s e m b i l a n

6.5K 663 51
                                    

Katanya, ada dua kemungkinan yang dapat terjadi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Katanya, ada dua kemungkinan yang dapat terjadi. Pertama, Nevan tidak akan bisa membuka matanya kembali. Kedua, laki-laki itu masih dapat sadar, tetapi dengan anggota gerak yang tidak dapat berfungsi dengan normal.

Adriell tidak tahu mana yang lebih baik di antara dua kemungkinan itu. Ia bahkan tidak pernah memikirkan hal sejauh itu.

Entah sejak kapan, pikiran Adriell terfokus pada saudara kembarnya itu. Jika dipikir-pikir, Adriell lebih banyak memikirkan kondisi Nevan dibading kesehatannya sendiri.

Hingga setelah terhitung tiga hari sejak terakhir kali Nevan membuka matanya, Adriell masih saja memikirkan dua kemungkinan itu.

Jika pada akhirnya Nevan tidak dapat membuka matanya kembali, ia tahu, bukan hanya Nada saja yang akan bersedih, tetapi Bunda juga. Dan Adriell tidak ingin kesedihan Bunda mengganggu perkembangan janin yang ada di dalam kandungannya. Tetapi, jika Nevan kembali sadar dengan kelumpuhan di anggota geraknya, Adriell yakin, bukan hanya Bunda atau Nada yang bersedih, namun juga Nevan.

Saat tengah sibuk memikirkan hal itu, tiba-tiba saja, seseorang menepuk punggung Adriell. Ia lantas mengerjapkan kelopak matanya. Pikirannya buyar. Adriell menoleh, menatap Bunda yang sedang menatapnya heran dengan alis yang tertaut.

"Jangan ngelamun," ucap Bunda. Ia tersenyum geli. "Mikir apa, sih, kamu?"

"Aku cuma lagi mikir, Bunda mau periksa apa?" Adriell berujar. Ia menampilkan wajah bingung dengan kedua alis tertaut. "Kok, tumben aku diajak?"

Bunda menempelkan jari telunjuk di dagunya. Kedua matanya menerawang, menatap langit-langit putih koridor rumah sakit. "Hmmm, periksa apa, ya?" Bunda bergumam pelan.

"Nggak usah sok misterius, Bun. Nggak cocok," ucap Adriell datar. Ia sedang tidak berminat untuk bercanda. Entah kenapa, kondisi Nevan yang sedang tidak baik membuatnya merasa tidak baik pula.

Menyadari bahwa Adriell sedang tidak ingin diajak bercanda, Bunda lantas terkekeh pelan. Ia menepuk puncak kepala Adriell lembut. "Bunda mau ngecek kehamilan," jawab Bunda pada akhirnya, "emangnya, kamu nggak mau dengar detak jantung adek kamu?"

Tanpa Bunda sangka, senyum lebar Adriell terbit. "Dengar detak jantung Adek?" Binar kebahagiaan terlihat di kedua manik mata Adriell. Sekali lagi, membuat Bunda terkekeh geli.

Meski saat ini separuh dari pikiran Bunda terfokus pada Nevan, namun ketika melihat Adriell tersenyum bahagia seperti itu, Bunda bisa ikut bahagia.

"Tapi, Bun." Adriell sedikit mendongakkan kepalanya. "Emangnya, detak jantung Adek udah bisa didengar?"

"Bisa nggak, ya?"

Adriell berdecak pelan. Tetapi, senyum tetap tersungging di bibirnya.

***

Meskipun tidak memiliki ikatan yang berarti dengan Nevan, Nada selalu menyayangi putra angkatnya itu. Sejak awal bertemu, bahkan hingga saat ini kedua kelopak mata yang biasanya bersinar lembut itu tertutup, Nada selalu berjanji untuk terus membahagiakan Nevan. Karena pada dasarnya, menurut Nada, Nevan adalah anak yang baik.

Dan Nevan berhak untuk mendapatkan kebahagiaannya.

Namun, ketika lagi-lagi Nada mendapat kabar buruk tentang Nevan, ia benar-benar berpikir bahwa dirinya adalah seorang ibu yang gagal.

Karena saat ini, Nada hanya bisa duduk di samping Nevan yang belum juga membuka matanya. Kedua tangan Nada menggenggam tangan Nevan yang tidak terpasang jarum infus dengan hati-hati. Seolah, laki-laki itu dapat hancur kapan saja.

Sudah tiga hari Nevan berada di ruangan ini, dan tanda-tanda bahwa kondisinya membaik belum juga muncul. Sehingga belum dilakukan tindakan selanjutnya.

Hal itu lantas membuat Nada merasa benar-benar hancur. Ia bahkan tidak dapat melakukan apapun saat ini.

"Nevan, udah hari Kamis, lho." Nada bergumam pelan. Untuk kesekian kalinya, tidak ada jawaban sama sekali. "Kamu nggak mau beli es cokelat di lapangan depan? Biasanya kamu selalu ngajak Bunda buat beli es itu 'kan? Ayo, Sayang. Kali ini Bunda yang bayarin, deh."

Nada sama sekali tidak menahan tangisnya. Ia biarkan saja air mata membasahi kedua pipinya.

"Atau kamu mau cream soup ayam? Bunda bakal penuhi apa mau kamu, asal kamu bangun. Lagian juga, emangnya kamu nggak kangen sama Bunda?"

Ketika Nada memejamkan kedua matanya, semua hal yang pernah ia lalui bersama Nevan terlintas begitu saja. Hanya hal-hal sederhana, namun cukup mampu membuat Nada rindu.

Nada mengecup punggung tangan Nevan lembut, lalu menempelkan tangan yang dingin itu di pipinya.

"Jangan terlalu lama tertidur, Sayang. Bunda nggak sanggup ...."

***

"Mana detak jantungnya, Bun?" tanya Adriell penasaran. Ia mendekatkan tubuhnya. "Kok aku cuma dengar suara nggak jelas?"

Bunda terkekeh pelan. "Coba kamu dengerin baik-baik. Yang suaranya cepat." Bunda menjelaskan. "Masa kamu nggak dengar?"

"Aku 'kan nggak biasa dengar suara begini, Bun. Makanya nggak dengar." Adriell mengelak. Ia bersedekap dengan wajah yang dipalingkan. Kedua netranya menatap poster yang berisi tentang inisiasi menyusui dini bagi ibu yang baru melahirkan.

"Coba dengerin lagi. Kedengeran, kok."

Adriell kembali menatap Bunda. Kali ini lebih serius daripada sebelumnya. Kedua matanya membulat penuh ketertarikan.

Hingga akhirnya, Adriell menangkap suara detak jantung adiknya itu. Suaranya cepat dan samar. Hampir saja ia tidak dapat mendengarnya.

Senyum lebar Adriell lantas terbit. Kedua manik matanya berbinar senang. "Wah, iya. Aku dengar suaranya," ucap Adriell. Ada rasa bahagia yang memenuhi dadanya. Untuk sejenak, Adriell melupakan masalah-masalahnya.

Termasuk tentang penyakitnya.

Bunda yang melihat respon itu lantas tersenyum geli. Ia benar-benar ingin mengabadikan wajah Adriell yang tampak bahagia seolah tanpa beban.

Kak, terus seperti ini, ya. Biar Adek bisa lihat senyum Kakak.

*****

A/n

Azzz, besok aku di ruang bersalin lagi, dong :)) 24 jam

Btw, ngapa pada maunya Adriell yang dinistain, sih? Sedih aku :(( wkwkwk

TIMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang