Orang-orang mengatakan, dunia memiliki banyak sisi.
Maka inilah sisi gelap dunia yang belum banyak diketahui. Tentang kekuasaan, tentang hak, tentang kekejian, tentang tarik ulur pengkhianatan yang tidak pernah lepas dari jengkal hidup dan pararel.
...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Entah untuk keberapa kalinya, Kim Wonpil mengerling sesekali pada jam yang bertengger manis di sudut ruang, lalu menghela napas panjang setelahnya.
Salah satu anak buahnya di kantor mengatakan, bahwa cepat atau lambatㅡhari ini atau esok, Iridale pasti akan mengangkat kaki dari lingkar usaha besar yang Wonpil miliki. Wonpil percaya, tentu, ia tahu betul persen penghasilannya mulai turun bertahap sejak kemarin.
Tetapi sampai hari ini, perusahaan kecil itu belum melakukan apa-apa. Bohong atau bukan, yang jelas, jika sampai esok hari datang dan Iridale belum mencabut statusnya, maka Wonpil memutuskan untuk memecat anak buahnya itu karena telah membuat dirinya harus sibuk memutar otak.
Dan masalah, tidak berhenti sampai di sana.
"Hari ini saja, Joo. Aku harus pergi."
"Tidak bisa, Kim. Aku juga punya pekerjaan. Atau jika kau mau, kau tunggu saja sebentar, aku akan kembali malam ini."
"Malam ini? Kau sinting."
Selang beberapa menit pembicaraan Wonpil dengan Jooeun lewat teleponㅡtentang siapa yang harus menjaga Haera karena keduanya memiliki jadwal individu masing-masingㅡsama sekali tidak membuahkan hasil. Jooeun tetap akan kembali ke rumah besar Kim secepatnya ketika bulan sudah merangkak naik, sedangkan Wonpil sendiri bahkan memprediksikan ia tidak akan pulang sampai persen angka nama besarnya kembali menjejaki garis seimbang.
Demikian, satu-satunya jalan yang tersisa kini ada pada Wonpil seorang.
"Kalau begitu, Haera ikut denganku."
"Kim! Jangan macam-macam!"
Kim Wonpil tentu tidak peduli, ia hanya tidak ingin bertengkar hebat dengan sepupunya itu seperti beberapa tahun silam. Jadi, sesegera mungkin ia menutup panggilan secara sepihak, tidak lupa juga untuk menyingkirkan ponsel sterilnya itu agar tidak ada lagi ditraksi yang mengacaukan harinya.
Kembali berpikir ulang, Wonpil menerka-nerka apa yang akan terjadi sekiranya ia benar-benar membawa Haera pergi dalam misinya hari ini. Tidak ada yang berbahaya, sebenarnya, jika saja perempuan buta itu mudah untuk mengerti situasi yang ada.
Di saat itulah ingatan Wonpil berputar pada satu nama tersisaㅡKim Seungmin. Wonpil sedikit-sedikit berharap ia bisa menjatuhkan kepercayaan pada adiknya, paling tidak untuk hari ini saja atau sampai esok menjelang.
Itulah yang membuat Wonpil kini berakhir berdiri di ambang pintu kamar adiknya. Menampilkan seorang Kim Seungmin yang tengah kerepotan memeriksa berbuah-buah buku tebal di tangan kirinya.
Namun yang menjadi perhatian lebih netra Wonpil, sebetulnya adalah apa yang tengah Seungmin genggam asal di tangan kanannya.
"Kau memiliki jadwal hari ini?"
Kim Seungmin buru-buru menoleh, mendapati sosok sang kakak di ujung jaraknya. "Oh, kau." Lantas ia memperbaiki letak ranselnya di ujung pundak. "Iya, sebentar lagi aku akan pergi. Ada apa?"