16 - BFF

235 44 0
                                    

"Gue tau hari ini gue ganteng banget, jadi gue rasa lo bakal mulai suka gue. :) I love you, and you will answer that you love me too. I bet for that"

Jia tertawa lebar setelah membaca note dalam origami yang ditulis Millo. Jia awalnya mengira Millo akan menuliskan kata - kata gombal, namun di luar dugaan, cowok itu tetap saja memuji dirinya sendiri.

"Over pede banget sih nih cowok," gumam Jia. Dan sehabis Jia mengatakan itu punggung tangan Shindy menempel di dahinya. "Gak panas kok Kaelyn," ujar Shindy kepada Kaelyn.

"Ih, tuh kan temen kita ini udah mulai kena virus Millove," balas Kaelyn.

Jia terkekeh kecil. Ia tak memperdulikan godaan dua sahabatnya. Ia memilih kembali menikmati makanan yang baru ia pesan. Bukan karena Jia mengakui bahwa dirinya sudah terserang virus yang dinamai oleh Kaelyn dengan virus Millove. Karena mengenai hal itu, Jia tak yakin dengan hatinya. Dan Jia juga tak yakin kepada Millo, apakah cowok itu benar - benar menyukainya atau hanya sedang main - main saja. Kendati demikian sepertinya Jia lebih condong kepada opsi kedua, bahwa Millo hanya sedang main - main dengan Jia. Ya, tapi jika benar demikian Jia akan marah tentunya. Namun untuk sekarang Jia hanya akan mencoba larut dengan setiap step yang dilakukan Millo saja.

"Jia, gue mau tanya." Shindy memandang Jia terlihat serius, dan Jia memilih meletakkan garpu yang ia pegang di piring kembali. "Apa?" tanya Jia.

"Kapan lo jadian sama Millo?"

"Eum, dua hari yang lalu mungkin."

"Dimana?"

"Apartemen dia."

Shindy menyipitkan matanya. "Ngapain dua hari lalu lo di apartemen Millo?"

"Belajar bareng, emang kenapa sih?"

"Bukannya jadwal belajarnya akhir pekan." Kali ini Shindy yang menimpali. Cewek itu melihat Jia dengan raut wajah penasaran yang cukup membuat Jia kesal.

"Kaelyn jangan liatin gue kayak gitu," protes Jia.

"Gini ya, gu jelasin deh. Biar lo semua gak kepo mulu. Pertama gue belajar bareng sama dia kenapa hari rabu soalnya akhir pekan Sonya, adeknya ulang tahun. Dan kedua gue emang sering ke apartemen dia satu bulan ini cuman buat belajar bareng doang," jelas Jia.

Shindy mengangguk - anggukan kepalanya, mengerti dengan penjelasan Jia. Dan Kaelyn hanya ber-oh ria lalu kembali meminum jus jeruknya melalui pipet berwarna biru di gelasnya.

"Percaya kan? Gue gak ngapa-ngapain sama Millo sumpah. Tuh cowok kelihatan risih kalau ngelakuin skinship."

"Bagus dong," ujar Shindy dan diangguki oleh Kaelyn.

"Lo emang butuh cowok yang kayak gitu. Bukan kayak dia, cowok brengsek yang hampir ngerusakin lo."

"Shindy, you must stop. Don't talking about that again, just enough."

"Gue juga males ngedengernya, lo tau gak sih kalau gue ketemu dia lagi. Gue bakal tonjok mukanya yang sok kegantengan itu. Seenaknya dia mainin kita berdua," ujar Kaelyn.

"Kaelyn, maaf dan makasih lo gak benci gue." Jia memandang Kaelyn dengan raut wajah bersalah. Jia memang masih merasa bersalah hingga saat ini.

"Ngapain gue harus benci lo, itu cuman cinta monyet Jiayu. Lagian gue suka dia cuman setengah hati."

***

"Gue diundang gak sih Mil?" tanya Calvin untuk yang kedua kalinya kepada Millo. Cowok itu menanyakan perihal party yang akan diadakan Millo di kediamannya.

"Tanya aja sama adek gue kalau lo gak percaya," jawab Millo sedikit kesal pasalnya sahabatnya itu bahkan sudah menerima undangan dari Sonya, tapi tetap saja Calvin bertanya dengan pertanyaan yang sama. Mungkin cowok itu mengira bahwa adik Millo masih ilfeel kepadanya akibat kejadian tempo hari. Kejadian dimana tak sengaja Calvin bersin di depan wajah Sonya.

"Gue belum cari kado anjir," ujar Calvin.

"Gue kira lo ngadain party karena berhasil jadian sama Jia," celetuk Nolan. Cowok itu tengah duduk di atas tembok yang menjadi penghalang rooftop.

Sedangkan Millo dan Calvin tengah duduk di kursi besi yang terlihat sudah berkarat. Kursi besi itu memang sudah ada sejak Millo, Nolan, dan Calvin tau tempat itu saat kelas 10. Sejak saat itu juga rooftop menjadi tempat 3 sahabat itu menghabiskan waktu istirahatnya.

Millo terkekeh. "Ya itu juga," jawab Millo.

"Lo bawa gasoline gak?" Calvin menyenggol lengan Millo dengan sikunya.

"Ngapain gue bawa gasoline anjir!" Millo berseru kesal karena Calvin bertanya demikian ditambah Calvin sudah mengeluarkan satu batang rokok dari dalam sakunya.

"Buat bakar titit lo, ya buat nyalain rokok setan!"

"Masih aja lo ngerokok, gue kira udah berhenti," celetuk Nolan.

"Kita gak ngerokok, mending lo cabut dari sini kalau mau ngerokok. Gak tahan gue asapnya," ujar Millo. Cowok itu memang bukan perokok aktif, dia pernah coba - coba saat SMP dan berakhir batuk - batuk hingga Millo sakit tenggorokan. Jadi Millo memutuskan tak pernah mencicipi barang adiktif itu lagi.

"Banyak pikiran gue, bokap ribut mulu sama nyokap, " jawab Calvin.

"Banyak pikiran solat bro, banyak berdoa ngadu sama Tuhan apa lo yang rasain sekarang," nasihat Millo.

Calvin berdehem menanggapi nasihat Millo.

Millo menoyor kepala Calvin. "Jangan cuma hum ham hem aja lo, ayo dah solat. Udah masuk waktu Dzuhur nih," ucapnya.

Calvin melihat ke arah jam yang yang melingkar di tangan kirinya. "Iya juga, titip aja dah gua solatnya." Calvin menjawab sambil cengengesan.

"Ck, mana ada solat nitip. Lo pikir gue kurir, ayo dah. Biar otak lo bener gak geser mulu." Millo menarik lengan Calvin dengan tak santai, ia hanya menarik lengan baju sahabatnya itu saja.

"Baju gue sobek lo gantiin pake t-shirt supreme."

"Gampang, banyak yang kw di tanah abang juga."

"Sialan!"

Calvin akhirnya ikut berdiri dengan ogah - ogahan.

"Lo ikut gak Lan?"

"Nggak deh, gue ke kelas duluan aja," jawab Nolan yang memang memiliki keyakinan yang berbeda dengan Millo dan Calvin.

"Oh oke, chat gue kalau udah masuk bro," ujar Millo.

Cowok itu lalu pergi bersisian dengan Calvin terlebih dahulu. "Wudu yang bener lo nanti," peringat Millo.

"Iya, pak haji."

"Amin.."

Say Hi! Millo(ve)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang