34 - Good Day

232 41 15
                                    

Langit ibukota kembali bersedih, rintik-rintik air menuruni bumi saat matahari baru saja terbit satu jam yang lalu.

Jia terbangun dengan pipinya yang lembab seolah-olah dia juga baru saja menangis seperti langit ibukota pagi ini. Atau mungkin Jia memang menangis dalam mimpinya tapi dia lupa. Mengabaikan wajahnya yang sembab. Perempuan itu melangkahkan kakinya ke kamar mandi.

Hari ini, hari yang sangat ditunggu Jia. Hasil belajarnya selama 6 akan segera diterimanya. Walaupun, Jia yakin nilai-nilainya tak ada yang turun. Tapi, tetap saja dia cemas.

Tak butuh waktu lama untuk Jia membersihkan tubuhnya. 10 menit kemudian Jia sudah rapi dengan seragam yang melekat di tubuhnya. Kedua manik Jia melihat ke arah cermin di depannya. Benar saja kedua matanya terlihat memerah dan kantung matanya membengkak. "Gue mimpi apa tadi malam sampai mata bengkak gini?"

Waktu telah menunjukkan pukul 06.25 WIB. Dengan terburu-buru Jia segera menyapukan baby powder di wajahnya. Jia tak punya waktu untuk sekedar berdandan.

***

"Muka kamu kenapa bengkak gitu?" tanya ayah Jia yang pagi ini tengah membaca koran dan menikmati secangkir kopi panas di ruang keluarga.

"Gak tau tiba-tiba aja kayak gini," jawab Jia.

"Kamu ada masalah sama Millo?" tanya ayahnya lagi.

Memang tengah ada masalah tapi, Jia tak mau ayahnya tahu. Untuk itu dia menggelengkan kepalanya.

"Gak tau mimpi apa, tau-tau pagi tadi udah kayak gini."

Ayahnya meletakkan koran yang semula mengambil semua fokusnya. "Kamu kalau ada masalah cerita jangan dipendem gitu. Kamu nangis di mimpi kamu itu artinya kamu lagi capek."

Jia mengangguk paham. "Iya, kapan-kapan Jia cerita sama ayah."

Ayah tersenyum simpul.

"Jia berangkat ya Yah. Assalamualaikum," ujar Jia menyalimi ayahnya.

Jia menolehkan wajahnya ke kanan ke kiri. "Bunda mana?" tanyanya

"Ada di dapur lagi masak ditemenin Millo?"

"Millo?"

Ayah mengangguk, "Setengah lima tadi dia udah ke sini."

Jia kembali mengangguk paham.

"Oh ya. Ayah, Jia mau ambil jurusan hubungan internasional."

Jia menelan ludahnya karena ayah tak kunjung menjawab perkataan Jia. Seulas senyuman tersungging di bibir ayah, membuat Jia sedikit lega. "Jikalau itu keinginan kamu dan kamu yakin dengan apa yang mau kamu jalani ayah hanya bisa menyetujuinya. Ayah yakin kamu tau mana yang baik, dan ayah tau kamu punya keinginan untuk masa depan kamu.

Jia memeluk ayah, dia tak menyangka ayah akhirnya luluh. "Makasih ayah udah setuju sama keputusan Jia."

Sandy mengerjapkan matanya berulang kali ketika melihat hal yang tak biasanya terjadi. "San, ikutan dong pelukannya biar kayak Teletubbies."

Celetukan Sandy ditanggapi dengan kekehan oleh Jia.

***

"Selamat," ucap Millo seraya mengulurkan tangannya kepada Jia.

"Buat apa?" tanya Jia yang belum konek dengan maksud Millo memberi selamat dan menjabat tangan Jia.

Millo menatap Jia gemas. Dia pun mencubit pipi Jia. "Kamu kan ranking satu lagi," ujar Millo.

Jia tersenyum. "Oh, iya ya," ucapnya. "Traktir aku ya, kan aku dapat ranking 1. Kamu juga masuk 10 besar gara-gara aku. Banyak banget tuh kamu naiknya," ujar Jia

Say Hi! Millo(ve)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang