19 - Realize

227 41 0
                                    

"Bagus gak sih baju yang ini?" tanya Kaelyn yang Jia rasa sudah tak dapat ia hitung lagi. Sahabatnya itu terlihat berulang kali bolak - balik memilih baju lalu masuk ke kamar pass.

"Iya bagus, semua yang dipake lo pasti bagus." Shindy berhiperbola, Jia yakin seratus persen Shindy juga sudah sangat jenuh dengan kelakuan Kaelyn.

"Masa sih?" Kaelyn menunjukkan raut wajh tak percaya. Karena itu Jia tersenyum manis seraya menjawab, "She's right, You always fit with every outfit which you wear."

"Okay, I'll take this one." Kaelyn menjadi tersenyum tersanjung dengan pujian jia. "Come in to mama honey," ucap Kaelyn kembali yang pastinya untuk dress nya yang berwarna hitam yang tengah ia pegang kini.

Jia dan Shindy saling berpandangan seraya menahan tawanya. "Temen lo tuh Jia," ujar Shindy.

"You too."

Setelah membeli dress di butik yang tak lain di butik milik bunda Jia. Kini Jia dan dua sahabatnya pergi ke salah satu café untuk mengisi perut yang sudah mulai terasa keroncongan.

Memilih baju ternyata cukup melelahkan ternyata, ralat Jia hanya menemani Kaelyn dan Shindy. Tapi, jika dengan Shindy saja mungkin Jia tak akan terlalu selelah ini. Shindy bahkan tadi tak berniat membeli dress, hanya saja Kaelyn yang memaksa dan sekaligus membelikannya untuk Shindy. Jia tidak memilih satu pun dress di butik bundanya, walaupun ia bebas boleh memilih yang mana saja tanpa mengeluarkan uang sepeser pun. Tapi pada dasarnya Jia tak terlalu suka menumpuk baju, jika baju yang di lemarinya masih bagus dan bisa dipakai.

"Anjir, gue capek banget nungguin lo." Shindy mengutarakan uneg - unegnya pada Kaelyn.

"I'm sorry to make you waiting too long guys. I'm just, you know cewek kan emang gitu. Apalagi desain dress di butik bunda Jia unyu unyu banget. Gue pengen beli semuanya sebenernya."

Shindy berdecak. "Pengen nampol biar sadar." Kaelyn cengengesan.

"Mau pesen gak nih?" tanya Kaelyn kepada kedua sahabatnya.

"Pesen aja," jawab Shindy.

"Jia lo mau pesen apa?"

Jia tak terlalu mendengarkan pertanyaan Kaelyn. Dia menjadi banyak melamun setelah pulang sekolah memang. Karena ia merasa bersalah kepada Millo. Kenapa gue malah marah sih tadi sama Millo.

Jia baru sadar dari lamunannya saat Shindy menyenggol lengannya seraya bertanya, "Are you okay?"

"I'm not," jawab Jia.

"Kenapa sih ada masalah sama Millo?"

"Mana mungkin, baru jadian juga." Kaelyn menimpali.

"Cuman masalah kecil doang kok, I'm truly fine girls, stop looking at me like that."

***

"Abis dari mana kak?" pertanyaan itu langsung terdengar setelah Jia memasuki rumahnya.

Jia menatap Sandy dari atas hingga bawah, penampilan adiknya itu sangat rapi malam ini, untuk itu kini Jia memandang Sandy dengan tatapan menggoda. "Cie... mau ngapel ya San? Ututu udah gede ya adek kakak," goda Jia.

Sandy cengengesan. "Mumpung gak ada Ayah sama Bunda, kasihan cewek gue gak pernah gue ajak jalan."

"Jangan pulang kemaleman." Jia menjeda ucapannya, "Sekarang jam berapa?"

Sandy melihat ke jam tangan yang melingkar di tangan kirinya. "19.30," jawabnya.

"Jam 10 harus udah ada di rumah. Jangan aneh – aneh sama pacar lo. No hands, no drunk, no drug!"

Sandy berdecak kagum dengan aturan yang dibuat kakaknya dengan secepat kilat. "Me? Not likely. That's not my way. I know the limit."

"Okay, I know it. But, you just have to mark my words."

"Yeah, I got it."

Setelah itu Sandy segera melangkahkan kakinya kembali. Jia terkekeh saat melihat punggung adiknya, rasanya lucu saat melihat saat ini Sandy sudah mempunyai kekasih. Padahal kemarin - kemarin Jia masih ingat saat dirinya harus mengganti celana Sandy saat adiknya itu pipis di celana atau pup. Namun saat ini adiknya bukan bayi lagi, dia sudah remaja.

Jia menghela napasnya saat menyadari dirinya kembali sendiri di rumah. Rumahnya memang memiliki art namun hanya saat pagi hingga sore saja, saat pukul 5 semua art telah pulang ke rumahnya masing - masing.

Dengan langkah pendek Jia menaiki barisan tangga yang terhubung dengan lantai dua, laantai di mana kamar Jia berada. Sehabis masuk ke kamarnya Jia segera menyimpan tasnya, ia duduk di atas ranjangnya. Jia terdiam cukup lama dengan pandangan yang jatuh ke arah peralatan solat yang ia letakan di atas nakasnya. Jia berdiri, ia lalu mengambil peralatan solat itu.

Kemudian Jia menggelar sajadah menghadap ke arah kiblat. Dia berencana untuk solat Isya, ia memang belum melaksanakan solat wajib itu saat ini. Biasanya jika Jia sudah berpergian dan pulang di saat waktu setelah solat Isya dalam posisi ia belum melaksanakan kewajibannya sebagai umat Islam, Jia sering kali melalaikannya. Jia lebih memilih segera tidur karena sudah lelah. Tapi, kali ini semagat Jia untuk beribadah seolah sedang dipuncakknya. Dengan cepat Jia berjalan ke arah kamar mandi untuk mengambil wudu setelah menggelar sajadah tadi. Really thanks for Millo Mahendra, batinya. Peralatan solat yang akan Jia pakai memang pemberian dari cowok itu.

Dan kin mukena berwaran putih dengan bordir bunga di beberapa bagiannya terlihat sangat indah di tubuh Jia.

Say Hi! Millo(ve)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang