Meet You |25

4K 278 15
                                    

Menyerah

Kata yang cocok untuk Rere saat ini. Dia menyerah menahan diri untuk tidak menelan butiran pil yang ada di dalam tabung bening yang selama ini Ia simpan dengan rapat.

Sepulang dari HMC,  Rere meraih tabung bening tersebut dan membawanya ke kamar yang Ia pakai selama tiga hari ini. Menelan sesuai intruksi yang dulu diberikan oleh dokter Bianca.

Saat Rere membuka mata, lampu tidur di samping ranjang sudah hidup. Gorden tebal yang menutupi jendela kamar juga tertutup rapat. Meraih ponselnya, Rere menemukan angka 21.10 pada jam digital di ponselnya. Ia tertidur cukup lama setelah menegak beberapa butir pil tadi.

Rere menoleh ke arah pintu saat ada suara ketukan di susul suara Bunda yang memanggil namanya. Tak lama pintu berayun terbuka menampakan sosok Bunda yang membawakam nampan. Dibelakangnya ada Dewa yang membantu membukakan pintu.

"Kamu tidur pules banget. Bunda jadi nggak tega mau bangunin." ucap Bunda. "Makan dulu ya, badan kamu panas lagi."

"Bunda suapin ya?" pinta Rere. Bunda tersenyum dan mengangguk. Wanita pertengahan 50-an itu membantu Rere duduk dan menyerahkan segelas air putih untuk Rere.

Hanya lima sendok yang mampu Rere telan. Bunda tak memaksa lagi. "Jangan di biasakan ya sayang. Tetep jaga asupan Kamu." Bunda mengulurkan obat demam dan beberapa vitamin yang di resepkan oleh tante Yuna.

"Rere makan buah kok Bun. Minum susu juga. Cuma ya gitu, tiap makan terasa mual aja." Rere memeluk Bunda. "Bunda nginep disini ya?" pinta Rere mengalihkan pembicaraan.

"Asal Kamu habiskan buah ini." Bunda mengulurkan semangkuk apel yang sudah dipotong. Rere tersenyum dan mengangguk.

*****

"Jangan diamkan Dewa begitu, Re. Kunci dari setiap masalah adalah komunikasi. Luruskan apa yang menjadi kesalahpahamannya." Bunda mengelus rambut panjang Rere dengan lembut.

"Rere baik-baik aja kok."

"Bagaimana Bunda percaya kalau Kamu dan Dewa saja sudah pisah kamar. Kalaupun Kamu baik-baik saja dengan keadaan seperti ini, apa Dewa juga merasa seperti itu?" tanya Bunda dengan intonasi sepelan mungkin. "Ini bahkan lebih parah dari Ayah dan Bunda." Bunda menggumam.

"Dulu Ayah dan Bunda nggak pernah pisah tidur? Sama sekali?" tanya Rere tak percaya.

"Sama sekali. Kita bahkan berkomitmen untuk tidak boleh keluar kamar sebelum Kita baikan."

"Lalu kenapa Bunda dan Ayah bercerai?"

Bunda tak langsung menjawab. Masih terdiam mengusap rambut Rere. "Bunda masih perempuan pada umumnya, Re. Menginginkan suami yang bisa membimbing istrinya terutama untuk dekat dengan Tuhan. Dan Ayah tak bisa melakukanya karna Kita berbeda tempat beribadah. Kamu tau itu."

Menarik nafas sedalam mungkin. Rere mengeratkan pelukan pada Bundanya. Ia menenggelamkan kepalanya kedalam pelukan wanita hebat yang sudah berjuang melahirkannya. "Rere tetap bersyukur dengan keadan Ayah dan Bunda. Karna Rere nggak pernah merasakan kekurangan kasih sayang."

Kekehan Bunda terdengar pelan. Disusul dengan sebuah kecupan lembut di puncak kepala Rere. "Kamu tahu kalau Ayahmu memukuli Dewa?"

Meet You (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang