Orang-orang mengatakan, dunia memiliki banyak sisi.
Maka inilah sisi gelap dunia yang belum banyak diketahui. Tentang kekuasaan, tentang hak, tentang kekejian, tentang tarik ulur pengkhianatan yang tidak pernah lepas dari jengkal hidup dan pararel.
...
Adalah masa cahaya yang menyelinap diam menapaki tilas dingin barang salju.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Untuk takaran satu kantor pencakup perusahaan-perusahaan kecil dan menjadikannya sebuah headquarter, gedung bertingkat sepuluh itu tampak kumuh. Atau tidak, bukan kumuh. Hanya saja napas-napas pegawai yang berlalu lalang seperti berebut oksigen, terlalu berdesakan.
Ini pukul empat sore, langkah-langkah tergesa dari pegawai wanita dengan rok pensil dan sepatu bertumit tinggi masih berada di garis sibuk yang sedang. Pegawai lelakinya pun tidak mau kalah, dengan jas legam yang hampir tiga belas jam penuh mengikat tubuh, mereka masih menjunjung tinggi profesionalitas di ambang batas.
Mereka setia. Karena butuh dan dibutuhkan. Atau kata lain, ada tekanan yang membuat mereka menjadi butuh.
Butuh hidup, tepatnya.
Salah-salah mereka berkata, lalu didengar oleh dinding-dinding dengan mata serta telinga di tiap sisinya, mereka bisa saja dipanggil ke lantai sepuluhㅡlantai paling atasㅡdan paling berpengaruh di antara lantai-lantai lainnya. Kemudian menghilang, tanpa jejak seperti desau angin yang membawa kabar berita orang hilang tiga hari setelahnya.
Kantor yang kejam. Memang.
Dan kalau bukan karena laporan mendadak tengah malam dari anak perusahaan yang bertahan di bawah korporasi, pria bertubuh tegap itu enggan menginjakkan kedua kaki panjangnya di sini.
"Mengingat pembelot enam tahun lalu. Mereka bukan hanya pergi berkhianat, tapi juga mencuri data yang asli."
"Dokumen penyerahan data diri?"
"Iya, dan daftar amunisi serta detail perlengkapannya."
Kim Wonpil mengusap wajahnya kasar, otak kritisnya berbelit memikirkan segala cara untuk kembali merebut berkas data asli yang disebutkan. Lembaran kertas itu menjadi satu-satunya pemeran utama sekarang, Wonpil harus merebutnya kembali sebelum ia diketahui bebas dan berkas-berkas itu dilimpahkan pada pengadilan atas nama kepemilikan senjata ilegal tujuh tahun lalu.
Ternyata penjara bukan akhir dari segalanya. Wonpil masih harus mengatasi kolega-kolega berwajah dua itu, sekaligus melindungi dirinya sendiri agar tidak lagi mengulang kejadian yang sama.
"Siapa pemimpin perusahaannya?"
"Masih Yehyun Bong. Dari YB' Enterprises."
"Segera cari lokasi utama dan waktu terkosong yang mereka punya. Apa pun yang terjadi, berkas itu harus kembali padaku."
"Siapa yang ingin Anda turunkan untuk tugas ini? Aku akan memanggil mereka sekarang."
"Kim Wonpil."
Pegawai itu mengerjap, menatap sang sekretaris yang sama terkejutnya dengan ia, sebentar, sebelum melanjutkan. "Maaf, Direktur?"
"Itu berkas milikku, dan aku harus bertanggung jawab atas nyawaku." Wonpil menggertak rapat-rapat, tidak ada ragu dalam tiap bait kata-katanya. "Lagipula, aku pemimpin di sini. Bukankah seorang pemimpin harus berjuang sampai detak kehidupan terakhirnya?"