MAAF

12.8K 417 2
                                    

April 2015

Aku kira setelah kejadian aku keracunan itu, Rio akan melupakan sedikit tentang obsesinya untuk memiliki anak. tetapi ternyata tidak. Sepulangnya aku dari rumah sakit dia terus membicarakan tukang urut yang dibicarakan kak Julio.

"Aku capek Rio, aku mau istirahat dulu dari segala macam terapi. Boleh ya."

"Kalau setengah-setengah kaya gini, gimana bisa punya anak Viola."

"Kamu tuh kaya engga kapok ya sama kejadian kemarin, aku baru saja keluar dari rumah sakit karena keracunan dan sekarang kamu nyuruh aku ke pengobatan kaya gitu lagi. Kenapa sih engga di rutinin aja terapi hormon di rumah sakit?."

"Kemarin kan ada jamu yang diminum kalau sekarang kan cuma dipijit Vio, gak akan ada ngaruhnya sama badan kamu."

"Ya ada lah, gimana kalo dia salah urut?."

"Dia udah ahli Vio, gak mungkin salah."

"Sinse yang kemarin juga kamu bilang ahli tapi aku malah keracunan."

"Reaksi tubuh orang atas obat kan berbeda, Vio. Sinse itu bagus tapi memang badan kamu aja yang engga bisa terima."

"Aku engga mau."

"Kenapa engga mau?."

"Aku takut."

"Apa sih yang ditakutin?."

"Kamu pernah mikir gak sih aku ke tempat itu sendirian dan yang dibuat eksperimen itu badan aku. Jelaslah aku takut."

"Kalo yang sakit badan aku juga aku yang kesana, Vio. Tapi kan kamu yang sakit," kata Rio dengan nada yang sedikit meninggi

"Oh gitu? Asal kamu tau ya, kalau kamu yang sakit aku engga bakal maksa kamu ngelakuin semua ini dan aku engga akan pernah ninggalin kamu sendirian!," kataku sambil jalan ke kamar

"Ya udah kalo kamu engga mau."

Aku mendengar Rio mengatakan itu dengan nada kesal saat aku pergi ke kamar. Aku tahu Rio sangat menginginkan anak, tetapi seharusnya dia memberikanku jeda waktu untuk pemulihan paska keracunan ini.

**********

Seminggu telah berlalu, hubunganku dengan Rio masih saja perang dingin. Aku akhirnya resign dari kantorku, karena aku tidak ingin terlalu capai.

....

Entah setan apa yang memasuki tubuh dan pikiran Rio sampai-sampai dia sudah sampai rumah jam dua siang.

"Kamu tumben udah pulang, kenapa?."

"Kamu lagi ngapain?."

"Engga lagi apa-apa, aku abis masukin baju kita yang abis di setrika ke lemari."

"Ada yang mau aku bicarakan sama kamu."

"Apa?," ntah kenapa perasaanku mulai tidak enak sekarang

"Hmm.." Rio menatapku dengan pandangan yang tidak bisa diartikan

"Kenapa? Penting banget sampe kamu pulang cepet gini?."

Rio duduk di bangku di depanku. Tangannya diletakan di lutut, tatapan matanya ke bawah seperti orang yang sedang kebingungan.

"Vio maafin aku ya..."

"...."

"Maaf Vio, kayanya aku engga bisa lagi ngelanjutin semua sama kamu."

"Maksud kamu?."

"Aku engga bisa lagi jadi suami kamu Vio, aku udah engga tahan sama semua ini."

STAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang