Chapter 21 : Greatest Partner

498 70 41
                                    

Jika di dunia ini kita tidak dapat berjalan sendiri, ingatlah bahwa masih ada mereka yang tidak bisa melangkah sendiri pula.

Tangan panjang itu ternyata masih lincah soal bermanuver di atas kemudi, menyisir gemerlap malam kota yang menurutnya tidak banyak berubah meski tujuh tahun telah berlalu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tangan panjang itu ternyata masih lincah soal bermanuver di atas kemudi, menyisir gemerlap malam kota yang menurutnya tidak banyak berubah meski tujuh tahun telah berlalu.

Pandangannya memang terpaku lurus ke depan, namun diamnya bersaing dengan macam-macam rencana yang lahir dari sebuah konversasi diam-diam. Berasal dari kalimat meminta penjelasan beberapa hari yang lewat, sampai akhirnya ia baru mengetahui dan sadar akan satu hal yang membuatnya harus menggertak dalam diam.

"Dia memang selamat, dia memang dapat bertahan hidup. Tetapi, berkat luka tembak itu, dia harus tersiksa kurang lebih tujuh bulan lamanya." Dokter muda dengan surai sewarna cokelat panas itu mengulas senyum paksa, bersama dengan jari-jemarinya yang bertaut tanpa arti.

Tambahan. Maklum, sebagai seorang dokter, luka sekecil apa pun akan selalu melibati pikiran. Apalagi, jika ada hubungannya dengan orang-orang terdekat.

Sedang sang lawan bicara, agaknya, sedikit melupakan apa alasan utama yang membuatnya sampai menggiring dokter muda itu hanya untuk bicara berdua.

Atau bertigaㅡbersama semesta yang menyaksikan.

"Tujuh bulan?"

"Dia tidak memberitahumu?"

"Aku pikir, dia menyembunyikannya."

"Ya. Saat kudengar kau sedang berusaha untuk mati, dia sedang berusaha untuk hidup. Dan ketika dia berhasil membuka mata, justru kau yang baru saja memasuki masa kritis. Dunia kalian ... seperti tidak pernah menjadi satu."

"Aku sama sekali tidak tahu soal itu."

"Mereka hanya tidak mau kau kembali merasa bersalah. Jadi, setelah aku katakan ini, jangan lagi merasa bersalah, ya?"

"Rasa bersalah itu akan terus ada, mungkin sampai aku mati."

"Kimㅡ"

"Terima kasih, karena kau telah menepati janji untuk menjaganya. Sekarang, semua kembali padaku."

"Kau mau apa? Jangan lagiㅡ"

"Dengar, aku harus melakukannya. Sekalipun aku harus mati, siapa pun yang pernah membuatnya terluka, harus mendapat balasan setimpal."

"Ini bukan tentang dendam, Kim. Semua sudah usai, jangan kembali memulainya."

"Tidak, ini belum usai. Dan ini, bukan hanya tentang dendam, ini juga, tentang masa depan kalian berdua yang terancam."

Kim Wonpil berakhir mengembuskan napas panjang, tanpa sadar buku jemarinya memutih di balik lingkar kemudi. Sedikit berharap bayang konversasi panjang itu tidak akan membuatnya lupa akan jalan yang harus ditempuhnya kini.

The Dark UndergroundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang