10 - When We Were Young

286 54 0
                                    

Adele - When We Were Young

***

Seorang gadis kecil nampak menangis seraya terus berlari. Dia meninggalkan taman sambil terus terisak. "Hiks.. hiks.. Kalian jahat sama Jia, Jia benci kalian. Jia gak mau temenan sama kalian!" pekik Jia. Ia lalu menyeka air matanya dengan tangannya.

Jiayu Tiara Adhiyaksa , gadis kecil itu kembali menangis oleh teman – temannya. Jia menangis karena temannya mengolok – olok nya. Mereka selalu mengolok –olok Jia dengan sebutan gendut. "Jia cantik, Jia gagk gendut." Jia terus menyuarakan kalimat itu. Jia kecil ingin membuat dirinya lebih percaya diri dan Jia ingin berhenti menangis, gadis kecil itu tak ingin membuat dirinya seolah terlihat sangat lemah.

Dan tak jauh di belakang Jia. Nampak seorang cowok berlari dengan dua bush es krim di tangannys. "Jia berhenti, Jia tungguin Millo!" teriak cowok yang berumur 7 tahun itu. Cowok itu terus berlari mengejar Jia.

"Nggak mau, Millo sana jauhin Jia! Millo jahat udah tinggalin Jia sendirian!"

"Jia berhenti!" Millo mempercepat langkahnya, ia berlari sekuat tenaga mengejar Jia.

Akhirnya Millo bisa menselaraskan jaraknya dengan Jia.

"Kenapa kamu gak berhenti?" tanya Millo ia menundukan tubuhnya. Millo kecil berusaha mengatur napasnya yang masih terengah – engah.

Jia sudah menghentikan larinya. Ia memandang Millo di balik air mata yang terus meleleh. "Millo jahat, Millo tinggalin Jia. Jia digangguin anak - anak komplek tadi, mereka bilang Jia gendut," adu Jia kepada sahabatnya itu.

Millo memandang Jia cemas. "Maafin Millo. Millo kelamaan ya beli es krimnya?" tanya Millo dan dibalas oleh anggukan dari Jia.

Millo tersenyum tipis. Ia menyeka air mata Jia dengan jarinya. "Maafin Millo ya, Millo janji gak bakal tinggalin Jia lagi."

"Janji?" tanya Jia seraya tersenyum, gadis kecil itu menaikan jari kelingkingnya. "Janji," jawab MIllo.

Millo tersenyum lebar seraya menautkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking Jia.

***

"Shindy, gue ketemu dia lagi," ujar Jia. Ia tak bisa menutupi rasa senangnya karena bisa melihat kembali teman semasa kecilnya.

"Si Millo, Millo itu?" tanya Shindy, Jia mengangguk dengan bibirnya yang terus menyunggingkan senyuman.

Millo Mahendra, teman semasa kecilnya itu ternyata kini bersekolah di SMA yang sama dengan Jia. Sungguh keajaiban bisa melihat cowok itu kembali setelah 3 tahun Jia tak mengetahui kabarnya.

Dulu Jia sudah mencari cowok itu, dengan cara apapun untuk bertemu kembali dengannya. Jia menanyakan perihal kenapa Millo pindah rumah kepada bundanya, dan bunda hanya bilang keluarga Millo membeli rumah baru. Jia bertanya kepada teman – teman satu SD, tapi semua teman seangkatannya itu bilang tidak tau. Dan Jia pun mencari cowok itu di social media. Namun semuanya sia – sia. Cowok itu seolah menghilang ditelan bumi. Millo bahkan tak pernah menghubunginya setelah hari pelulusan di sekolah dasar, dan cowok itu tak meninggalkan kontak apapun untuk Jia.

Tentu JIa merasa kecewa pada sahabatnya itu. Namun hari ini perasaan senang lebih mendominasi hatinya.

Semingu setelah Jia melihat Millo, cowok itu kini berpapasan dengan Jia dan Jia berusaha tersenyum semanis mungkin kepada teman masa kecilnya itu. Jia kira Millo akan membalas senyumnya saat tatapan matanya bertubrukan dengan tatapan Jia. Namun, cowok itu bersikap acuh tak acuh. Ia seolah tak mengenali Jia dan tetap meneruskan langkahnya tanpa menyapa Jia sedikitpun.

***

"Bunda, Jia kenapa?" tanya Erina kepada bundanya.

"Lho, emangnya dia kenapa?" tanya bunda dengan kernyitan di dahinya. Bunda tak melihat Jia saat memasuki rumah tadi. Pasalnya perempuan yang memiliki tiga anak itu baru saja memasak di dapur saat Jia datang.

"Erina tadi liat Jia nangis pas masuk ke kamarnya. Erina udah ketuk pintu kamarnya, tapi Jia gak bukain Erina pintu."

Bunda segera berjalan dengan langkah tergesa menuju kamar putri keduanya itu yang terletak di lantai dua.

Bunda mengetuk pintu kamar Jia. "Jia, ini bunda sayang. Bunda boleh masuk kan?"

Tak lama Jia membukakan pintu untuk bundanya, ia segera memeluk tubuh bundanya seraya terus menangis. Tangisan Jia semakin kencang ketika bunda bertanya, "Jia kenapa? Kamu cerita ya ke bunda kamu kenapa? Ada yang jahili kamu di sekolah?" tanya bunda Jia lembut. Tangannya terus mengelus punggung putrinya.

"Millo, bunda," jawab Jia lirih. Bunda meregangkan pelukan di tubuh Jia. Ditatapnya wajah putrinya lekat. Bunda mengembangkan senyumnya. "Kenapa sama Millo? Kamu kangen Millo ya?" Bunda menyeka air mata yang menuruni wajah Jia.

"Bukan itu, Jia ketemu sama Millo lagi bunda. Bunda, Millo kayaknya gak inget Jia lagi. Dia tadi gak nyapa Jia waktu ketemu. Millo satu sekolah sama Jia bunda."

"Mungkin Millo gak ngenali kamu, karena sekarang kamu makin cantik."

"Beneran bunda?"

Bunda menganguk seraya tersenyum kepada putrinya yang memang masih selalu manja padanya, walaupun Jia sudah masuk SMA. "Jia jangan nangis lagi ya, percaya sama bunda. Millo masih inget kamu, dia nanti bakal puji kamu karena kamu sekarang makin cantik."

Jia terkekeh, ia merasa tenang mendengarkan setiap perkataan bundanya. Jia selalu merasa percaya diri kembali setiap bundanya menyemangati Jia dengan setiap perkataan positifnya itu. Jia bahagia, dia memiliki seorang ibu yang sangat mengerti dirinya. Dan kini Jia percaya suatu hari nanti Millo akan menjadi teman dekatnya. Millo Mahendra akan selalu melindungi Jia lagi dan cowok itu akan berada di sisi Jia kembali.

Say Hi! Millo(ve)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang