4

916 31 0
                                    

Sudah satu bulan Lucas tinggal di rumahku. Tak sedetik pun ia mengajakku berbicara, jika bicara ia hanya menjawab pertanyaanku dengan sangat singkat. Selama di sekolah dia juga tak pernah menegurku lebih dulu, bahkan sapaanku selalu ia abaikan. Semua siswa di kelasku juga tidak ada yang tahu jika Lucas tinggal di rumahku, termasuk Deva.

"Malam ini aku ke rumah kamu, ya! Sudah lama aku tidak ketemu bunda." Deva mengagetkanku.

Diam-diam aku sedang memperhatikan Lucas yang tidur di tempat duduknya.

Apa?!

Bodoh sekali! Mengapa aku memperhatikan dia? Itu memang rutinitas yang selalu ia lakukan saat jam istirahat. Aku harap Deva tak menyadari jika aku sedang melihat ke arah Lucas, untung saja Lucas duduk di depanku sehingga tak begitu terlihat mencurigakan.

"Ah, lain kali, ya!" Aku berusaha menghalangi kedatangan Deva ke rumahku. Aku belum siap memberi tahu Deva jika aku satu rumah dengan Lucas.

"Deva!"

Seseorang meneriaki nama Deva dari pintu kelas. Deva pun pergi meninggalkanku dan berlari menghampiri pria yang memanggilnya. Aku melihat Deva berlari dengan wajah paniknya, aku tak tahu apa yang Deva khawatirkan saat ini, aku menduga pasti urusan osis, tim redaksi majalah, olimpiade sekolah atau tim basketnya.

Aku pun berdiri dari tempat dudukku dan menghampiri Lucas yang masih tertidur. Terakhir kali ia berbicara padaku saat aku ingin keluar dari kamarnya setelah memasang seprai tempat tidurnya. Perbincangan kami juga berakhir dengan tidak baik, rasanya ia tersinggung dengan perkataanku. 

Bunda selalu memarahiku jika kami terlihat tidak akrab, menyebalkan. Tante Lucy terus saja mengirimi pesan agar aku menemani Lucas. Aku tak tahu mengapa ada seorang pria yang sulit bergaul dengan orang lain. Mengapa ia membuatku merasa kesulitan?  

Aku pun berada di sisi kirinya. Aku melihat ia tertidur dengan mata dan mulut tertutup. Kepalaku pun menoleh ke berbagai arah, memastikan tidak ada seseorang yang berjarak dekat dengan kami. Baguslah Arima dan Fika sedang bernyanyi di kelas dengan suara kerasnya, cukup membuat kebisingan sehingga suaraku tak akan terdengar.

"Lucas!" Aku memanggilnya dengan suara yang cukup pelan.

Aku berusaha membangunkan Lucas sambil menggoyangkan tangannya dengan kasar. Sesekali aku menoleh, khawatir Deva akan muncul secara tiba-tiba.

Akhirnya, tak butuh waktu lama Lucas pun membuka matanya dengan pelan.

"Lu masih marah?" Tanyaku.

"..." Ia diam.

"Ih! Sensitif banget, sih!" Aku mengeluh karena aku sudah kesal dengannya.

"Gak jelas." Balasnya sambil menutup matanya kembali.

"Lucas, bunda minta tolong ke gue buat beli bahan masakan." Aku berbohong.

"..." Lucas tetap menutup matanya.

"Bunda minta tolong ke lu buat temani gue karena yang dipesan banyak." Aku berbohong lagi berharap ia akan berbicara padaku.

"Iya." Balasnya singkat. Kini matanya ia buka kembali, aku tersenyum tanpa aku sadari.

"Janji, loh!" Aku memastikan.

"Pacar lu di depan pintu."

Mata Lucas tertutup lagi. Aku menoleh ke arah pintu kelasku, rupanya Lucas berbohong. Aku rasa ia memintaku pergi dari hadapannya dengan perkataan yang lebih halus. Setidaknya Lucas masih ingin berbicara denganku.

---
Bersambung.

Three SecondsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang