Penghibur Kota (1)

78 6 0
                                    

"Aku akan membantumu mengembalikan ingatanmu" ucap wanita berambut pirang itu.

Eh gilaaa! Ini hari pertama aku bangun sebagai hantu dan hilang ingatan loh! Ngebut banget udah ngomong kayak gitu lagi! Apa nggak kecepetan?! Kalau dia tanya yang aneh-aneh, aku harus jawab apa?? Batin Railo dengan senyum terpaksa yang ia tampilkan.

"Ah... Mmm Makasih ya" ucap Railo. Wanita berambut pirang itu hanya tersenyum, senyum seseorang yang merasa berguna. Bulan dan Railo yang melihatnya hanya bengong.

"Hmmm..... Oh iya, jadi Rai.. Apa saja yang kamu ingat? Kayaknya kamu ingat siapa dirimu dan penyakitmu juga." ucap wanita itu seraya meletakkan jari telunjuknya di dagu, seakan-akan sedang memikirkan jawaban soal matematika.

"Ng. Apa saja itu... Sejujurnya,, namamu saja aku nggak tau" ucap Railo hati-hati.

PLAK!!!

"Ugh" kejam batin Railo seraya memegang pipi kirinya yang kini memerah akibat pukulan keras dari wanita itu.

"Aku... Laila kalyana, 15 tahun, tinggi 162 cm, golongan darah O, zodiac cancer, hobiku di bidang seni. Pekerjaan.... Penghibur kota" ucap Laila seraya menunjuk dirinya sendiri dengan bangga.

"EH!" Railo dan Bulan tersentak kaget mendengar pekerjaan Laila.

Penghibur kota!!? Bukannya pelajar!? Haaahhhhhh! bentaaaaaarrr! Penghibur kota itu yang kayak, k-k-kayak begitu?? Batin Railo dengan wajah yang kini telah sukses memerah, berbagai pemikiran buruk berkelebat di pikirannya.

"R-Rai? Kamu mikirin apa?" tanya Bulan yang melihat wajah Railo memerah aneh.

"H-hei! Penghibur kota itu apa? Ng- kita seumuran loh. Berarti kita pelajar" tanya Railo ke Laila. Mudah mudahan aja apa yang dimaksud Laila dengan 'penghibur kota' itu berbeda dari apa yang aku pikirkan Batin Railo.

"Mungkin kalau kamu iya.... Tapi kalau aku bukan" ucap Laila.

"Eh?" Bukan? Jadi apa dia seperti yang aku bayangkan?  Nggak! Nggak mungkin kan? Batin Railo

"Kau lihat Rai... Aku.... Putus sekolah" ucap Laila dengan senyum tegarnya.

"Sekitar dua tahun yang lalu... Aku dikeluarkan karena penyakitku" lanjut Laila dengan senyum yang tetap terukir indah di wajahnya.

Ah! Cewek ini. Senyum itu.... Familiar sekali Batin Railo. Railo teringat dengan dirinya sendiri sewaktu ia masih di rumah sakit. Ia selalu menampilkan senyum, a smile that hides a pain....

"Hahaha penyakit ini sama merepotkannya sepertimu Rai. Yah, tapi seperti yang ku bilang sebelumnya, kalau ingatanmu kembali... Akan kuceritakan" ucap Laila dengan senyum yang tak pernah hilang dari wajah cantiknya.

"GHEEEE  UDAH JAM SEGINI?!" ucap Lila kaget saat mengecek handphone nya.

"Heee.... Orang sibuk..." ucap Bulan, yang tentu saja tidak dapat didengar oleh Laila.

Ting.... Ting... Tong..... 
Handphone yang berada di tangan Laila berdering membuat sang empunya telfon lebih terlonjak kaget hingga handphone yang ada di tangannya hampir terjatuh. Di layar tertera nama Kang Asep. Laila menggeser layar handphone itu, dan menjawab dengan suara terbata karena takut.

"H-halo??" ucap Laila seraya menempelkan benda pipih itu di telinga kanannya.

'Halo. Neng lagi dimana? Udah jam segini nih' ucap kang Asep dari seberang telefon.

"ah iya kang, maaf. Sebentar yah, saya lagi ada....." ucapan Laila terhenti, ia lalu menatap ke arah Railo dengan pandngan bingung.

"Urusan...??" lanjutnya berbicara keseseorang yang berada di seberang telefon, namun matanya menatap lurus ke arah mata Railo.

"Kang Asep! Saya kesana sekarang yaa" ucap Laila. Lalu menekan tombol merah pada handphonenya. Lalu menatap Railo dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Raii! Ikut aku" ucap Laila.

Railo yang tiba-tiba diajak seperti itu hanya bengong.

"E-eh!" Railo tersentak saat tangannya di tarik paksa oleh Laila.

"Ke-kemana?" tanya Railo.

"Ke tempat kerjaku!" ucap Laila bersemangat.

Ke tempat agen penghibur kota? Yang benar saja! Aku masih remaja di bawah umur! Batin Railo.

"A-a-a-ahhh tunggu dul..." belum sempat Railo menyelesaikan kata-katanya, tiba-tiba saja Laila mengeratkan genggaman tangannya yang berada di pergelangan tangan Railo.

Saat itu juga, Railo merasakan sesuatu yang aneh menyusup ke relung hatinya. Akhirnya ia bangkit dari duduknya dan mengikuti kemanapun Laila membawanya.

Kenapa sensasi saat tangannya memegang tanganku terasa begitu familiar? Rasanya... Begitu nyaman. Tapi, disaat yang sama, genggaman tangan itu begitu menyiksa. Batin Railo.

***

Laila yang berlari sambil memegang tangan Railo melintas di hadapan seorang pria jangkung  berambut pirang kecoklatan, lantas perhatian pria itu teralihkan ke arah Laila.

Cewek itu! Mungkin kah.... Batin pria berambut pirang kecoklatan itu terhenti karena panggilan dari seseorang yang berada di belakangngnya.

"Reihan!" pria berambut pirang kecoklatan itu berbalik ke belakang, ke arah seorang wanita cantik berambut merah yang memanggilnya.

"Bukan Reihan! sudah ku bilang namaku Hansel! Hah! Berapa kali lagi aku harus ngingetin sih? Cuma Railo yang memanggilku begitu kak Sheela" ucap Hansel dengan menghembuskan nafas berat karena teringat kembali kepada sahabat lamanya yang beberapa waktu lalu pergi. Pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya. Railo Solita Alviano, sahabatnya sedari kecil, dan ia berjanji akan menjadi sahabat untuk Railo selamanya.

Ghost Dilema [END]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang