A Song For

65 3 0
                                    


>>Railo pov<<

Ini tepat satu bulan setelah aku terbangun di fountain itu. Dua minggu berlalu sejak hari dimana aku mengetahui lebih banyak tentang Laila yang ternyata memiliki kehidupan yang mirip denganku. Satu hari setelah aku mencoba untuk menyatuka puzzle ini dalam mimpiku.

Dan sepertin yang kuduga, Bulan marah kepadaku karena aku sering ke tempat Laila.

Tapi marahnya terus terusan ngacangin aku. Tipe ngambek paling nyakitin :v.  Karena ingatan tentang Bulan belum kembali, aku tidak tau kenapa ia mengikutiku. Tapi...

"E-e mudah-mudahan ingatanku cepat kembali dan kita bisa pergi ke dunia sana ya" ucapku mencoba membuka percakapan dengan Bulan yang hanya diam di sampingku.

"Berisik! Kamu fokus saja mengingat-ingat tempat yang terbayang dikepalamu" ucap Bulan dingin. Lalu berjalan mendahuluiku.

"Tapi Bulan, kalau kamu mau aku ingat semuanya, kenapa kamu nggak ceritain semuanya aja? Dari perlakuanmu padaku. Waktu pertama bertemu, kayaknya kamu kenal padaku? Atau mungkin kita dekat dulu? Kalau kamu cerita padaku, mungkin aku....." perkataanku terhenti karena Bulan yang juga tiba-tiba menghentikan langkahnya dan berbalik kearahku

"Nggak ada artinya kalau Railo nggak mengingatnya sendiri!" Bulan berkata datar lalu kembali membalikkan tubuhnya dan melanjutkan lamgkahnya.

"Eh?!" Aku ingin memanggilnya, namun suara yang kukeluarkan terdengar aneh. Terpaksa aku menyusulnya, namun tetap menjaga jarak dari Bulan.

"Lagipula kalau aku menceritakan semuanya padamu, kepalamu akan kaget dan mungkin badanmu nggak akan kuat dengan shocnya. Aku nggak mau kehilangan Railo lagi! Kamu bisa menghilang Rai" Bulan tidak berbalik kearahku, namun aku dapat menangkap kesedihan dari suara itu.

"Tapi Bulan, bahkan aku ingat tentang keluargaku yang berantakan itu, dan aku baik-baik saja" ucapku meyakinkannya.

"Kalau Railo hilang, jerih payahku waktu 'menarikmu' dulu akan sia-sia"

"Jerih payah apaan? Aku nggak ngerti. Bulan!"

Bulan tiba-tiba menghentikan langkahnya dan kulihat tatapannya tertuju pada satu titik. Aku mengikuti arah pandang Bulan, dan di seberang jalan, pria berambut pirang itu berlari dengan sebuah hardcase yang tersampir dipunggungnya, beserta masker hitam yang menutuupi wajahnya.

Bulan tidak mengatakan apapun dan langsung berjalan mengikuti pria berambut pirang itu.

"Reihan?" aku baru menyadari kalau pria itu adalah Reihan.

>>Author pov<<

Dengan nafas terengah, Hansel memasuki cafee milik orang tua Sunny.

"Syamsie!" panggil Hansel ke Sunny yang saat ini sedang memakan dorayaki yang berwarna pink.

"Sorry. Sorry" ucap Hansel seraya membungkukkan tubuhnya sebagai bentuk permintaan maaf dan mencoba untuk mengatur nafasnya setelah berlari lumayan jauh.

"TELAT TAU!" teruak Sunny, bahkan dorayaki yang tadinya telah berada di dalam mulutnya kini menyemprot kemana-mana.

"Capek ooyy!! 140 outfit dari jam 9 pagi capek tau!" teriak Hansel sedikit kesal.

"Kemaren katanya jam 4an udah bisa?! Buruan dah! Bang kong! Vokalisnya datang nih!! " teriak Sunny ke arah bang Kong sang drummer.

"Orait! (alright)" teriak bang Kong dengan bahasa Inggrisnya yang jauh dari kata pas-pasan.

"Let me breathe a bit won't ya'! (biarkan aku bernapas sebentar) motorku dipake sama om-om genit yang bekerja dibawah mama tau! Aku lari ke sini s*mpl*k" ucap Hansel dengan nafas yang masih sedikit terengah.

Ghost Dilema [END]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang