Orang-orang mengatakan, dunia memiliki banyak sisi.
Maka inilah sisi gelap dunia yang belum banyak diketahui. Tentang kekuasaan, tentang hak, tentang kekejian, tentang tarik ulur pengkhianatan yang tidak pernah lepas dari jengkal hidup dan pararel.
...
Jika doa tidak dapat menolong, Maka pilihan terakhir hanya jatuh pada jalan buntu yang ada.
Tunduk pada alur. Berlutut pada takdir.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Paul tidak kembali lagi ke sini, sejak hari itu, Nona."
Kim Wonpil mencuri pandangan pada Haera, raut wajah perempuan itu berubah murung, meski tampaknya ia masih berusaha terlihat tenang.
Bahkan seorang penjaga gereja tidak lagi melihat sosok bernama Paul yang sering Haera ceritakan itu. Sedikit-sedikit Wonpil bertanya, apa yang akan dilakukan oleh Haera selanjutnya? Menyerah saja?
"Kau boleh keluar, jika kau mau."
Setelah sang penjaga gereja pergi tanpa jawaban lain, Haera belum memikirkan harus berbuat apa lagi selain duduk dan segera bersikap untuk berdoa.
Tentu Wonpil tidak pergi begitu saja, meski ia tahu ini bukan gerejanya, ia tetap memilih untuk duduk dan menemani Haera.
Lambat laun melihat Haera menautkan jari-jemarinya dan berdoa dalam pejaman mata, membuat Wonpil teringat akan adiknya sendiri. Kiranya, jika tidak salah, terakhir kali ia pergi ke gereja bersama adiknya adalah tiga atau empat tahun yang lalu.
Setelahnya tidak pernah lagi, ia selalu datang sendirian, atau adiknya di lain waktu.
"Aku tidak pergi, jika kau bertanya."
Haera menurunkan tangan juga membuka pejaman mata saat suara rendah tersebut terdengar, ia kira Wonpil sudah pergi.
"Sekarang kau tahu dengan jelas, kenapa aku memutuskan untuk mengakhiri hidup."
"Kau sedang berhadapan dengan Tuhan, dan kau masih ingin mati?"
"Aku tidak tahu harus pergi ke mana lagi, Wonpil. Jika gereja ini menjadi pilihan terakhir, maka aku benar-benar putus asa."
"Dan kau mau pergi ke mana?"
"Tidak tahu. Kau bisa membuangku ke jalan, mungkin?"
"Mari pikirkan tempat lain sebelum membuangmu kembali menjadi pilihan terakhir." Tidak ingin menjadikan ini sebagai keributan, Wonpil bangkit dari duduknya, melihat wajah Haera sebelum kembali melanjutkan. "Berdoalah selama yang kau mau, aku akan menunggu di luar."
Kim Wonpil tidak peduli dengan doa-doa yang akan dilayangkan Haera selanjutnya, ia sudah memutuskan untuk diam dan tidak tertarik pada apa pun. Bahkan, ia hanya diam ketika sudut matanya mengerling pada buku Haera di tempat penitipan barang itu.
Buku itu. Seharusnya Wonpil bisa bertanya perihal apa gunanya buku tersebut pada Haera. Namun sisi lain dirinya enggan berucap demikian, terlampau lelah membuat ia malas membuang waktu.
Dan di sela-sela pemukiman sepi seperti ini, Wonpil bahkan baru tahu jika di baliknya terdapat sebuah gereja kecil yang bahkan pengunjung tetapnya tidak sampai dua puluh orang.