Special Chapter - Akomodasi

323 39 17
                                    

Sempet lupa point penting ini gara-gara kelamaan hiatus sampai hampir 3 bulam. Untuk itu aku mau jelasin secara mendetail di chapter ini. Alasan ayah Jia akhirnya luluh juga.

Dan spesial juga karena aku lagi bahagia karena nilai UNBK ku paling tinggi di jurusan IPS. Iya aku anak IPS emang.

Siapin mata kalian karena ini 2k lebih. Semoga kalian suka.

Happy reading

***

Akomodasi : Penyesuaian sosial dalam interaksi antara pribadi dan kelompok manusia untuk meredakan pertentangan

***

Pada hari-hari tertentu Jia akan merenung di balkon kamarnya. Seperti hari ini. Dimana pandangannya menerawang ke atas sana menatap langit malam yang dihiasi beberapa bintang yang berkerlip. Dada Jia bergemuruh bersamaan dengan air matanya yang mulai menyeruak keluar dari persembunyiannya. Lagi, Jia merefleksikan dirinya sebagai salah satu bintang di langit Jakarta yang sinarnya redup terkalahkan lampu-lampu dari gedung pencakar langit.

Omongan ayahnya siang tadi kembali terputar di pikirannya menggerogoti semua rasa percaya dirinya.

"Ayah gak ngerti lagi sama kamu. Kamu harusnya bersyukur, ayah sudah plan hidup kamu sedemikian rupa. Kalau kamu turuti apa yang ayah perintahkan, masa depan kamu akan jelas. Kamu akan sukses seperti ayah."

Dan Jia yang sudah tak sanggup lagi mendengar omongan ayah yang selalu berhasil membuatnya down hanya bisa terdiam seraya menundukkan kepalanya. Bundanya yang berdiri di belakangnya terus mengelus punggung Jia. "Kamu masuk kamar aja ya. Biar bunda yang ngomong sama ayah kamu," bisik bunda lembut di telinga Jia.

Jia menatap bundanya dengan air mata yang sudah menggenang di pelupuknya. Dia ingin mengikuti ucapan bundanya. Namun takut akan mendapatkan amukan dari ayahnya. Bunda meyakinkan Jia melalui tatapannya, lalu kedua tangannya mendorong punggung Jia perlahan agar segera beranjak dari ruang keluarga.

Jia melangkah panjang. Dia berlari menaiki tangga mengikuti ucapan bundanya agar segera pergi ke kamar. Teriakan menggelegar terdengar saat kaki Jia telah melangkah di sebagian anak tangga.

"Jiayu berhenti kamu! Kembali ke sini, ayah belum selesai bicara!"

Jia tak menghiraukan ucapan ayahnya. Dia tetap melanjutkan langkahnya, menarik kedua tungkainya agar segera sampai di kamarnya.

Sayup-sayup terdengar di pendengaran Jia suara-suara saling bersahutan di bawah sana, yang dia ketahui adalah bundanya yang tengah beradu argument dengan ayah.

"Puas kamu belain anak kesayangan kamu itu!" teriak ayah.

"Ya, puas. Seenggaknya aku bisa lindungin dia dari didikan otoriter kamu," balas bunda.

Raut wajah ayah nampak tersindir dengan ucapan istrinya itu. "Dasar pembangkak, pantas saja anak kamu seperti itu."

"Gak cukup kamu atur-atur kehidupan anak kita mas? Apa kamu lupa dengan apa yang sudah terjadi kepada Erina dua tahun lalu? Kamu lupa anak kita hampir gila dengan didikan kamu itu? Kamu mau buat Jia sama seperti Erina?!"

"Aku tahu apa yang terbaik untuk anakku. Kamu jangan coba campuri rencanaku ini!"

"Kamu mau Jia seperti Erina, benar kan itu yang kamu? Kamu mau Jia bolak-balik club dan juga hampir mencicipi barang haram seperti Erina dulu!"

Jia menutup kedua telinganya dengan kedua tangannya. Namun, apa yang dia lakukan tak membuat teriak-teriakan itu menghilang.

"Dan Jiayu anakku juga! Anak kita! Biarkan dia mengatur hidupnya sendiri. Biarkan anak kita merancang masa depannya!"

Say Hi! Millo(ve)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang