11 - Not Alright

275 53 0
                                    

"Timezone ya, please." Jia merajuk seraya menunjukan puppy eyes nya. Jia terus saja menarik - narik tangan Millo, tak peduli Millo malah menunjukan raut muka kesalnya. "Gak mau," balas Millo.


"Millo jahat, Jia gak suka."

Millo memandang Jia. Ia lalu tertawa setelah melihat duck face Jia. "Gak mau Jiayu Tiara Mahendra, Millo nya gak mau. " Ia lalu mencubit pipi chubby Jia. "Ih Millo jangan diuyel - uyel pipi gue, sakit tau! Jangan ganti marga gue mulu juga! Adhiyaksa, Millo bukan Mahendra!" protes Jia. Jia memukul lengan Millo untuk menghentikan cubitan Millo di pipinya. Jia tak mau pipinya bertamabah chubby karena kelamaan di cubiti Millo dengan tak berperasaan.

Millo hanya cengengesan seraya melepaskan cubitannya di pipi Jia. Bagi Millo mengoda jia seperti itu, kemarin - kemarin sangat sulit diwujudkan. Cewek itu mungkin tak tau bagaimana Millo mati - matian menahan rasa gemasnya setiap Jia mengunyah makanan denagn pipi mengembung. Jia juga tak tau Millo selalu memandang setiap gerak - geriknya. Hanya Millo dan Tuhan yang tau mungkin, dan mungkin Millo juga. Tetapi cowok itu lebih suka mengabaikan setiap kelakuan nyeleneh Millo.

"Millo ya, please?" Jia menyatukan telapak tangannya. Ia belum menyerah memohon kepada Millo rupanya.

Dan Millo akan tetap kekeuh dengan pendiriannya. Millo memeriksa waktu di jam tanganya. Sudah cukup malam jika ingin pergi ke timezone terlebih dahulu. Millo tak ingin Jia terlambat pulang ke rumah. "Pulang aja ya," ucapnya. Millo memilih berdiri, namun Jia masih setia duduk, cewek itu mencebikkan bibirnya seraya bersilang dada.

"Jia, please. Udah jam 20:15. Gue gak mau lo dimarahin bokap lo karena pulang kemaleman," ujar Millo.

Jia menghela napasnya lelah. "Gue gak mau pulang ke rumah," jawabnya lirih.

Millo terdiam sejenak, ia lalu tersenyum tipis. Baginya terlalu mudah untuk mengartikan raut wajah Jia yang kini mendadak murung. Beberapa tahun lalu pun, Millo sudah sering melihat sisi lemah ini dari sosok perempuan yang selalu berada di ruang hatinya. "Ada masalah sama bokap lo?" tebak Millo tepat sasaran. Karena sejurus kemudian Jia menganggukan kepalanya. "Lo gak boleh lari dari masalah Jia."

"Satu hari ini ijinin gue nginep di apartemen lo."

Kedua alis Millo saling bertautan. Millo bisa saja mengijinkan Jia berdiam diri di apartmentnya. Namun Millo sadar, Millo salah jika membiarkan itu terjadi. Sebandel - bandelnya Millo, Millo tak akan kabur jika memiliki masalah dengan orang tuanya. Memang benar terkadang Millo pergi sejenak dari rumahnya. Tapi beberapa waktu kemudian Millo akan kembali ke rumahanya dan menyelesaikan permasalahan yang terjadi hari itu juga. "Nggak, nggak boleh, gue gak ijinin," ucap Millo tegas.

"Fine, gue bisa nginep dimanapun gue mau. Kalau lo gak mau nampung gue." Jia berbicara dengan nada ketusnya.

Millo cukup terkejut dengan jawaban Jia, ia tak menyangka akan mengucapakan kata - kata itu. Sisi Jia yang ini, baru Millo ketahui sekarang.

Jia berdiri lalu ia melangkahkan kakinya. Dan Millo hanya memandang punggung cewek itu. "Argh," rutuk Millo. Millo tak bisa untuk tak mengejar cewek itu.

Millo keluar melangkahkan kakinya keluar dari kedai kopi. Dengan cepat Millo berlari, ia mencoba mengejar Jia yang keberadaannya tak jauh di depannya. Millo mengekori perempuan itu hingga ke pintu keluar department store yang ia kunjungi sekarang.

Millo berhasil mengejar Jia. Tangannya meraih lengan Jia, ia menggenggam erat tangan Jia. Jia terlihat cukup kaget ketika tangannya dipegang. "Lepasin Millo," ucap Jia dengan suara yang terdengar serak.

"Lo berubah ya, lo bikin gue kaget dengan kepribadian baru lo ini. Gue gak nyangka lo sekarang jadi anak yang suka kabur - kaburan dan lari dari masalah kayak orang useless. Seharusnya kalau lo punya masalah lo selesain. Gak tau itu hari ini atau besok. Lo boleh ngehindar sejenak, buat dinginin otak lo. Tapi lo harus selalu inget, di mana tempat lo harus pulang."

"I don't wanna hear your advice, sorry," balas Jia. Jia berusaha keras menyingkirkan telapak tangan Millo yang tengah menggenggam tangan kanan Jia erat.

Jia sebenarnya tak tau dia harus pergi kemana malam ini. Satu - satunya orang yang terbesit di pikirannya saat Jia keluar dari rumah adalah Millo.

Bagaimana dengan Shindy? Jia bisa saja menginap di rumah sahabatnya itu. Tapi tak mungkin Jia datang malam - malam seperti ini ke rumah Shindy. Itu bukan perilaku yang baik, apalagi mengingat orang tua Shindy yang cukup memperhatikan tata krama orang yang masuk rumahnya.

Dan kini Millo, si orang yang Jia percaya akan memberikannya bantuan justru menolak permintaan Jia.

"Lo harus pulang biar gue antar."

"Gue gak mau pulang Millo! Lo tuli ya!"

Millo menatap Jia gusar. Ia tak mengerti lagi kenapa perempuan itu kini menjadi keras kepala seperti ini? Tapi, Millo tak mungkin membiarkan Jia pergi seorang diri dan dengan tujuan yang belum jelas.

Millo menghela napasnya sejenak, ia mencoba berpikir jernih. "Okay, just one night. I'm allowed you."

Ucapan Millo sukses membuat senyum terbit di wajah Jia. "Thanks," ucap Jia.

Say Hi! Millo(ve)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang