P A I N F U L : 39

1.7K 436 64
                                    


15 menit pegang Premiere

30 menit main wattpad

😪😪😪

be a good readers, please






Ting!

Ting!

Ting!

Bunyi ujung kuku yang beradu dengan benda logam berwarna putih itu bergema di memenuhi seluruh sudut kamar Karin yang sunyi.

Ting!

Karin kembali menjentikkan jarinya pada benda perak di depannya hingga berbunyi nyaring.

Jam tangan dari Jeno dan gelang perak dari Guanlin yang mereka beri saat ulang tahun Karin beberapa waktu yang lalu.

Karin masih ingat kedua benda itu bermerk sama dan dibungkus dengan kotak serta pita berwarna sama.

Sampai sekarang dia masih merasa tidak pantas menerima kedua benda itu.

Gadis yang rambutnya masih setengah basah itu mengeratkan selimut pink yang membalut kakinya yang kedinginan.

Dia baru saja melakukan hal gila tadi sore. Hal gila yang tidak boleh dia sesali.

"Ucapan lo barusan, nggak bisa lo tarik lagi, Karin."

Selama Karin mengenal Jeno, dia tidak pernah mendengar Jeno berkata dengan nada setegas itu. Dan dengan garis wajah sekeras itu.

Jeno yang lembut dan jenaka seolah hilang entah kemana.

Karin tahu dia tidak bisa lagi menarik ucapannya lagi setelah itu. Bahkan jika Guanlin berlari menahannya dengan meninggalkan Rachel, Karin harus tetap pada pendiriannya.

Jeno membawanya pulang saat hari sudah petang.

Tidak ada yang bersuara sepanjang perjalanan. Hanya alunan lagu yang terputar random dari flashdisk biru milik Jeno yang tertancap di tape mobil ayahnya.

"Masuk, mandi, makan terus istirahat. Jangan lupa minum obat, badan lo anget." Itu kalimat terpanjang Jeno sejak mereka bicara lagi.

Jeno merasakan badan Karin gemetar saat dia peluk tadi. Gadis itu juga kelihatan pucat saat ini.

Karin mendongak, menatap wajah Jeno dari samping. Membasahi bibirnya yang terasa kering, sebelum membuka suara, "Jen, gue--tadi gue,"

"Nggak usah dipikirin. Anggap aja gue nggak denger apa-apa," sambar Jeno sebelum Karin menyelesaikan kalimatnya.

Pegangan tangannya pada setir mobil menguat. Dia masih betah menatap ke depan. Seolah jalanan gelap di depan rumah Karin lebih menarik daripada gadis di sebelahnya itu.

Karin menatap Jeno kecewa. Dia tahu Jeno tidak akan percaya ucapannya lagi. Dia memejamkan mata, mengumpulkan semua keberanian yang dia punya. "Gue serius, Jen. Gue mau lo jadi pacar gue," katanya dengan satu tarikan nafas. Mencoba meyakinkan Jeno kalau yang dia katakan bukan hanya bualan.

Kalimat Karin barusan berhasil membuat Jeno menoleh.

Kedua tangannya terjulur untuk mencengkeram bahu Karin dan memutar badan gadis itu agar menghadapnya.

Jeno bisa merasakan badan Karin menegang.

Jeno memberanikan diri menatap Karin tepat di mata. Mengabaikan tatapan takut gadis itu.

P A I N F U L ✘ [RE-PUBLISH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang