3 - His Hidden Feeling

462 69 8
                                    

Jia kira setelah malam kemarin. Saat di mana dirinya dan Millo menghabiskan waktu berdua. Semuanya akan berjalan seperti kemarin. Millo menjadi manis pada Jia atau tak banyak tingkah. Karena jujur saja malam itu cukup berkesan bagi Jia, tapi mungkin tidak untuk Millo. Karena buktinya hari ini Millo kembali berulah.

Satu pack tissue milik Jia di ambil tanpa permisi oleh cowok itu. Dan berakhir mengenaskan bertebaran di lantai dan yang lainnya ia bagikan kepada semua teman cowok di kelas. Padahal Jia sangat membutuhkan benda itu. Jia sedang flu dan Jia tak bisa menahan kelangsungan pagi hingga sorenya di sekolah jika tanpa tisu. Jangan tanya kenapa, karena Jia selalu mengalami flu yang cukup menyebalkan; Hidung berair dan bersin - bersin sepanjang waktu.

Bodohnya Jia menyimpan tisu itu sembarangan tadi, di atas mejanya. Dan saat Jia pergi ke toilet sebentar bersama Kaelyn, cowok itu sepertinya melancarkan aksinya.

"MILLO!" teriak Jia saat pertama kali masuk kelas dan menyadari tisunya sudah tidak ada, apalagi dengan bukti cowok itu tengah memegang satu sheet tisu.

Millo tersentak dengan teriakan yang cukup memekakkan telinga, dan berhasil mencuri perhatian seluruh penghuni kelas XII IPS 3. Millo yang semula duduk di meja baris ke-4, tubuhnya yang semula membelakangi pintu masuk kini berdiri dengan gugup. Dia mengira orang yang berteriak adalah seorang guru. Namun, suara seorang guru di sekolahnya tidak ada yang seperti itu. Suara tadi lebih imut, apalagi dibandingkan dengan guru killer pelajaran Sejarah, sangat berbeda.

Millo berbalik tepat saat seorang perempuan yang tak lain adalah si peraih ranking 1 berturut-turut di kelasnya --Jiayu Tiara Adhiyaksa-- berjalan menuju ke arahnya. Setelah itu Millo menyadari bahwa tari teriakan Jia. Millo sendiri tak mengerti alasan apa yang membuat cewek itu berteriak keras kepadanya, persis seperti toa di mesjid dekat rumahnya.

Tapi toa mesjid lebih merdu sih.

"Kenapa?" tanya Millo heran.

Jia hanya diam seraya menatap Millo sinis. Ini bukan pertama kalinya Jia menatap Millo dengan tatapan seperti itu, dan Millo sudah sering mendapat tatapan sinis dari cewek di depannya. Jelas itu menggangu Millo, siapa yang suka ditatap seperti itu? Tidak, ada bukan begitupun Millo.

Millo tersenyum sinis. "Oh lo mau deket sama gue, lo baper karena tadi malam. Sorry, urusan kita udah selesai," ujar Millo yang terdengar ambigu bagi teman-teman sekelasnya. Sejurus kemudian beberapa anak-anak cewek di kelas berbisik-bisik. Mungkin sedang menerka-nerka ucapan Millo.

"Pede banget lo! Emang siapa yang baper sama cowok urakan kayak lo! Gue gak suka cowok yang selalu bikin masalah. Bisa gak sih lo satu hari aja gak ngusik hidup orang?!" Jia mengeluarkan uneg-unegnya.

Millo menjadi terpancing emosinya, ia yang semula hanya akan menanggapi ke-caperan Jia dengan santai. Sekarang sudah sangat marah karena ucapan Jia yang terang-terangan merendahkannya. Hell ya, Millo gak seburuk itu. "Emang gue ngapain lo satu hari ini hah? Gue bahkan gak ada ngomong sama lo? Bilang aja lo baper jadinya caper."

Jia semakin menajamkan pandangannya kepada Millo. "Mulut lo tuh udah persis kayak mulut cewek?! Muka sama kelakuan gak sinkron. Tampang doang yang plus, kelakuannya nol besar."

Kaelyn, teman sebangku sekaligus sahabat Jia masih berdiri di ambang pintu kelasnya. Ia melihat pertengkaran yang tengah terjadi dengan mulut menganga. Kaelyn bisa saja maju untuk melerai dua insan itu. Namun, setiap kali ia ikut campur. Kaelyn selalu berakhir ditendang keluar dari pertengkaran yang selalu menjadi tontonan rutin teman-teman sekelas. Pertengkaran satu minggu sekali atau dua kali yang selalu berakhir dengan Millo yang mengalah terlebih dahulu.

"To the point lo mau apa?"

"Gantiin tisu gue," ujar Jia seraya menunjuk tisu yang berserakan di lantai dengan jari telunjuknya.

"Tisu lo?"

"Iya."

Millo mengeluarkan satu pack kecil tisu dari dalam saku celananya. "Nih," ujarnya. Tangannya menyodorkan tisu itu kepada Jia dengan santai. Atau memang Millo yang berpura-pura santai.

"Gampang banget ya. Minta maaf dulu," ujar Jia. Namun, tangannya cepat-cepat mengambil tisu itu. Jia sudah tak tahan lagi dengan hidungnya yang gatal.

"Maaf, udah."

"Gak ikhlas! Yang ikhlas!"

"Maaf Jiayu, nanti gue gantiin lagi. Makannya kalau punya barang dijaga baik-baik, jangan kayak kemarin." Khusus untuk tiga kata terakhir Millo memajukan wajahnya dan berbicara dekat telinga Jia.

Jia mengerjapkan matanya. Terdengar beberapa teriakan dari teman sekelasnya yang berbunyi godaan. Jia tentunya malu, dan kesal kepada Millo

Dan Millo sama sekali seperti tak perduli, ia berlalu meninggalkan kelas bersamaan dengan bel jam istirahat kedua yang sudah berbunyi.

"Millo jangan kurang ajar!" seru Jia yang kesadarannya baru kembali.

***

Setelah keluar dari kelas Millo segera berlari menuju ke uks. Dada Millo rasanya akan melompat keluar, setelah pertengkaran dengan perempuan yang selama ini ia sukai semenjak masuk SMA itu. Jia, perempuan berpipi chubby yang selalu membuat Millo tersenyum. Perempuan cantik dengan sejuta pesonanya.

Millo memang selalu mengganggu Jia, karena Millo ingin dekat dengan perempuan itu. Dan hanya dengan cara itu lah Millo bisa selalu berbicara dengan Jia. Mungkin ini terdengar konyol, tapi begitu adanya. Mudah saja jika Millo seseorang yang pandai, pasti Millo bisa berbincang dengan Jia tanpa perlu mencari masalah. Millo hanya perlu belajar bersama dengan cewek itu dan bisa menjadi dekat satu sama lain. Namun, sayangnya Millo hanyalah murid dengan otak standar. Murid yang selalu malas-malasan dan ranking 20 paling bawah.

Millo membuka pintu UKS. Ia menghela nafasnya lega saat melihat tak ada siapapun di UKS siang ini. Millo mendorong pintu hingga menutup kembali. Dan ia langkahkan kakinya ke brankar. Dia duduk di atas sana seraya memainkan ponselnya.

Millo M : I've make one mistake again and again

Nolan H : makannya mas jangan sembarangan nyuri barang orang

Calvin S : Tolol banget sih, tisu gebetan lo curi.

Calvin S : T O L O L

Nolan H : Sesungguhnya saudara Millo telah kalah sebelum memulai

Calvin S : Mundur aja bro, lo gak mau kan ditolak cewek. Jangan malu-maluin sahabat lo ini.

Millo M : Motherfucking, shit, damn! Fuck y'all.

Nolan H : Bayar! Millo bayar woy!

Calvin S : Attention please. Caution, all bad words (curse) is forbidden to use at here. If you doing that, you must pay 50K

Millo H : Gak kebaca gue pakai headset

Calvin S : Generasi micin

Nollan H : Pada di mana? Gue di kantin sendiri

Millo H : Vin, war kuy

Calvin S : Banyak tugas, gak bisa gue. Bu Endang marahain gue lagi, Sosio bab 2 gue masih C belum lulus.

Nollan H : Tolong jangan campakkan aku Mas. Aku tak sanggup menjalani semua inih!

Calvin S : Gue gak baca gue pakai headset

Millo H : Gue ss, send ke Kaelyn. Muehehe

Nollan H : Anjing si Millo, woy gue hajar lo!

Millo terkekeh, ia merebahkan tubuhnya di brangkar lalu meletakan ponselnya di atas dadanya. Lengannya ia gunakan untuk mengahalau sinar mentari yang memasuki netranya. Seperti biasa penyakit malas sedang melanda dirinya. Untuk jam pelajaran ke-3 dan ke-4 Millo akan menghabiskan waktunya di UKS.

Say Hi! Millo(ve)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang