5 - Try to Deal With Him

370 64 7
                                    

Shindy tertawa kembali, ketika Jia menceritakan apa yang terjadi pada sahabatnya itu selama Shindy tak bersekolah. "Gue kangen banget, pengin sekolah lagi," ujar Shindy.


"Makannya cepet sembuh dong, masa gue berduaan mulu sama Kaaelyn. Gak rame tau kalau gak ada lo. Apalagi Kaelyn pacaran mulu sama Nolan. Gue bosen jadi nyamuk terus," adu Jia yang selama ini merasa tersiksa dengan ketiadaan Shindy.

Sahabatnya itu memang sudah empat hari tidak masuk sekolah. Shindy terserang gejala tifus. Jadi Shindy dirawat di rumah sakit umum.

"Haha, tau gue. Lo kan emang sering banget jadi nyamuk. Gak ada gue ataupun ada gue. Makannya jangan mau kalau diajak pasangan SD ketemuan. Udah gede mereka, mau aja nemenin orang ngedate. Heran gue, Kaelyn mukanya sangar pacarannya masih aja kayak pas jaman kita SD."

Jia mengangguk setuju. Bibirnya mengerucut membuat Shindy gemas dan mencubit pipi chubby nya. "Sakit begok!" Jia memukul lengan Shindy kesal.

"Lo lagi deket sama Millo ya?" Tanya Shindy dengan nada pelan. Namun ekor matanya melirik Millo, cowok itu tengah duduk di sofa seraya memainkan ponselnya. "Enggak kok, cuman dia murid gue."

"Murid apaan kok lo gak kasih tau ke gue?"

"Dia minta belajar bareng gue. Gue juga mau kasih tau lo kok, tapi lo susah dihubungin belakangan ini." Jia mendelikan matanya kepada Shindy yang dibalas Shindy dengan cengiran. "Hehe, gue dilarang main hp soalnya sama ortu." Jawabnya.

Jia mengangguk paham. Toh, lagipula Jia tak mau menggangu waktu penyembuhan Shindy. "Maaf ya gue baru bisa kesini lagi. Akhir – akhir ini keluarga gue sibuk buat persiapan tunangan kak Erina."

Manik mata Shindy membulat, ia terlihat terkejut dengan ucapan Jia. "Lho kok cepet banget sih?"

Jia menggedikan bahunya, jujur Jia sendiri tak tau kenapa kakaknya yang baru berusia 21 tahun harus segera bertunangan. Ia hanya membuat asumsi bahwa, "Ya namanya juga dijodohin."

"Lo khawatir gak, kalau lo juga dijodohin?"

Jia terdiam, ia tak tau harus menjawab apa. Tidak terbesit sedikitpun dirinya juga akan dijodohkan. Tapi, tentu Jia tak akan mau bila bernasib sama dengan kakaknya. Jia lebih memilih menemukan pendamping hidupnya sendiri, nanti. "Gak tau ah, gue mau kuliah dulu terus kerja baru nikah."

Millo yang sedari terdiam mengalihkan pandangannya kepada Jia dan Shindy. Ia menyimak semua perbincangan antara sepasang sahabat itu. "Kalau udah kelas tiga konteks ngomongnya serius banget ya," celetuk Millo yang membuat Jia dan Shindy menoleh ke arahnya.

"Jangan nguping!" seru Jia. Ia menatap Millo tajam. "Gimana gak kedengaran Jiayu, orang gue satu ruangan sama kalian," balas Millo.

"Ya pura - pura tuli dulu," ujar Jia.

"Iyakan saja, terserah orang pinter mau ngomong apa," ujar Millo sarkastik.

***

Millo mengantar Jia pulang dari rumah sakit pada pukul 16.25. Lokasi rumah sakit dan perumahan Jia yang dekat tak perlu membuat Millo harus berjibaku dengan kemacetan sore hari jalanan ibukota. Karena saat Millo melihat jam yang melingkar di tangan kirinya. Waktu baru saja menunjukan pukul 16.56 WIB.

"Thanks udah mau nganterin dan temenin gue jenguk Shindy," ucap Jia. Tangan kanannya bergerak melepaskan sabuk pengaman mobil dari tubuhnya. "Oh, ya gue setuju sama permintaan lo kemarin."

"Sorry, permintaan gue yang mana?"

"Soal gue jadi guru privat lo."

"Oh, itu. Gue tau kok lo bakal setuju, tadi lo juga bilang gue murid lo. Lo bukan setuju karena uang pasti, ini pasti gara - gara gue muridnya. Ya kan?"

Jia terkekeh, ia menatap Millo tajam. Tentunya bercanda, ia hanya sedikit kesal dengan sikap over pede cowok itu. "Iya, karena lo. Maksudnya gue gak sabar bikin lo menderita."

Millo tersenyum. "Yakin gue bakal menderita?"

Jia mengagguk tanpa ragu. Ia yakin jika Millo akan sulit mengerti soal yang Jia berikan nanti.

"Jangan ngeremehin gue lho, gini - gini gue pinter." Millo menepuk dadanya bangga.

"Pinter apa?"

"Pinter bikin cewek klepek - klepek sama pesona gue."

Jia masih setia tertawa. Ia berdecak kagum dengan kepedean tingkat dewa milik Millo. "And I'm not one of kind those girls. Just keep my words," ucap Jia.

"Let see what would happen to you next week or next month. If you like me, I will dare you."

"Dare what?"

"Just stay with me, don't hide your feeling."

Jia mengagguk - anggukan kepalanya. Ia meremehkan ucapan Millo. Jia berani bertaruh, Jia tak akan pernah menyukai Millo. "Terserah lo deh, capek gue ngomong ngelantur sama lo." Jia segera keluar dari mobil Millo.

Millo menundukkan wajahnya hingga sejajar dengan jendela mobilnya. "Jia," panggilnya.

"Apa?"

"Besok gue jemput lo."

"Besok libur."

"Bukan itu, besok gue mau mulai belajar bareng lo."

Jia memutarkan bola matanya. "Whatever, but don't hold your breath for next day would came."

Millo kembali tersenyum. Ia sudah siap dengan apa yang akan terjadi nanti. Ia berharap semuanya akan berjalan sesuai dengan apa yang dia inginkan.

Say Hi! Millo(ve)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang