Ketika Adriell mendengar pintu terbuka, ia langsung menoleh. Tak lama, Bunda masuk. Masih dengan senyum sehangat mataharinya yang biasa. Adriell lantas ikut tersenyum. Selalu, senyum Bunda menjadi penyemangat hidupnya.
"Bunda udah selesai makan?" tanya Adriell. Ia menatap wajah Bunda lekat-lekat. Wajah yang biasanya selalu tampak cerah itu kini tampak pucat. "Muka Bunda pucat banget, jadi sama kayak aku. Bunda beneran udah makan 'kan?"
Bunda terkekeh pelan. Ia duduk di bangku. "Apel kamu makan?" Bukannya menjawab pertanyaan Adriell, Bunda malah menanyakan hal lainnya.
Adriell lantas tertegun.
Nevan ....
Entah apa yang terjadi pada diri Adriell. Seenaknya, ia mengusir Nevan. Padahal, Adriell benar-benar membutuhkan seorang teman. Karena setiap kali Adriell sendirian, ia mengingat penyakitnya sendiri.
"Tadi ... Nevan yang makan," jawab Adriell.
"Oh, tadi Nevan ke sini?" Bunda kembali bertanya. "Gimana keadaannya? Dia baik-baik aja 'kan? Bunda belum sempat ke ruangannya lagi tadi."
Adriell membuang pandangannya. Ia sedikit merasa bersalah karena tadi mengusir Nevan begitu saja. Tapi, kalau dipikir-pikir, ucapan Nevan lah yang pertama kali menyebabkan suasana saat itu sedikit memanas. Akibat Nevan yang suka asal bicara.
"Ya, begitulah," jawab Adriell singkat.
Ia masih ingat betul, Nevan adalah seseorang yang tidak pernah menganggap serius masalahnya, terutama penyakitnya. Entah laki-laki itu yang tidak bisa serius atau tidak menganggapnya dengan serius. Satu hal yang pasti, Nevan tampak santai-santai saja menjalani hidupnya.
Adriell sendiri pernah ada di masa-masa seperti itu. Meskipun perceraian kedua orang tuanya terkadang membuat Adriell merasa terpuruk. Selebihnya, Adriell santai saja. Karena pada dasarnya Adriell tidak suka ketika Bunda dan Ayah terus-menerus bertengkar karena hal sepele. Meskipun terkadang merindukan suasana keluarga yang utuh, selebihnya biasa saja. Adriell tetap bisa menjalani hidupnya seperti biasa.
Tetapi, ada kalanya Adriell merasa sepi. Ia selalu sendiri di rumah karena ayah tirinya sibuk bekerja dan Bunda terkadang harus dinas malam.
Hingga pada akhirnya, Adriell masuk ke pergaulan yang salah. Ucapan Shyra, sahabatnya, mendadak terngiang kembali di otaknya.
"Kenapa, sih, lo harus nyalurin semuanya dengan ngerokok? Lo bisa nyari kegiatan lain 'kan?"
Adriell ingat betul, dengan bodohnya, ia tidak mengacuhkan ucapan Shyra. Di pikirannya, sekali dua kali melakukan, tidak akan ada efeknya. Kenyataannya, ia bahkan tidak bisa menahan adiksinya terhadap benda itu.
Dan sekarang, Adriell terjebak dalam lubang penyesalan dan keputusasaan yang dalam. Ia sama sekali tidak dapat berhenti menyalahkan dirinya sendiri karena saat itu telah berbuat suatu kebodohan.
Adriell mulai terisak. Pundaknya bergetar hebat. Setelah sekian lama, untuk sekali ini, Adriell benar-benar tidak bisa menahan tangisnya. Semua perasaan yang ada di dadanya bercampur jadi satu.
"Adriell, kenapa? Jangan nangis." Bunda bangun. Ia meraih tubuh Adriell, lalu didekapnya erat. Tangan Bunda mengusap punggung ringkih Adriell yang bergetar hebat.
Di indera pendengaran Bunda, suara tangisan Adriell benar-benar terdengar menyesakkan. Tetapi, Bunda harus bisa menahannya. Bunda tidak boleh ikut menangis. Bunda harus tetap kuat.
Karena saat ini, Bunda tahu, putranya itu butuh seseorang untuk membantunya berdiri. Bunda tidak mungkin ikut terpuruk.
"Adriell sayang Bunda 'kan?" tanya Bunda lembut. Walaupun begitu, Bunda tidak dapat menyembunyikan suaranya yang bergetar. "Jangan nyerah. Bunda sayang sama kamu. Bunda nggak mau kehilangan kamu."
Adriell mengangguk cepat. Ia melepaskan pelukan Bunda dari tubuhnya. Kedua tangannya mengusap sudut matanya yang berair. Adriell menyunggingkan senyum lebarnya.
"Maafin aku, Bun."
Meskipun aku tahu aku nggak akan bisa sembuh seratus persen,
Terus bantu aku buat bertahan, ya, Bun.
*****
A/n
Ubis ini udahan ah pendek pendeknya wkwkwk
Tapi ....
Aku praktik lapangan wkwkwkwk
KAMU SEDANG MEMBACA
TIME
Teen Fiction[Completed] Untuk sekali ini saja, Tuhan, biarkan aku menikmati sisa waktu yang Kauberikan padaku. P r o l o g: 26 September 2018 E p i l o g: 22 Desember 2018