"Adriell!" Suara seorang perempuan terdengar heboh, sebelum akhirnya tirai hijau yang mengelilinginya terbuka. Adriell menoleh ke sumber suara, sedikit kaget dengan hal itu. Sosok Shyra muncul. Entah sudah berapa lama keduanya tidak bertemu.
"Halo," sapa Adriell singkat. Ia bahkan hanya tersenyum tipis. Tidak seperti biasanya di saat ia merasa senang saat bertemu Shyra. "Apa kabar?"
Senyum Shyra tampak cerah sore hari ini. Ia tampak masih mengenakan seragam putih abu-abunya, dilapisi dengan jaket berwarna merah mudanya. Berarti, Shyra baru saja pulang sekolah. Tumben-tumbenan Shyra menjenguknya sore hari ini. Adriell senang-senang saja. Karena hari ini, Bunda dinas sore, dan ia ditinggalkan sendirian di ruang rawat.
"Gue baik banget hari ini," jawab Shyra, "lo tahu, hari ini gue dapat cokelat di bawah kolong meja gue. Kacangan banget nggak, sih? Tapi gue suka. Soalnya, itu cokelat favorit gue! Wah, banget! Akhirnya gue punya fans! Walaupun dia nggak berani menampakkan dirinya, gue senang!"
Adriell lantas tersenyum tipis. Ia ikut senang saat melihat Shyra yang tampak bahagia. Baginya, kebahagiaan itu menular. Oleh karena itu, Adriell suka saat melihat orang lain bahagia. Apalagi, jika yang bahagia adalah orang yang disayanginya. Di hari-hari terakhirnya ini, tidak banyak yang Adriell minta.
Adriell hanya ingin agar semua orang bahagia. Meski tanpa dirinya.
"Eh, berarti, Ra." Adriell berdeham pelan. "Lo bisa bahagia 'kan? Walau tanpa gue?"
Senyum Shyra luntur. "Apa maksud dari pertanyaan lo barusan?" tanya Shyra skeptis. Lalu, ia tertawa renyah. "Nggak lucu, anjir, Dri. Apaan, sih?"
"Cuma nanya doang," balas Adriell singkat. Ia tersenyum lebar, seolah menunjukkan bahwa ia tidak serius dengan pertanyaan itu. "Lo juga tinggal jawab."
Shyra membuang pandangannya. Ia memainkan jemarinya. "Ya, nggak bakal senang juga, sih. Pasti sedih. Apalagi, lo 'kan yang selama ini ngirimin makanan ke gue. Lo yang nemenin gue jajan kalau Zaza lagi nggak pengin jajan. Lo 'kan yang selama ini ngantar jemput gue, nemenin gue ke café kalau lagi pengin makan-makan, nemenin gue belajar. Banyak hal yang gue lakuin sama lo. Gimana gue bisa senang kalau lo nggak ada?"
Likuid bening mulai mengalir dari sudut mata Shyra. Ia terpejam erat, membiarkan cairan itu mengalir begitu saja, terus menerus.
"Ra, jangan nangis ...."
"Gimana bisa gue nggak nangis?!" balas Shyra keras. Matanya yang memerah menatap Adriell tajam. "Gue nggak mau kehilangan lo. Gue sayang sama lo."
Adriell tersenyum tipis sekali lagi. Ia menyeka air mata yang menggenang di pelupuk matanya. "Gue sedikit terharu," canda Adriell. Ia menghela napas panjang.
"Gue tahu, Ra, gue emang sayang-able, tapi ... gimana, ya? Capek, tahu, harus berjuang terus-terusan."
Shyra mendengkus kesal. Meski sedari tadi air matanya terus mengalir, Shyra tidak dapat memungkiri, bahwa ia juga kesal dengan ke-pede-an seorang Adriell.
Tetapi, suatu hari nanti, hal itu bisa saja menjadi hal yang paling Shyra rindukan. Bercanda bersama orang terdekat dapat membuat Shyra melupakan segala masalahnya. Dan Adriell ... selalu berhasil membuat Shyra merasa senang.
"Udah jam lima, Ra," ucap Adriell tiba-tiba, "pulang, gih. Jam jenguk sebentar lagi habis. Udah mau malam juga. Nggak baik cewek pulang malam sendirian. Maaf gue nggak bisa ngantar lo pulang."
Dengan berat hati, Shyra mengangguk pelan. "Cepat sembuh, gue kangen makan-makan sama lo," lirih Shyra. Lalu, ia menggigit bibir bawahnya.
"Lo kangen makan-makannya, atau traktiran gue?"
Shyra nyengir. "Keduanya," jawabnya santai. Ia berdeham. Kedua manik matanya tidak lepas dari sosok Adriell. Sekuat mungkin, Shyra berusaha merekam figur laki-laki itu di dalam otaknya. Shyra takut, ia tidak akan dapat bertemu lagi dengannya.
Adriell tertawa. Tawanya terdengar begitu lembut di indera pendengaran Shyra. "Iya, nanti gue bayarin lagi. Sushi date, gimana?"
Manik mata Shyra berbinar. "Iya! Mau! Janji, ya!"
Adriell mengangguk pelan. "Yaudah, sana pulang. Abis itu mandi, makan, istirahat, baru belajar."
"Iya. Bye-bye, Dri. Jangan lupa buat cepat sembuh. Pokoknya, kita harus makan-makan kalau lo udah keluar dari rumah sakit." Shyra berujar panjang. Ia membetulkan letak tasnya.
"Iya." Kedua netra Adriell menatap sosok Shyra yang sedang menyibak tirai hijau dan berjalan keluar. Setelahnya, kembali hening. Adriell menarik napas panjang, kemudian mengembuskannya.
Dalam diam, Adriell berpikir.
Apa ia dapat menepati janjinya atau tidak?
***
Sebelum ke ruangan Adriell, Nisa menyempatkan diri untuk menjenguk Nevan di ruangannya.
Senyum Nisa terbit saat melihat Nevan sedang duduk di atas ranjang. Matanya memerhatikan televisi yang ada di hadapannya. Ia hanya sendiri di ruangan itu. Berhubung dua pasien yang satu ruangan dengannya sudah dipulangkan siang hari ini.
Ketika mendengar suara kaki mendekat, perlahan, Nevan menolehkan kepalanya. Senyumnya terbit saat melihat Nisa, masih dengan pakaian dinasnya yang ditutupi jaket, berjalan ke arahnya.
"Bun-da," panggil Nevan pelan, "ke sini."
Setelah terapi beberapa hari ini, Nevan dapat kembali berbicara, meskipun terbata dan singkat. Sedikit-sedikit pula, Nevan dapat menggerakkan jemarinya.
Nisa duduk di kursi yang disediakan. Tangannya menggenggam tangan Nevan dengan lembut. Sesekali, ia mengusap punggung tangan Nevan dengan ibu jarinya.
Dalam hati, Nisa merasa senang dengan perkembangan Nevan. Ia tidak sabar menunggu kepulihan Nevan. Ditambah lagi, menunggu kelahiran anak ketiganya.
Nisa ingin memperbaiki semuanya. Hubungan antara Nisa dan Nevan memang tidak buruk lagi. Tetapi, Nisa masih merasa bersalah. Bertahun-tahun yang lalu, Nisa pernah tidak memedulikan Nevan, dan Nisa menyesal. Ia telah melewatkan waktu-waktu berharganya bersama putranya itu.
Tanpa Nisa dan Nevan sadari, tak jauh di belakangnya, Nada berdiri. Ia tersenyum sendu. Menyadari bahwa Nevan tampak lebih bahagia saat bersama dengan Nisa, ibu kandungnya.
Jadi, setelah itu, Nada mundur selangkah dan berbalik.
Sepertinya suasana taman malam ini dapat menjadi penghiburnya.
*****
A/n
Hola! I'm back!
Beri aku komentar! Dan semangat! Wajib! Wkwkwkwkwk
Oke, sifat maksanya muncul. Karena ...
#Risha_duta_maksa_2K18
Jadi, tim Adriell, tim Nevan, atau tim Risha hayo? Awas aja kalau ada yang jawab Deka. Aku tusuk floret nanti.
Enjoy, guys! And have a nice beautiful day!
KAMU SEDANG MEMBACA
TIME
Teen Fiction[Completed] Untuk sekali ini saja, Tuhan, biarkan aku menikmati sisa waktu yang Kauberikan padaku. P r o l o g: 26 September 2018 E p i l o g: 22 Desember 2018