Dengan sekuat tenaga, Adriell menutup pintu mobil. Wajahnya tampak kesal setengah mati karena keputusan Bunda tadi malam. Dan dapat Adriell pastikan, raut mukanya benar-benar tidak enak untuk dipandang saat ini.
"Pintu mobil gue rusak nanti!" omel Nevan, "pelan-pelan."
Adriell mendengkus, tidak peduli dengan omelan Nevan. Ia memakai sabuk pengaman, lalu bersedekap. Adriell tidak menatap Nevan sama sekali ketika ia berkata, "gue nggak peduli."
Berdecak pelan, Nevan mulai melajukan mobilnya. Suasana mendadak hening karena Adriell lebih memilih untuk mendengarkan lagu dari ponselnya. Sementara Nevan fokus menyetir.
Tadi malam, Nevan mendapat panggilan dari Bunda, hari ini dan beberapa hari ke depan, ia dipercaya untuk mengantar dan menjemput Adriell. Walau sebenarnya Nevan tidak ingin melakukannya―karena sebenarnya hubungannya dengan Adriell belum membaik, Nevan lebih tidak ingin lagi mendengar Bunda memohon. Bunda menjelaskan bahwa dirinya tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada Adriell. Ditambah lagi, Adriell baru saja keluar dari rumah sakit. Hal terparahnya adalah karena prognosis penyakit Adriell yang buruk. Meskipun ada sedikit rasa iri pada diri Nevan, dengan terpaksa, pagi ini ia menjemput Adriell.
"Besok-besok, nggak usah jemput gue lagi." Tiba-tiba saja, Adriell berucap. "Gue udah ngomong ke lo 'kan semalam? Gue nggak suka dikekang kayak gini. Gue emang sakit, tapi gue bisa jaga diri gue sendiri."
"Apa?" Nevan melirik Adriell sesaat. Ia benar-benar fokus menyetir hingga tidak mendengar jelas ucapan Adriell. Plus, sedari tadi Nevan juga sedang asyik mendengarnya lagu yang mengalun dari radio.
Adriell mendengkus. "Makanya itu kuping dipasang, jangan buat dengar lagu doang!"
"Lah? Sekarang, siapa yang pakai headset? Lo 'kan?" balas Nevan kesal.
"Tapi, yang budek itu lo, bukan gue." Bukannya diam, Adriell malah kembali membalas, tidak mau kalah.
Nevan berdecak. Untunglah ia masih bisa mengontrol emosinya. Jika tidak, mungkin saja Nevan sudah menabrakkan mobilnya ke kendaraan yang ada di depan, saking kesalnya. Ucapan Adriell, jalanan yang sangat padat pagi ini, ditambah lagi klub sepak bola kesayangannya semalam kalah, membuat mood Nevan benar-benar memburuk.
"Sesusah apa, sih, ngulang omongan lo barusan itu? Nggak usah memperpanjang masalah bisa 'kan?" Nevan menghela napas.
"Gue nggak suka ngulang omongan," balas Adriell acuh tak acuh.
Nevan lantas menggeram kesal. Ia mengerem mobilnya secara mendadak saat lampu merah menyala. Suara klakson dan umpatan dari pengendara di belakang terdengar bersahut-sahutan karena ulah Nevan. Untung saja, tidak sampai terjadi kecelakaan.
"Ngapain pake acara ngerem mendadak, sih?!" omel Adriell. Beruntung ia menggunakan sabuk pengaman.
"Lo jangan bikin gue emosi! Lagi PMS atau apa, sih?!" Nevan membalas dengan nada tinggi. Ia benar-benar tidak habis pikir dengan Adriell. Apa efek penyakitnya yang membuat laki-laki itu bertingkah menyebalkan?
KAMU SEDANG MEMBACA
TIME
Teen Fiction[Completed] Untuk sekali ini saja, Tuhan, biarkan aku menikmati sisa waktu yang Kauberikan padaku. P r o l o g: 26 September 2018 E p i l o g: 22 Desember 2018