"Bunda datang sama Ayah?" Tanya Rere senang saat melihat Ayahnya datang bersama Bundanya. Wajahnya memancarkan binar kebahagian.
Bunda mendengus pelan. Masih berkacak pinggang. "Jangan mengalihkan pembicaraan, Ren." Rere menelan ludah. Bunda akan memanggil nama kecilnya saat sedang serius.
"Em Bunda, kita beneran nggak berantem kok. Tadi Dewa angkat pisau karna Rere mau ambil pisau yang Dewa pakai." bela Dewa. Matanya melirik Rere sebelum kembali menatap Bunda.
Sebuah kekehan memecah keheningan. Ayah Rere. Laki-laki akhir 50-an itu mengangkat kedua tangannya tanpa mengikis senyum lebarnya. "Ini nggak lucu, Mas." desis Bunda Rere kesal.
Dewa melirik Rere yang masih menatap kedua orang tuanya dengan binar yang sama. Teori tentang tertawa atau tersenyum itu bisa menular terbukti saat kedua sudut Dewa juga tertarik membentuk lengkung senyum indah.
"Kamu lucu sayang." goda Ayah Rere dengan senyum lebar yang memenuhi wajah tampanya.
Dewa memajukan tubuhnya, mensejajarkan bibirnya dengan telinga Rere. "Aku penasaran kenapa Kamu pendiam banget sementara Ayah sama Bunda imbang cerewetnya." Rere menoleh dengan senyuman yang lebih lebar. Senyum yang jarang Dewa temui.
Senyumnya bisa di formalin nggak sih?
"Ehm.. Kita masih disini kalau kalian lupa." tegur Bunda saat Dewa dan Rere masih saling pandang dengan senyum lebar.
Rere menunduk tersipu mendapat teguran dari Bundanya. Lagi. "Duduk Bun, Yah." tawar Dewa sambil merangkul Rere yang masih menunduk di dadanya.
"Kamu bikin apa, Re?" tanya Bunda lebih tertarik melihat counter dapur Rere dari pada duduk sesuai yang dipersilahkan Dewa.
"Bikin rainbow cake selai buah naga, Bun."
"Yang di gulung bukan?" Rere mengangguk. Tanganya kembali meraih mixer. Melanjutkan membuat adonan yang Ia tinggalkan untuk meminta pisau pada Dewa yang berujung salah paham pada Ayah dan Bundanya yang baru datang.
"Ayahmu juga suka, bawakan beberapa potong untuknya." bisik Bundanya. Rere tersenyum mengiyakan. Rere selalu merasa bersalah sekaligus bahagia dengan keadaan orang tuanya yang berpisah tapi lebih terlihat bahagia dibanding saat mereka masih bersama.
*****
"Re, sudah siap?"
"Wait, ambil sepatu." jawab Rere yang masih berdiri di depan meja rias. Meletakan kuas dengan asal, Rere melangkah cepat menuju walk in closet untuk mengambil sepatu.
"Bisa tolong pakaikan." Dewa menyodorkan sebuah dasi biru gelap bergaris kepada Rere yang baru selesai memasang strapy heels berwarna krem di kakinya. Membuat tingginya sampai sebatas hidung Dewa.
Dewa tersenyum lebar. Kedua tangannya melingkar di pinggang Rere yang terlihat semakin ramping dalam balutan gaun full brokat berwarna gold berkerah sabrina dengan lengan potongan pita yang hanya terjahit di ujungnya saja. Membuat lengan Rere terekspos.
"Kenapa?" tanya Rere yang masih menalikan dasi di leher Dewa.
"Gaya pakaianmu unik. Jadi makin cantik." puji Dewa.
Rere mendengus pelan. Dewa tahu bahwa istrinya menahan tawa juga malu. Lihat saja pipi putihnya bertambah merah, perpaduan antara blush on dan semu yang selalu muncul saat Rere merasa malu.
"Selesai." ucap Rere lembut. Tanganya menepuk bahu Dewa yang cukup lebar. Bukanya melepaskan pelukanya, Dewa semakin menarik pinggang Rere mendekat. Memangkas jarak diantara mereka. "Dewa, nanti kita telat." cicit Rere. Malu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meet You (TAMAT)
General FictionMarried By Accident. Alasan mengapa Rere dan Dewa menikah. Bukan, mereka bukanlah remaja yang 'apes' karna pergaulan bebas di kota metropolitan. Mereka menikah memang setelah 'Accident' yang sebenarnya. Rere yang notabene perempuan intovert yang m...