Chapter 36 : Recall

583 37 22
                                    

Memori ada sebagai kenangan lama,
Entah baik atau buruk.
Dan ada sebagai pengingat,
Di titik terendah atau terakhir.

Waktu tak ubahnya sebuah gumpalan awan kelabu yang menggantung di setiap pucuk kepala, mengejar setiap entitas untuk terus berjalan, bahkan berlari ke depan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Waktu tak ubahnya sebuah gumpalan awan kelabu yang menggantung di setiap pucuk kepala, mengejar setiap entitas untuk terus berjalan, bahkan berlari ke depan. Hanya demi menghindari basah yang mengikat serta dingin menusuk di detik setelah ruam kulit terbuka menerima.

Sewarna langit yang sedari tadi menggebu-gebu. Menunggu satu sampai ribuan rintik basah lainnya menghujani bumi, membentuk ketukan-ketukan kecil pada dedaunan yang tengah tersenyum, atau pada dahan-dahan rendah yang menaungi. Ketukan itu berarti menunggu. Menunggu awan kelabu tersebut menumpahkan segalanya, sampai ia habis, lantas menyapu partikel-partikel tak perlu di atas permukaan.

Demikian pula arti menunggu baginya, meski kini, ia tidak pernah mengerti apa yang sebenarnya ia tunggu sementara ia bahkan telah membiarkan dirinya dihunjam deras itu.

Tangan itu tidak diam, bilah-bilah jemari menahan utuh diri agar tak sampai merampas tabung kaca gelap dalam genggaman dan memasukkan kesemua isi ke dalam mulutnya tanpa perhitungan.

Mengabaikan rintik-rintik hujan monoton. Ia lebih mengingat bagaimana raganya ambruk beberapa hari ke belakang, dunianya berputar tak menentu arah, detak jantung dirasa terpaksa bekerja dua kali lipat lebih cepat demi mempertahankan hidup yang entah masih ingin bertahan atau menyerah dengan bodohnya.

Kelebihan dosis tinggi, itu yang mereka katakan.

Padahal ia merasa baik-baik saja setelah menenggak tiga butir obat sewarna sutra itu dalam waktu berulang selama seminggu penuh. Bahkan ia akui, hal itu membuat dirinya merasa lebih baik sebab tidak lama setelahnya, ia kembali menemukan bayang-bayang dan suara-suara yang harus dilupakannya.

Berani bersumpah, ia tahu bahwa ia sepenuhnya baik-baik saja kala mendengar vokal hangat sekaligus sarkas milik wanita yang lukis wajahnya masih teramat jelas terbayang di dalam otaknya.

"Berhenti meminum itu. Kecuali jika kau ingin mati menyedihkan hanya karena kelebihan dosis."

Yang ia tidak tahu, hanyalah mengapa satu sampai dua air matanya menetes sesaat setelah suara tersebut menggelitik pendengaran, pun lama-kelamaan berubah menjadi tangisan seorang diri dan membawa ia kembali menjejak realita di bawah naungan langit abu-abu.

"Aku mencarimu. Apa yang kau lakukan di sini?"

Terkejut, dengan refleks ia segera menyembunyikan genggaman di balik lipatan tangannya. Berharap humani yang turut mengambil spasi di dekatnya ini tidak melihat apalagi menyadari.

Memang sampai detik ini, Kim Wonpil masih terlalu pengecut untuk berkata jujur pada Kim Seungmin bahwa ia kembali menyentuh obat-obatan penghilang rasa cemas itu lagi.

Oh, ayolah, Wonpil juga melakukannya dengan alasan yang kuat. Itu mungkin sebab Wonpil merasa perawatan yang dijalaninya kini belum atau sama sekali belum memperlihatkan hasil.

The Dark UndergroundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang