yang mau nyanyi nih?" tanya Romi sambil mengangkat mic. "Gue!" sahut Jerry. "Bisa nyanyi emang, Jer?" ledek Tati. "Bisa dong! Lu gak tau gue, sih!" ucap Jerry bangga. Mereka yang ada di studio pun menyanyi gembira hari itu.

...

Satu hari sebelum keberangkatan Yudith ke Amerika, Yudith dan Zahra menghabiskan hari itu dengan kencan berdua. "Kamu mau pergi ke mana aja, aku antar! Ini hari spesial kita berdua!" ucap Yudith ketika menjemput Zahra.

Karena itu, Zahra memutuskan pergi ke Taman Safari. Sudah lama Zahra tak berkunjung ke tempat satu ini. Terakhir kali saat dia kelas 6 di SD, berarti empat tahun yang lalu. "Kamu suka banget sama taman safari?" tanya Yudith ketika mereka baru saja memasuki gerbang di taman safari. "Sudah lama nggak ke sini, jadi kangen," jawab Zahra sambil memandangi sekitarnya.

Memang benar. Rindu datang ketika kita sadar telah lama tak berjumpa. Bahkan hanya dengan melihat kadang bisa mengobati rindu yang sesak. Namun, tak akan bertahan lama. Apakah Zahra bisa mempertahankan hubungannya dengan Yudith?

"Kamu kenapa?" tanya Yudith yang melihat kekosongan di benak Zahra. Gadis itu nampak tak bersemangat lagi sore ini.

"Kamu sudah nggak betah? Mau pulang sekarang?" tanya Yudith memastikan.
Zahra menggeleng.
"Nggak... Aku cuma..."
Air mata Zahra mengucur.

Yudith yang terkejut segera memeluk Zahra lembut. Zahra diam tak bersuara. "Kamu kenapa nangis? Benar-benar nggak suka sama hati ini, ya?" Yudith mengusap lembut rambut Zahra. "Bukan..." Suara Zahra seperti tercekat. Susah sekali mengeluarkan kalimat yang ingin dilontarkannya kepada Yudith.

Zahra melepas pelukan Yudith, lalu mengusap air matanya. Yudith hanya bisa melihat pacarnya dengan tatapan sendu. "Aku... Keberatan, sebenarnya, nggak rela kamu pergi..." ucap Zahra terbata-bata. Hati Yudith tersentuh akibatnya. "Aku, sebenarnya nggak tahu bisa jaga perasaan aku atau enggak..." Kini air mata tak berhenti mengucur dari mata Zahra. Matanya mulai memerah. Yudith merasa bersalah.

"Dari waktu ke waktu, selalu kamu yang bikin aku jadi seneng, bikin jadi selalu aman, dan bahagia..." Yudith masih mendengarkan dengan seksama. "Tapi aku, nggak bisa bikin kamu bahagia... Aku nggak pernah melakukan sesuatu yang bisa buat kamu seneng, selalu kamu yang kasih perhatian ke aku... Aku nggak pernah begitu," ucap Zahra masih dengan air matanya.

"Kamu adalah sesuatu yang berharga buat aku. Walaupun kamu nggak kasih aku perhatian apa-apa, usaha kamu buat terus bisa jaga perasaan kamu ke aku, sudah bikin aku seneng... Aku nggak pernah minta apa-apa ke kamu, karena dengan adanya kamu, aku sudah merasa terlengkapi," ucap Yudith sambil memegang dua bahu Zahra.

Zahra masih terisak. "Tiga tahun..." Yudith mengernyit bingung, tak bisa dengan jelas mendengar apa yang barusan dikatakan Zahra. "Tiga tahun lamanya, aku harus nunggu kamu... Seharusnya bagi yang memiliki kepercayaan dan kesetiaan yang tinggi untuk kekasihnya, nggak akan mengeluh seperti aku... Dengan keluhan aku yang begini, aku jadi tahu, aku masih belum sepenuhnya cinta sama kamu, kesetiaan aku ke kamu masih kurang, aku juga nggak bisa sepenuhnya percaya sama kamu... Aku, benar-benar nggak rela ditinggal kamu pergi walaupun untuk tujuan apapun, dan untuk berapapun lamanya waktu yang memisahkan kita..." Kali ini air mata Zahra kembali mencuat keluar dengan deras.

Yudith tak bisa berkata-kata. "Aku... Egois, kan? Padahal kamu selalu mendukung aku, tapi aku malah melarang kamu ke Amerika untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi... Aku egois benar, kan?" Yudith masih diam membeku. Segelintir angin bertiup dingin diantara mereka.

"Kamu pasti kecapekan, ayo kita pulang, biar kamu bisa mendinginkan pikiran," ucap Yudith yang menggenggam tangan Zahra. Zahra hanya mengangguk dan menurut. Ia tak lagi bisa berkata-kata. Pikiran Zahra jadi makin kacau.

Di dalam mobil, Zahra dan Yudith tidak berinteraksi seperti biasa. Dua-duanya memikirkan hal yang sama-sama rumit. Cinta dan pendidikan. Memang susah jika dipilih dengan salah satu pihak saja. Tapi pasti kebanyakan orang pintar, akan memilih pendidikan. Jika ada kesempatan belajar di luar negeri, kenapa tidak?

Tapi dengan egoisnya Zahra meminta Yudith untuk tetap berada di sisinya. Orangtua Yudith pasti akan berpikiran negatif jika tahu anaknya tidak boleh sekolah di luar negeri karena dihadang oleh pacarnya. Pacar macam apa dia ini?

...

Mobil milik Adith yang dipinjam Yudith untuk kencan hati ini sudah tiba di pekarangan rumah Zahra. Zahra turun dari mobil dan berdiri di depan jendela mobil. "Makasih, untuk hari ini... Dan maaf, aku pasti bikin pikiran kamu kacau, ya?" Sisa air mata yang mengering membuat sekitar mata Zahra masih memerah.

Yudith tersenyum. "Aku jadi tenang karena kamu bilang begitu. Aku nggak nyangka, kamu bisa nggak rela kehilangan aku, cuma untuk waktu tiga tahun..."

Zahra tak mengerti maksud Yudith. Ia menatapnya dengan tanda tanya. "Kamu masuk saja, terus istirahat yang cukup, ya... Bye!" Yudith memberikan flying kiss pada Zahra. Zahra tersenyum. Ia melakukan hal yang sama. "Makasih banget buat hari ini..." Yudith mengangguk.

Zahra berbalik badan, dan melangkah menuju pintu rumahnya. Sebelum masuk, ia melambaikan tangan pada Yudith yang masih menunggunya masuk. Yudith membalasnya dengan lambaian juga. Kemudian barulah Yudith pergi ketika awak Zahra sudah sepenuhnya menghilang dari balik pintu.

ZAHRA✓[COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang