Meet You |10

3.9K 278 8
                                    

"Pakai cumi asam manis?" tanya Rere.
Dewa tersenyum dan mengangguk. "Banyakin sayang. Aku kangen loh Bun sama masakan Bunda yang satu ini."

Bunda tersenyum mendengar pujian menantunya. "Lain kali kalo pengen bilang langsung ke Bunda, jangan sungkan. Rere benar-benar nggak bisa dengan hewan laut." Dewa tersenyum dan mengangguk. Rere hanya diam mendengar percakapan Dewa dan Bunda. Ayah? Dia masih setia menyodorkan piring kosongnya untuk di isi makanan oleh mantan istrinya.

Jam makan siang di hari Minggu, Ayah dan Bunda Rere berkunjung tiba-tiba tanpa mengatakanya kepada Rere. Untungnya Dewa dan Rere pekan ini memang tidak berencana kemana-mana. Mereka hanya berenang dan kemudian bersantai di belakang rumah.

"Aku banyakin udang pedasnya, Sayang." seru Ayah Rere dengan senyum lebarnya.

"Jangan makan makanan pedas, lambung Mas Kean nggak kuat." Kalimat Bunda meski pelan tapi terdengar sangat jelas. Membuat Ayah Rere semakin tersenyum lebar.

Rere tersentak saat mendapat sebuah kecupan di pipi sebelah kanan. Dia menghela nafas lega saat kekehan Dewa terdengar setelahnya. "Dewa ngagetin aja. Untung piringnya ngga jatuh." Rere kembali menyabun piring kotor yang ada di bak cuci piring.

Dewa hanya tersenyum mendengar keluhan Rere yang membuat Istrinya semakin menggemaskan. "Aku bantu bilas sini." tanpa menunggu persetujuan Rere, Dewa langsung meraih peralatan makan yang sudah disabun Rere.

Wanita mungil itu menghela nafas sebal. Pasalnya Dewa tidak membilas peralatan makan disampingnya, melainkan membilas dari belakang tubuh mungil Rere. Posisi mereka lebih terlihat seperti back hug dari pada membilas cucian piring.

"Modus banget Dewa. Mentang-mentang tinggi." Cibir Rere. Sang suami tertawa pelan sebelum melanjutkan aktivitasnya membilas piring yang masih penuh busa. Sesekali Dewa mendaratkan ciuman di pipi Rere, dan sukses membuat Rere sebal.

*****


"Masuk."

Derit pintu menampakan sosok Dewa dengan kemeja yang sudah di gulung sampai siku dan celana kain hitamnya. Hari ini Dewa memang memakai pakaian formal karna ada meeting tadi pagi.

"Sini, Wa. Kita makan siang bareng. Ayah kangen banget sama putri semata wayang Ayah." Seru Ayah mertua Dewa.

Laki-laki akhir 20-an itu menampakan senyum menawanya melihat Istrinya mendengus pelan. Rere jelas bukan orang yang menunjukan seriap emosinya pada semua orang. Dia hanya bertingkah seperti itu didepan Ayahnya atau Bunda. Bahkan dengan Dewa yang notabene adalah suaminya saja, Rere masih suka memendam emosi dan yang dirasakanya.

"Dewa mau pakai rendang?" tawar Rere setelah menata bekal yang di bawanya dari rumah.

"Boleh, banyakin Re. Kita makan berdua aja ya." Rere hanya mengangguk. Masih memindahkan beberapa sayur ke piring Dewa.

Makan siang kali ini sedikit hening. Biasanya Ayah Rere akan sedikit bertanya dengan kesibukan Rere juga Dewa dan saran-saran untuk pergi berlibur. Tapi siang ini Ayah Rere hanya diam menikmati makan siangnya.

"Ayah berencana untuk pensiun, bagaimana menurut kalian?" Tanya Ayah Rere setelah Rere membereskan kotak bekal yang dibawanya.

"Ayah sudah ada pengganti?" Tanya Rere. Ayahnya terkekeh mendengarnya. Pandanganya menatap pada Dewa yang juga sedang menatap Ayah mertuanya.

"Dewa mau kan menggantikan Ayah?" Dari pada disebut sebagai pertanyaan. Kalimat Ayah mertuanya jelas lebih terdengar sebagai pernyataan.

Dewa meringis mendengarnya. "Kenapa Ayah menunjuk Dewa?"
Ayah Rere tertawa pelan. Laki-laki akhir 50-an itu menegakan duduknya. "Rere anak Ayah satu-satunya dan jelas siapapun suami Rere lah yang akan menggantikan Ayah."

Dewa diam menatap Rere. Ia melihat pandangan mata Rere yang menatapnya dengan rasa bersalah. Hal yang menyakitinya.

Di gedung tempatnya bekerja, sebuah gedung bernama Mega Buana. Berlantai 27 yang bergerak dibidang properti, dan Dewa adalah salah satu karyawan Ayah Rere. Ya, Keanu Dharmawan adalah salah satu pendiri Mega Buana.

"Ayah kok cepat sekali pensiun?" tanya Rere asal. Ia tahu saat ini Ia terdengar seperti anak yang memaksakan Ayahnya untuk tetap bekerja agar hidupnya tidak kekurangan.

"Ayah hanya ingin menikmati hari tua lebih awal, Re. Meski sendirian setidaknya Ayah bisa melakukan hobi yang Ayah dan teman-teman Ayah sukai." Ayah mengendikan bahu santai.

"Pikirkan saja dulu, Ayah tidak akan mendesakmu kalau memang Dewa tidak bersedia." tutup Ayah Rere. Meski memberikan kelonggaran, jelas itu tetap membebankan pikiran Dewa.  Terutama Rere yang memiliki stok rasa bersalah tak terhingga.

"Dewa bisa menolaknya kalau memang nggak mau. Nanti biar Aku yang bilang sama Ayah kalau Aku saja yang akan menggantikanya." Dewa menghela nafas pelan. Tanganya meraih pergelangan Rere. Mendudukan Rere pada pangkuanya.
"Aku udah janji sama Ayah dan Bunda untuk jagain Kamu, bahagiain kamu dengan sekuat tenanga, Re." Dewa mengusap rambut Rere yang mulai memanjang. "Dan Aku tau banget kamu nggak suka sama dunia bisnis, itu jelas menghalangi kebahagiaan kamu."

"Aku bisa belajar bisnis, nanti juga lama-kelamaan bisa suka." bela Rere cepat.

Dewa mengeratkan pelukanya. Mendaratkan beberapa ciuman dipuncak kepala Rere. "Aku nggak kasih izin kamu kerja. Nanti nggak ada yang ngurus Aku."

"Aku janji bakal tetap-"

"End of discussion."

Rere kembali menelan kalimatnya dan pasrah mengangguk untuk mengiyakan ucapan Dewa. Mungkin lain kali Rere bisa mencoba kembali bernego dengan Dewa.

*****

Denting sendok yang Rere gunakan untuk mengaduk teh yang dibuatnya menjadi satu-satunya suara didapur rumah mertua Rere. Hari ini Ia disuruh mertuanya untuk datang usai Dewa berangkat kerja. Hanya ada Rere dan Mama Dewa yang sedang melihat-lihat isi beberapa paper bag yang Rere bawa berisi beberapa tas tangan yang baru dikirim Tante Yosi langsung dari Korea.

Rere meletakan dua buah cangkir teh madu didepan Mama Dewa. Meski sudah menjadi menantu di keluarga ini selama hampir dua tahun, Rere tetap canggung kalau dibiarkan berdua saja dengan Mama mertuanya. Dia jelas menyesali sosialisasinya yang keterlaluan buruknya.

"Ini kamu beli pakai uang yang dikasih Dewa?" Tanya Mama mertuanya setelah menyesap teh madunya.

"Bukan, Ma. Rere dapet kiriman dari Tante Yosi, dan Rere pikir itu cocok dengan selera Mama." Rere menyesap sedikit teh dari cangkirnya yang masih terasa panas.

"Jadi ini karna kamu nggak suka makanya dikasih ke Mama?"

Rere buru-buru menggeleng dan terbatuk. "Rere dapet banyak, dan itu memang Rere ambil buat Mama. Rere juga bawa buat Vanya karna kemarin bilang ada tas yang di incar dan kebetulan Tante Yosi kirim buat Rere." Kembali terbatuk setelah menyelesaikan kalimatnya.

Mama Dewa mendengus pelan. Ini adalah kalimat terpanjang Rere selama menjadi menantunya. "Re, kalo boleh Mama kasih saran, jangan mudah terintimidasi gitu."

Rere mengangguk cepat. Mama Dewa kembali menghela nafas dan menggeleng melihat Rere. Tanganya terulur mengusap dan sedikit menepuk punggung Rere pelang.

Entah bagaimana anak ini dimasa sekolahnya. Dan bahkan, Ia meragukan 'insiden' yang menjadi alasan Dewa menikahi Rere.

*****

Hai hai hai...
Masih ada yg nungguin nggak? Semoga ada ya. Keep support and don't forget vote and comment thank you 😘

Meet You (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang