Chapter 4 : Three Points

1.2K 171 46
                                    

Terkadang berguna,
Terkadang lantas tidak berguna.
Terkadang tenang. Terkadang lantas mendorong bahaya bagai gelombang laut yang menggapai.

Terkadang tidak lagi harus diberi peringatan, Terkadang harus siap pergi, apa pun yang terjadi.

Pria Kim ini berpikir di sepanjang jalannya, tentang sudah berapa kali ia harus mengabaikan jam tidurnya demi mengurus segala keperluan, juga pasukan yang akan dikerahkannya untuk pengiriman tahap akhir obat-obatan milik rumah sakit Inha.

Pukul sebelas malam ini, Wonpil sudah harus berada di lokasi tepat pada waktunya. Ia selalu memilih pengiriman dilakukan pada jam malam, di mana keadaan rumah sakit telah kondusif dari segi keramaian maupun aktivitasnya sendiri.

Namun ini pukul sepuluh malam, Wonpil justru memacu pedal gasnya dengan tergesa-gesa menuju jalan pulang. Seharusnya ia bisa langsung mendatangi lokasi utama, andai saja ia tidak melupakan surat-surat perjanjian besarnya di rumah. Maka dengan itulah Wonpil mengutuk jam tidurnya yang banyak ia lewati, membuat dirinya harus kehilangan fokus seperti ini.

"Joo?"

Kim Wonpil tidak menemukan kehadiran Jooeun, tetapi aroma masakan yang menguar dari balik dinding dapur membuat Wonpil yakin jika sepupunya itu sedang bergelut di sana.

Ya, Jooeun akhir-akhir ini menolak untuk pulang dan lebih memilih tinggal di rumah itu demi memerhatikan sepupu-sepupu Kim-nya, sekadar membersihkan rumah atau memasak hidangan-hidangan kecil dirasa tidak masalah untuk Jooeun. Justru karena itu ia senang, ia menjadi tidak terlihat sedemikian jobless seperti yang orang-orang tujukan padanya.

Lalu ia lebih senang lagi, ketika Wonpil menitipkan Haera padanya di rumah. Jooeun bahkan benar-benar menjadikan Haera sebagai korban salon-salonannya tempo hari. Haera tidak menolakㅡtentuㅡsiapa yang bisa menolak perempuan seramah dan semenyenangkan Jooeun?

Dan bicara soal Haera, Wonpil mendapati perempuan itu tengah terduduk pada salah satu kursi meja makan, mungkin Jooeun yang menyuruhnya. Kedua tangannya bertumpu di atas meja, dengan jemari berkutik di atas sampul buku tebal yang ada di hadapannya.

Wonpil hanya tidak peduli, sepertinya perempuan buta itu tidak peka terhadap lingkungan sekitar.

Setelah berhasil mengacak-acak kamarnya sendiri, Wonpil dapatkan apa yang ia cari.
Hanya selembar kertas, bentuknya. Namun kalimat yang menyangkut-pautkan soal nyawa dan jiwa tertulis di dalamnya sebagai akar-akar perjanjian yang akan dibubuhkan persetujuan akhir dari kedua belah pihak.

Tanpa pamit dan sepatah kata apa pun, bahkan tanpa perlu menunggu seisi rumah menyadari kehadirannya, Wonpil kembali meninggalkan rumah besar itu dan segera menitik lokasi utama di mana dirinya harus menjadi seorang pengatur yang paling tinggi tanpa ada bantahan ataupun perlawanan.

***

"Three, kosongkan area B. Perkecil akses jalur Selatan. Ten, perlebar jangkauan gerbang utama. One, tetap berada di depan sampai Ruby dipastikan telah bergabung."

Hanya dengan itu, mobil Kim Wonpil sudah meluncur memasuki lokasi dengan penjagaan ketat di sana-sini.

Setelahnya Wonpil meninggalkan baja beroda miliknya. Digit panjang yang telah ia sambungkan pada banyak panggilan membuatnya harus mengangkat ponsel pintarnya hingga bersentuhan dengan daun telinga untuk beberapa menit ke depan.

"Six, Five, ikuti Ruby. Ten, tutup gerbang utama."

"Direktur."

The Dark UndergroundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang