Hampir dua puluh menit setelah Rere menyelesaikan mandi paginya dan Rere masih berdiam di depan wastafel. Sesekali Ia menggigit ibu jarinya, Rere juga kembali memutar kran air dan membasuh wajahnya yang terasa panas tanpa sebab.
"Re masih lama? Aku kebelet nih."
Rere mengangkat wajahnya cepat. Secepat debaran di dadanya yang terasa menyakitkan. "Bentar." teriaknya.
Tangan kanan Rere meraih handuk kecil dilemari bawah wastafel. Mengusap ke wajahnya pelan. Sebelum benar-benar membuka pintu, Rere menghirup nafas dalam-dalam.
Dewa mendongak mendengar derit pintu kamar mandi digeser. Wajah ngantuknya terlihat menggemaskan dengan tingkahnya yang sedang menahan ritual paginya.
"Udah selesai?" tanya Dewa. Rere bergeser cepat, memberi ruang untuk Dewa lewat. Ia tau Dewa sudah sangat ingin tapi masih sempat bertanya pada Rere.
"U-udah." jawab Rere terbata. Rere merutuki dirinya sendiri. Mengapa harus bergetar suaranya sih?
Lima belas menit berlalu, Dewa keluar dengan bertelanjang dada. Membiarkan celana piyamanya menggantung sedikit rendah di bawah pinggulnya. Menampakan garis boxer yang Ia kenankan. Langkah Dewa menuju kearah walk in closet dan menemukan Rere sedang memasukan beberapa pakaian ke dalam lemari.
"Baju Aku mana Re?"
Gerakan Rere terhenti, Ia menoleh pada Dewa yang berjalan mendekatinya. Rere mengerjap saat sadar Dewa bertelanjang dada. Tanganya bergerak cepat menuju lemari lima tingkat, letak kaos dan baju rumahan milik Dewa. Tanganya mengulurkan kaos coklat muda polos kearahnya.
"Thankyou wifey." Dewa mencuri kecupan di pipi Rere yang memerah sejak tadi pagi. "Udah sarapan, Re?" tanya Dewa saat Rere masih saja berkutat dengan pakaian yang diantar dari laundry- an.
Menggeleng.
Hanya itu jawaban Rere. Dewa jadi gemas sendiri melihatnya. Apa iya terlalu cepat mengakui perasaannya semalam? Apa satu tahun mereka bersama masih terlalu cepat.
"Dewa mau sarapan apa?" tanya Rere yang sudah berdiri di balik counter dapur.
"Aku aja deh yang masak." tawar Dewa yang sudah menyusul Rere.
Tubuh Rere gemetar saat kedekatan mereka semakin sempit. Ini jelas aneh, Rere tak pernah gemetar saat dekat Dewa setelah hubungan mereka sampai di hubungan suami-istri. "Kan tugas Aku-""Tapi Aku pengen, dosa loh nolak suami." potong Dewa.
"Kita masak bareng." tawar Rere. Ia bersyukur suaranya terdengar seperti biasanya lagi.
"Deal."
*****
Dewa berkali-kali mengulum bibir, menyembunyikan senyuman melihat tingkah Rere yang berusaha mengalihkan pandangan. Wajahnya memerah tak ada hentinya sejak mereka membuka mata. Tepatnya saat Dewa mengetuk pintu kamar mandi. Dewa yakin saat ini Rere sedang malu.
"Wanginya enak."
"Ah iya ini tumis brokoli kesukaan kamu. Udangnya udah kamu panasin kan?" tanya Rere yang hanya menoleh sekilas.
"Bukan masakanya, eh masakanya juga sih. Tapi maksud Aku yang wangi kamunya." Dewa mendaratkan kecupan di samping kepala Rere. Menghentikan gerakan tanganya yang memegang spatula. "Udah Re?" tanya Dewa.
"Ya?"
Dewa tertawa pelan. Tangan kananya bergerak mematikan kompor. Ia menarik Rere sampai di counter meja dan duduk disana, mengurung Rere diantara kakinya. Kedua lenganya memeluk pinggang Rere lembut. Posisi ini membuat Rere sulit mengalihkan pandangan. "Kenapa berusaha menghindar?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Meet You (TAMAT)
General FictionMarried By Accident. Alasan mengapa Rere dan Dewa menikah. Bukan, mereka bukanlah remaja yang 'apes' karna pergaulan bebas di kota metropolitan. Mereka menikah memang setelah 'Accident' yang sebenarnya. Rere yang notabene perempuan intovert yang m...