Ibu jari serta jari telunjuk Dewa memijat pangkal hidungnya pelan. Mengusap dahinya yang mulai berkeringat karena rasa gugup yang mulai berdesakan keluar. Kebisuan Rere sejak penjelasan yang sebisa mungkin Ia beberkan membuatnya sedikit ketakutan.
"Aku tidak pernah mengatakan Kamu tidak pantas untuk jadi suamiku." Rere membuka suara.
Dewa menangkup wajahnya dengan tangan yang semakin gemetar. Perlahan tubuhnya meluruh dari sofa dan berjalan dengan lututnya mendekati Rere. Dewa memberanikan diri meraih tangan Rere yang ada dipangkuan. Tanganya tampak semakin bergetar saat menarik tangan Rere dan menempelkanya di sebelah pipinya.
"Kamu memang nggak pernah menuntut apapun dari Aku, Re. Kamu bahkan tak pernah menanyakan alasan pasti Kita menikah." Dewa menenggelamkan sebelah wajahnya di pangkuan Rere. Merasakan serbuan kenyamanan yang selalu Ia rindukan.
"Aku hanya merasa, betapa liciknya Aku mengikat Kamu dengan cara seperti ini. Memberimu kehidupan pahit sementara Kamu membawakan rasa manis di hidupku yang buruk."
"Aku nggak merasa seperti itu." balas Rere mencoba menghentikan ucapan Dewa.
Rere merasakan senyum Dewa dipangkuanya. "Bukankah Aku terlalu tak tahu diri Re. Dengan masa lalu seburuk itu Aku mendapat balasan seindah Kamu. Apa Tuhan tidak salah memberikan anugerahnya kepadaku?"
Rere tak lagi memberikan balasan. Dadanya terlalu bergemuruh dengan rasa yang tak Ia kenali.
"Aku pecandu alkohol dan perokok berat. Tuntutan tugas kuliah membuatku-" kalimat Dewa terhenti. Rere merasakan tarikan nafas Dewa semakin dalam. "Maaf, Aku mulai menyalahkan hal lain atas keburukanku." sambung Dewa setelah menghentikan kalimatnya.
"Kamu mungkin bertanya-tanya apakah Aku hanya tidur dengan Ginar saja." bisik Dewa, tanganya mulai memeluk kaki Rere. "Dan maaf Aku mengecewakanmu, karena Aku tidur dengan beberapa pacarku sebelum dengan Ginar."
"Aku bukan laki-laki baik, Re. Maaf karena Kamu bukan jadi yang pertama buat Kamu padahal Kamu jadiin Aku yang pertama." Tangan Rere yang menjadi bantalan pipi Dewa merasakan tetesan air. Dia yakin itu adalah air mata Dewa.
"Maaf, terlalu memaksakan diri menjadi suami Kamu disaat Aku belum memperbaiki keburukanku. Belum mempersiapkan kehidupan yang indah atas kebaikan Kamu. Maaf, Re."
Sebuah isakan lolos dari mulut Dewa. Rere melihat tubuh Dewa yang ada dipangkuanya semakin bergetar. Ia sendiri merasa kesulitan menahan lahar panas di kedua matanya. Ia juga kesakitan.
Dewa menegakan tubuhnya saat merasakan tetesan air mata Rere yang lolos menuruni pipi dan jatuh di sebelah pipi Dewa. Tanganya bergegas menghapus aliran bening di pipi istrinya.
"Please don't cry." bisik Dewa lembut. Ia berusaha menyunggingkan senyum meski gagal.
"Maafkan Aku, Re. Tapi tolong.." Dewa menelan ludah. Ia memajamkan mata erat. "..tolong jangan tinggalin Aku."
Kedua lengan Dewa meraih kedua tangan Rere sebelum Ia menunduk dan mencium lutut Rere. "Aku nggak bisa kehilangan Kamu Re. Maaf, kalau Aku memaksa Kamu hidup dengan laki-laki brengsek sepertiku." bukan lagi isakan. Rere mendengar suara tangis Dewa, dan suara itu semakin menyayat hatinya.
*****
"Kamu cuci muka ya. Aku masakin sesuatu buat makan malam." Rere mengusap puncak kepala Dewa lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meet You (TAMAT)
General FictionMarried By Accident. Alasan mengapa Rere dan Dewa menikah. Bukan, mereka bukanlah remaja yang 'apes' karna pergaulan bebas di kota metropolitan. Mereka menikah memang setelah 'Accident' yang sebenarnya. Rere yang notabene perempuan intovert yang m...