P A I N F U L : 49

1K 259 75
                                    

Udah pada bosan sama cerita ini ya :(













.

.

.

Hari ini untuk pertama kalinya setelah tiga bulan, gue pulang dan mendapati gue nggak sendirian di rumah besar ini.

Aroma harum masakan rumahan menyambut gue begitu gue masuk.

Dari aromanya saja gue udah tau ini masakan Mama.

Mama.

Mama gue pulang setelah hampir tiga bulan gue nggak ketemu beliau.

Jujur gue masih marah.

Marah sama diri gue sendiri, marah sama keadaan, marah sama Mama dan Papa karena mereka bilang akan bercerai tanpa memikirkan perasaan gue.

Tapi sebesar apapun amarah gue ke mereka, perasaan rindu ini selalu ada.

Gue kangen Mama.

Seberapa marahnya gue ke beliau.

Dalam hati kecil gue bahagia karena bisa melihatnya lagi.

"Ma." Mama masih berkutat dengan peralatan dapur saat gue memanggilnya. Celemek yang menempel di badannya membuat gue seperti melihat Mama yang dulu.

Mama yang masih suka bikinin gue bekal ke sekolah.

"Kamu udah pulang? Mama masak banyak buat kamu," Mama kelihatan antusias menunjukkan macam-macam masakan buatannya ke gue.

"Kamu ganti baju dulu terus makan." Untuk beberapa saat gue merasa bahwa tempat ini benar-benar rumah. Bukan tempat singgah seperti yang biasanya gue rasakan.

"Makan yang banyak, Sayang." Mama menaruh banyak lauk di piring gue. Ada sup, ada ayam kecap kesukaan gue.

"Makasih, Ma." Mama tersenyum. Beliau sibuk menatap gue menghabiskan makanannya.

Perasaan gue mulai nggak enak.

"Lusa sidang pertama Mama sama Papa kamu."

Kunyahan gue terhenti.

Nah, 'kan. Gue tau pasti Mama mau ngomong sesuatu.

"Mama akan perjuangkan hak asuh kamu. Tapi kalau nanti Papa yang menang, mungkin emang Papa kamu lebih bisa merawat kamu."

Ini yang gue nggak suka dari Mama. Mama mudah sekali mengalah.

Gue meletakkan sendok di tangan gue ke meja dengan kasar. "Mama udah nggak sayang sama Guanlin, ya? Emang Mama nggak mau perjuangin Guanlin?"

Bukan mau menghakimi. Gue cuma nggak ngerti sama jalan pikiran Mama.

Gue nggak mau milih antara Mama atau Papa. Kalau bisa gue mau dua-duanya. Gue mau keluarga gue utuh.

Tapi kalau memang terpaksa, gue mau sama Mama. Gue anak tunggal laki-laki. Sudah seharusnya gue menjaga Mama.

"Karena Mama sayang sama kamu, makanya Mama mau yang terbaik buat kamu."

Gue ngerti maksud Mama. Tapi, apa yang terbaik itu selalu diukur dengan uang?

"Kalo gitu Mama nggak sayang sama Guanlin. Papa juga," kata gue akhirnya.

"Karena kalau kalian sayang sama Guanlin, kalian nggak akan cerai."

Gue tau itu egois. Tapi, apa salah gue berusaha membuat keluarga gue utuh kembali?

P A I N F U L ✘ [RE-PUBLISH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang