Chapter 27

30 5 0
                                    

Hari ini, di bawah langit mendung semua orang menyambutnya. Berbagai ekspresi telah id lihat satu persatu. Sang Ratu yang tetap berwajah dingin, Honoka yang tersenyum gembira, dan Giita yang menangis disana. Masih banyak lagi yang dilihatnya.

"Ku ucapkan selamat atas pernikahanmu, berbahagialah." Ujar sang Ratu yang diikuti seruan orang-orang yang membungkuk hormat.

Setelah itu pelukan Honoka menghambur padanya penuh suka-cita. "Selamat Sera... aku sangat senang mendapat kakak ipar sepertimu."

"Selamat Sera... sudah ku duga akan begini."

"Selamat Sera..."

Miris, andai mereka tahu apa yang ada dibaliknya senyuman ini tidak akan ada. "Terimakasih."

"Honoka, antar Sera ke kamarnya."

"Baii~k... Ayo Sera..."

Ruangan yang lebih mewah dan megah disbanding ruangannya pertama kali. Berhias bunga dan lilin yang tertata rapi.

"Bagaimana? Indah bukan... aku yang menghiasnya." Honoka dengan riangnya berputar-putar di tengah luasnya ruangan. Ikut menariknya untuk masuk dan melihat lebih jelas yang ada di dalamnya. "Sera, ... ini akan menjadi ruanganmu dan Akinari. Kau adalah keluarga kami sekarang ... kau juga tidak perlu kembali ke Easter, ya."

Tepat setelah itu Reol menjitaknya, "Perkataanmu bisa menyakitinya, bodoh."

"Ah, maaf ... seharusnya aku tidak bicara sepeti itu."

"Kalau begitu kami tinggal dulu ya..."

"iya..."

"Putri, ini penangkalnya dan bahannya ada di sana."

"Terimakasih, Yamaki."

"Beristirahatlah... sampai besok."

Hening kembali. Satu-stunya hal yang bisa dilakukan adalah merapikan ruangan ini agar dirinya bisa membuat penangkal dengan tenang. Langit masih saja mendung menghalau penerangan dari luar. Badai akan muncul.

Keesokannya hingga hari-hari berikutnya masih tetap sama. Hanya mendung yang ada. Ataukah matanya benar-benar monoton. Alisha memutuskan pergi ke taman walau angin berhembus cukup kencang. Hanya dengan sehelai kain ia gunakan sebagai perisainya menerobos udara menusuk ini.

Duduk dibawah pohon besar bersama dengan buku pengobatan yang selalu dibawanya. Terlalu kencang dan gelap membuat tulisan tampak tak jelas. Sekali lagi Alisha menghela nafas.

"Tidak bisa konsentrasi, kalau begini sama sa--!?"

Seseorang tiba-tiba menariknya dari belakang dan membawanya ke belakang istana. Baju serba hitam yang ditutup mantel coklat. Sebagian wajahnya tertutup hanya menampakkan mata sapphire gelapnya. Satu tangan digunakan untuk membekap mulutnya dan yang satu lagi diletakkan disamping kepalanya guna menahan tangan Alisha yang terus saja meronta.

"Nee... bagaimana rasanya ditiduri pangeran, Permaisuri yang terhormat?"

--Suara ini...

"Re...ol..."

Orang itu terkekeh mulai membuka penutup wajah dan tudungnya. Wajah yang tak asing lagi, itu benar Reol. Hanya saja tanpa kaca mata membuatnya berbeda. Apa yang didepannya ini benar Reol? Kalau iya, kenapa dia melakukan ini?

"Heee... Sasuga Ohime-sama da... Kau berhasil menebaknya."

"Apa maksudnya semua ini?"

"Kau bertanya apa maksudnya ... tentu saja karena AkU mEmBeNcI kAlIaN!!"

"Seenaknya memberikan hukuman mati pada keluargaku dan menjadikanku pengawal pribadi... menyuruhku bersusah payah mempelajari tentang pelajaran yang harusnya diterima pangeran itu, menggantikan tugasnya selama ia kabur dari istana terus menerus... apa-apaan itu!?"

"Selalu dibanding-bandingkan dengan Yamaki... Yamaki seperti ini, Yamaki seperti itu. Kau tidak akan tahu rasanya seperti apa... Semua orang menjauhiku,"

"Lalu Honoka?"

"Persetan dengan Honoka. Dia hanya mainanku ..."

Tidak bisa bergerak, tidak bisa melawan sedikitpun. Alisha benar-benar menyesal tidak membawa senjata hari ini dan meninggalkannya di kamar. Apa yang harus dilakukannya sekarang? Jika tidak...

"Kau tahu Hime-sama, ... Aku jatuh cinta padamu di saat pertama kali kita bertemu. Seorang pria harus bekerja keras demi mendapatkan seorang wanita, bukan? Aku sudah berusaha keras dan akhirnya aku bisa mendapatkanmu..."

"A-apa maksudmu? Le-lepaskan aku... Re...ol—"

"Itulah kenapa, aku mengatakan Akinari lokasi Rose berada dan membuatnya dalam bahaya."

"Tapi, Wild Wolf ada dalam genggaman kekuasaanku."

"Wild Wolf? Aku tidak pernah bicara tentang mereka... Yang kubicarakan adalah mereka, orang-orang dari suku pedalaman hutan terlarang, orang-orang yang membenci kaum bangsawan. Semua narapidana negerimu ada disana dan menjadi lebih kuat disana."

--bohongkan, semoga Akinari baik-baik saja...

"Kenapa wajahmu pucat begitu? Jangan-jangan... kau mengkhawatirkan Akinari? ...ne, lihatah aku yang ada di depanmu!!" Teriak Reol ditengah-tengah amarahnya. Wajah ramah dan tenang menghilang begitu saja dalam hitungan menit. Kemana Reol yang ramah? Kemana Reol yang selalu tersenyum?

"Hatiku meleleh saat melihatmu. Bahaya, senyumanmu berbahaya. Cara berjalanmu berbahaya. Tanganmu berbahaya. Kelembutan kulitmu berbahaya." Tangannya mulai menelusuri tubuh Alisha. "Matamu berbahaya! Lidahmu berbahaya!" Hingga sampai pada bibirnya yang tampak lembut.

"Kau akan menghancurkan para pria!!" Dia mulai mencobanya, menempelkan bibirnya dengan bibir merah muda Alisha.

Mencoba sekali, dua kali, tiga kali, ... itu membuatnya ketagihan bagai zat adiktif. Kemudian, ditelusup, diputar, dipilin, ... entah kenapa ia tidak bisa berhenti.

Alisha hanya pasrah. Jangankan meronta, bergerak saja rasanya mustahil. Cengkramannya begitu kuat. Baru kali ini dirinya benar-benar berharap penyelamatnya itu datang. Tapi, ... dia tidak ada di sini sekarang.

--Seseorang ...

"Sialan kau! Menyingkir darinya!"

"Aah, mengganggu saja!"

Sampai semua itu selesai Alisha masih tidak berani membuka matanya. Maringkuk disana sementara Yamaki dan lainnya mengejar Reol. Hokoka entah bagaimana jatuh terduduk di tempat yang tak jauh darinya. Sang Jendral Utama datang menghampirinya.

"Maaf untuk sebelumnya tapi, kau harus kami tangkap karena dianggap telah mengkhianati Pangeran. Nikmati hidupmu di dalam sel sampai hukumanmu ditentukan, Yang Mulia."

"Maaf, aku tidak sempat menangkapnya."

Alisha tak menjawab apapun yang dikatakan orang-orang disana hanya mengangguk ia anggap lebih dari cukup sebagai respon. Kakinya terus saja mengikuti kemana langkah orang-orang itu membawanya.

Ya, itulah penjara bawah tanah. Tempat yang lembap, kotor, dan dingin. Selimut saja mungkin tidak akan cukup untuk menghalau suhu disana. Rasanya ... ia bisa saja mati kedinginan disana.

--Matipuntak masalah sekarang...


A/N :

Yah... maaf update nya agak lama... ini karena ada dua hal pertama, banyak pr dan ekskul. dua, yang bikin part ini bukan aku... yang bikin Shun a.k.a Kira... :v

jadi updatenya ini tergantung kapan kira nyelesaiinnya... kalo aku... aku ada sedikit masalah jadi ga bisa fokus sama cerita...

jangan lupa vote dan commen kalau suka atau ada saran mengenai cerita ini...

Salam Kei Misora desu...

 

Kiri no YumeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang