Orang-orang mengatakan, dunia memiliki banyak sisi.
Maka inilah sisi gelap dunia yang belum banyak diketahui. Tentang kekuasaan, tentang hak, tentang kekejian, tentang tarik ulur pengkhianatan yang tidak pernah lepas dari jengkal hidup dan pararel.
...
Pemuda berusia tiga belas tahun tidak mengerti bahwa apa yang dilakukannya di lain hari adalah sebuah kesalahan dari hidup.
Yang ia tahu, hanya menjaga. Menjaga satu-satunya yang ia miliki saat itu, tanpa bantuan orang lain, ia tahu dan akan selalu tahu ke mana harus bergerak.
Sampai rasa tidak lagi ada, Gelap, Pergi, Tersesat, Seperti candu yang membelenggu. Lantas menguat karena jatuh tanpa pernah ia sadari.
Mati.
Maka kembali mencari jalan pulang adalah apa yang tidak pernah disentuhnya barang sejenak.
Dan, agaknya, secara tidak langsung, semesta turut membantu bagaimana kisah kedua pemuda itu berjalan.
Sampai masanya berakhir.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
ㅡ
Spring, Seoul. The Day off.
ㅡ
"Dua puluh delapan?"
Siku engsel besi terdengar beradu, menciptakan decit yang menggema dalam ruang, juga membuat seorang pria yang dimaksud mengangkat kepalanya.
Keduanya bertukar tatap sesaat, sampai pria di ambang sekat besi tersebut mengulas senyum ramah.
"Bangunlah. Kau tidak ingin pergi dari sini?"
Yang dituju tertawa kecil, pandangannya berpindah selagi mempercayai kalimat dari pria berseragam kesayangannya ini.
"Aku pikir kau tidak akan membiarkan aku pergi sampai aku mati."
"Tadinya begitu, agar aku punya teman. Namun hukum tetaplah hukum, kau masih layak untuk kembali hidup di dunia luar. Masih banyak yang menunggumu di sana."
Sang pria dengan helai rambut berantakan itu akhirnya bangkit, menegapkan kedua kakinya yang sering kali terasa kebas meski tidak lagi sakit. Langkahnya terbuka lebar-lebar, menghampiri sang pemanggil.
Sementara sang pemanggil sendiri masih tersenyum, lantas menepuk pundak rapuh pria dengan tinggi sedikit lebih darinya itu.
"Berjanjilah untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama. Kau orang baik, aku percaya. Walaupun tidak semua orang bisa percaya."
"Jika aku tidak berjanji, bagaimana?"
"Buatlah kasus yang sama rumitnya seperti kau pada enam tahun lewat. Lalu, mari kita bertemu kembali."