P A I N F U L : 23

1.5K 440 44
                                    

(masih) siders jauh-jauh, please












Lo duluan aja, Jen. Gue dijemput Bang Jihoon." Jeno menghentikan langkahnya. "Ngapain dijemput? Kan gue bisa anter lo?" protesnya. 

"Bang Jihoon lagi dideket sini, biar sekalian pulang. Lagian lo pasti capek," bohong Karin. Jelas, dia nggak dijemput Bang Jihoon. Dia mau ketemu Guanlin. 

"Yaudah gue tungguin sampai Bang Jihoon datang." Karin menggigit bibir dalamnya. Dia harus kasih alasan apa supaya Jeno mau pulang duluan? 

"Bentar lagi sampai, kok. Lo bisa pulang duluan." 

"Masa gue tinggalin lo sendirian?" 

"Disini banyak orang. Masih ada Jaemin tuh di sana." Karin menunjuk ke arah Jaemin yang beruntungnya masih ada di parkiran. 

"Beneran nih gue tinggal?" tanya Jeno ragu. Karin mengangguk. "Yaudah gue duluan. Lo nunggu bareng Jaemin aja, takut ada apa-apa," kata Jeno sambil memakai helmnya.  Karin melambaikan tangannya saat Jeno keluar area futsal dengan motornya. 

Karin menghela nafas lega. "Jeno maaf, gue bohong lagi," lirihnya. Dia buru-buru menjauh dari parkiran sebelum dilihat Jaemin. Karin menunggu di depan minimart sebelah tempat futsal. Guanlin baru mengiriminya pesan kalau cowok itu lagi di jalan.

Dia menopang dagunya dengan tangan. Menatap ke arah jalan raya yang lumayan ramai, tapi tatapannya kosong.

Akhir-akhir ini dia banyak berpikir. Apalagi setelah Guanlin tidak menghubunginya beberapa hari ini. Dia bingung haruskah dia terus bertahan dengan Guanlin? Sementara beberapa hari terakhir dia masih bisa hidup walau tanpa Guanlin. Eksistensi cowok itu seperti tidak berpengaruh banyak.

Setiap melihat Rachel, rasa bersalahnya semakin membesar. Terlebih saat melihat Jeno. Melihat sikap tulus cowok itu membuatnya merasa menjadi orang paling bodoh sedunia karena telah menyia-nyiakan kasih sayang tulus seorang Jeno.

Tidak jarang Karin berpikir untuk menyerah saja. Tapi setiap saat melihat Guanlin, niatnya itu menguap entah kemana.

Karin menghembuskan nafasnya berat. Berharap bebannya akan berkurang dan membuat hatinya sedikit tenang. Entah kenapa kali ini dia gelisah. Bahkan tangannya sudah basah karena keringat.

"Yin?" Karin tersentak saat seseorang memanggilnya. Kesadarannya kembali saat Guanlin melambaikan tangan di depan wajahnya.

Sejak kapan Guanlin sampai?

"Kamu ngelamun?" Tanya Guanlin. "Maaf ya aku lama." Guanlin menarik kursi kosong di depan Karin lalu mendudukkan dirinya di sana.

Mereka diam untuk beberapa saat. Membuat suasana mendadak canggung.

Guanlin yang tidak tahan akhirnya mengambil langkah duluan. Dia meraih tangan kanan Karin untuk dia genggam. "Maaf ya aku jarang ngabarin kamu beberapa hari ini," katanya.

"Aku--lagi banyak pikiran," lanjutnya. Nyalinya menciut begitu melihat raut muka Karin. Cewek itu diam dan menatapnya datar.

"Kamu marah?" Tanyanya.

Karin diam sejenak. Sebelum menjawab, "Mau kamu berulah kayak apa juga aku nggak berhak marah," katanya sambil menarik tangannya agar terlepas dari genggaman Guanlin.

Membuat cowok itu terkejut.

"Apa yang kamu rasain kalau lagi sama aku?" Tanya Karin.

Guanlin menatap Karin penuh tanya. Tidak mengerti arah pembicaraannya.

P A I N F U L ✘ [RE-PUBLISH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang