Sepanjang perjalan menuju rumah mereka. Tidak sedikitpun Marc membuka suaranya meski Seohyun sudah berusaha agar suaminya itu mau berbicara sediki saja padanya. Ya walaupun sebuah amarah atau kekecewaaan. Seohyun berharap untuk kali ini saja dalam hidup Marc pria itu mau berbagi kisahnya. Seohyun akan siap mendengarkan bahkan kalau perlu menjadi tempat sandaran pria itu.
"Apa kau marah padaku?"
Pertanyaan bodoh Seohyun!! Kau tau dengan pasti apa yang terjadi pada kalian berdua sebelumnya dan kau masih bertanya lagi, teriak Seohyun dalam hati..
Diam! Marc sekalipun tak menjawab membuat Seohyun sedikit merasa sakit pada relung hatinya. Demi Tuhan baru kali ini dirinya diacuhkan oleh Marc. Perasaan apa sebenarnya ini? Seohyun pernah diperlakukan lebih buruk dari ini tapi mengapa hari ini sebuah rasa sesak itu datang lagi. Coba bayangkan saja, hanya didiamkan dan dia sudah merasa begitu kecewa.
Mobil yang membawa keduanya sampai dirumah megah milik keduanya yang baru dibeli oleh Marc tentunya. Lelaki itu tanpa berucap lagi langsung keluar, mengabaikan Seohyun yang merenggut sedih melihat sikap dingin suaminya.
"Marc, dengarkan aku dulu," teriak Seohyun menyusul Marc yang terus melangkah meninggalkan dirinya.
"Aku lelah, Hyun..," hanya itu balasan yang diterima oleh Seohyun sebelum Marc melangkah masuk kedalam kamar mandi yang ada dikamar mereka..
Seohyun mengigit bibirnya. Setetes air mata jatuh membasahi pipinya. Oh ayolah Seohyun, kau tau dengan pasti resiko apa yang akan kau dapatkan jika berani membangkang tapi sekarang apa yang terjadi? kemana sifat pembangkangmu itu..?
Dengan berat hati Seohyun meninggalkan kamar menuju dapur. Ia ingin makan sesuatu karena tadi dirumah mertuanya ia tidak sempat memakan hasil masakannya bersama Seungwan padahal Seohyun sudah bersusah payah memasak Ramyeon karena dirinya menginginkan memakan makanan tersebut.
"Nyonya, ada perlu saya bantu," sapa kepala pelayan menyambut Seohyun.
"Bibi, apa kau bisa mencarikanku makanan cepat saji secepatnya?" pesan Seohyun.
Kepala pelayan itu sempat mengernyit sebelum pada akhirnya mengangguk menyanggupinya, "Baiklah, Nyonya, saya permisi ke belakang,"
"Oh ya, Bibi, bawakan Eskrim rasa vanila dan coklat untukku dikolam belakang sekarang,"
"Baik, Nyonya..," angguk kepala pelayan.
"Terima kasih," senyum Seohyun berlalu menuju ke taman belakang sesuai ucapannya. Seohyun butuh ketenangan saat ini dan kolam berenang ditaman belakang adalah pilihan yang tepat.
Seohyun mengeluarkan ponselnya, menghubungi Seungwan untuk menanyakan keadaan ayah mertuanya pasca kejadian tadi. Seohyun takut jika perkataan Marc akan berpengaruh pada kesehatan ayah mertuanya.
"Unnie...," suara Seungwan yang lembut menyambut pendengaran Seohyun.
"Seungwan, bagaimana keadaan ayah?"
"Kupikir Unnie tidak akan menelponku lagi," terdengar helaan nafas berat Seungwan diseberang sana, "Maaf sudah mengacaukan semuanya, seharusnya waktu itu kami tidak memberitahu semuanya, harusnya waktu it-"
"Stop it!! Unnie tidak suka kau berkata seperti itu, Wannie," omel Seohyun. Memang benar, sejak mengetahui Seohyun berhubungan dengan Seungwan dan ayahnya. Suaminya itu marah dan berubah dingin tak tersentuh tapi apakah itu bisa dijadikan alasan untuk Seohyun menyerah? Ya, Seohyun akui hubungannya dengan ayahnya belum membaik tapi ia sedang memberi dirinya waktu sebelum menerima semuanya. Hal yang tersulit sebenarnya tidak terletak pada kata memaafkan tapi melupakan rasa sakit yang terlanjur kita rasakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Disaster (Sudah Di BUKUKAN)
FanfictionBagaimana rasanya jika kesetiaan Dan persahabatan dibalas dengan pengkhianatan...