Ayah, Bunda, aku lelah. Bolehkah aku mengakhiri semua ini sekarang?
***
Ketika Adriell dibawa ke luar dari mobil, laki-laki itu sudah kehilangan kesadarannya. Matanya terpejam erat dengan peluh yang masih mengalir dari seluruh tubuhnya. Keningnya berkerut karena rasa sakit yang terus saja mendera tubuhnya.
Segera saja Adriell dibaringkan di atas brankar dan segera dibawa masuk ke IGD untuk mendapatkan penanganan. Sementara Chiko, dengan tangan yang masih bergetar, mendudukkan tubuhnya di kursi pengemudi di dalam mobilnya. Meski udara terasa dingin, peluh tetap saja mengalir.
Chiko menelungkupkan kepalanya di kemudi. Napasnya memburu karena panik. Jantungnya masih berdegup cepat.
Seolah tidak diberikan waktu beristirahat setelah lelah seharian ini bekerja, Chiko mendapati Adriell di atas sofa dalam keadaan kesakitan dan tidak bisa bernapas. Ditambah lagi, agar Chiko dapat membawa putranya itu dengan cepat ke rumah sakit, ia harus mengemudikan mobilnya dengan kecepatan penuh. Tanpa memedulikan apapun. Satu hal yang ia pedulikan hanya Adriell yang makin lama makin melemah hingga akhirnya ia kehilangan kesadarannya.
Chiko tidak dapat melupakan bagaimana kedua netra bulatnya itu perlahan terpejam, hingga akhirnya tidak terbuka lagi. Ia bahkan tidak dapat melupakan setiap helaan napas yang begitu menyakitkan untuk didengarkan.
Berusaha menetralkan deru napasnya, Chiko kembali mengangkat kepala. Ia mengambil ponsel yang ada di atas dashboard mobil dan membuka kontak Nisa.
***
Shyra masih tidak dapat bereaksi.
Tubuhnya bergetar hebat dengan napas yang menderu. Kakinya terasa lemah hingga ia tidak dapat berdiri. Cairan bening sedari tadi mengalir dari sudut matanya yang terpejam.
Shyra menangis.
Keadaan Adriell barusan terlalu menyedihkan hingga Shyra tidak bisa menahan tangisnya.
Perlahan, Shyra berusaha bangkit. Ia mengusap matanya yang mulai membengkak. Hidungnya yang memerah pun ikut diusapnya hingga makin memerah. Tanpa membereskan rambutnya yang acak-acakan, Shyra mematikan televisi, lalu berjalan menuju tasnya yang tergeletak di samping sofa.
Dengan jaket yang disampirkan di pundak kirinya dan tas di pundak kanannya, Shyra berjalan menuju kamar tamu. Ia tidak bisa pulang karena sudah larut malam dan terpaksa untuk menginap. Meski sebenarnya, Shyra tidak yakin ia bisa tidur malam ini.
Bagaimana keadaan Adriell saat ini?
Apa keadaannya sudah membaik?
Atau justru memburuk?
Shyra tidak dapat memprediksi sama sekali. Semakin ia memikirkan keadaan laki-laki itu, rasa takutnya semakin menjadi-jadi.
Jangan-jangan keadaannya memburuk.
Jangan-jangan malam ini adalah malam terakhir ia dapat membuka matanya.
Jangan-jangan ....
Shyra menggeleng cepat. Ia menaikkan selimut sampai ke puncak kepalanya dan meringkuk di bawah selimut. Ingin rasanya Shyra memejamkan mata, namun tidak bisa.
Shyra menarik napas panjang, lalu mengembuskannya perlahan. Terpaksa, ia memejamkan matanya. Shyra ingin hari ini cepat berakhir.
Dan esoknya, semua sudah kembali normal.
*****
A/n
Halo, Guys. Aku cuma mau ngomong kalau ...
Ummm ...
Aku mau berhenti sejenak untuk menulis.
Bye bye semua.
Btw, iya, aku ga libur tahun baru ini wkwk. Jadi, yah, aku ... gitu deh.
Risha ga jelas. Byebye!
KAMU SEDANG MEMBACA
TIME
Teen Fiction[Completed] Untuk sekali ini saja, Tuhan, biarkan aku menikmati sisa waktu yang Kauberikan padaku. P r o l o g: 26 September 2018 E p i l o g: 22 Desember 2018