"Dimana Lucas, bun?" Aku bertanya pada bunda setelah memastikan Lucas tak ada di sekitarku saat ini.
Semenjak kejadian di mall, aku tak pernah lagi melihat, menegur atau menyapa Lucas. Aku berusaha menghindari mataku untuk melihat Lucas. Dia juga kembali dengan sikap dinginnya. Tak lagi berbicara padaku dan tak sedetik pun menatapku. Suasana diantara kami semakin canggung setelah ia mengungkapkan perasaannya. Bunda juga semakin sering memarahiku karena aku menjaga jarak dari Lucas.
"Lucas jalan-jalan ke pulau pramuka. Kemarin siang dia berangkat." Jawab bunda sambil menuangkan nasi ke atas piringku.
"Sendiri?" Aku benci diriku yang selalu ingin tahu tentang Lucas.
"Sama pacarnya." Balas bunda tanpa ada rasa mengganjal.
Pacar? Bukankan tiga hari yang lalu ia menyatakan perasaannya padaku? Lucu sekali jika ia sudah mendapatkan kekasih yang baru. Benar sekali, baginya memang hanya butuh tiga detik mencintai seseorang atau melupakan seseorang. Aku bersyukur karena tak mencintai atau menyukainya.
"Bunda gak kesal kalau Lucas pacaran?" Tanyaku.
"Kenapa?"
"Aku dan Lucas sudah dijodohkan." Sejujurnya kalimat ini cukup berat untuk diucapkan.
"Kamu pacaran dengan Deva, tetapi tante Lucy gak keberatan. Untuk apa bunda keberatan. Bunda memang suka dengan Deva karena dia anak yang baik, pintar dan berani untuk mendekati orang tua kamu. Tapi bunda tetap tidak suka kamu pacaran, itu tidak baik."
"Kenapa selama ini bunda terlihat setuju?"
"Bunda gak mau mengekang kamu dan bunda tahu kalau Deva anak baik. Bunda tidak marah bukan berarti bunda setuju. Bunda jodohkan kamu dan Lucas tetapi bunda tidak pernah meminta kalian pacaran saat kalian masih berseragam." Aku pun menyantap makanan yang sudah disiapkan di hadapanku setelah mendengar penjelasan bunda.
Aku ingin melupakan Lucas untuk hari ini, hari minggu harus digunakan sebaik-baiknya. Rasanya terlalu membuang-buang waktu jika hari minggu digunakan untuk memikirkan Lucas.
"Kalau kamu cemburu, bunda suruh Lucas pulang detik ini." Aku pura-pura tak mendengar kalimat yang diucapkan bunda.
Aku pun menyantap makananku dengan cepat karena aku yakin beberapa jam lagi Deva akan menghubungiku. Sudah rutinitas pagiku di hari minggu untuk berkomunikasi dengan Deva melalui ponsel. Deva akan menghubungiku jika ia sudah selesai dengan latihan basket.
Aku telah menghabiskan makananku hingga tak ada nasi yang tersisa. Aku meninggalkan bunda dan ayah di meja makan. Dengan cepat aku kembali ke kamarku. Aku membanting tubuhku di atas tempat tidurku, dengan cepat aku juga memeluk boneka kelinci yang kebetulan ada di sampingku. Ponselku berdering, rupanya pesan dari Deva.
'Sedang apa?'
Nomor asing mengirimkan aku pesan. Siapa?
Tak lama nomor yang tidak aku kenal menghubungiku. Aku rasa nomor itu bukanlah nomor milik Deva. Mungkinkah Deva menggunakan ponsel temannya atau ia mengganti nomornya? Tanpa berfikir panjang lagi, aku segera menerima panggilan dari nomor baru itu.
"Halo!"
Aku membuka percakapan sedikit ragu karena aku tak tahu siapa pemilik nomor ini. Aku tetap berharap nomor itu milik Deva, intinya aku sangat ingin Deva menghubungiku.
[Hei, Rin!] Suara dibalik ponselku bukanlah suara Deva. Mungkinkah Deva sedang flu?
"Siapa, ya?" Tanyaku.
[Kata tante, lu cemburu kalau gue ke pulau seribu dengan pacar gue. Benar, Rin?]
Ah, rupanya Lucas!
"Maaf, gue juga punya pacar. Untuk apa cemburu?" Balasku dengan nada ketus. Aku kesal karena bunda menyebarkan fitnah.
[Gue pergi sama kakak perempuan dan ayah gue, Rin.] Lucas menjelaskan.
"..." Aku diam karena tak peduli.
[Sudah pernah ke pulau pramuka?] Tanya Lucas.
"Belum." Balasku singkat. Aku sedikit canggung dengan intonasi bicaranya yang begitu ramah.
[Mau lihat?]
Aku tak menjawab pertanyaannya. Sulit sekali untuk mengatakan 'mau' kepada Lucas. Aku ingin sekali melihat pulau pramuka, tetapi aku masih merasa canggung dengan Lucas. Aku ingin menolak tetapi sulit sekali karena aku ingin melihat pulau itu.
Panggilan pun berakhir. Lucas mengakhiri panggilan lebih dulu. Untuk apa ia menawariku melihat pulau pramuka jika pada akhirnya ia tak menunjukan pulau pramuka padaku. Sungguh sifat menyebalkannya semakin terlihat.
Ponselku berdering lagi. Aku sempat berfikir jika Deva menghubungiku, tetapi Lucas yang menghubungiku. Kali ini berupa video call. Sepertinya Lucas akan menunjukan pulau pramuka padaku. Aku menerima panggilan video dari Lucas.
[Hai, Rini! Aku Deby, kakaknya Lucas.]
Bukan wajah Lucas yang pertama kali aku lihat. Aku melihat wajah seorang wanita yang sangat cantik seperti boneka. Wanita berponi rata menutupi dahi dan mata yang besar semakin memperlihatkan wajah yang sangat imut.
"Hai, kak. Aku Rini, teman sekelas Lucas." Tak mungkin aku memperkenalkan diri sebagai calon istri Lucas.
Aku pun melihat kamera ini diberikan kepada Lucas. Lucas tak menunjukkan wajahnya, ia segera menunjukan pantai yang ada di hadapan Lucas. Aku sangat takjub melihat pantai dengan air yang sangat jernih. Pantai itu terlihat sepi. Aku juga melihat pasir yang sangat putih. Langit yang cerah sangat mendukung pemandangan indah ini. Aku ingin pergi ke tempat itu.
[Rin, indahkan?] Lucas berbicara tanpa menunjukan wajahnya.
"Wow, indah." Kalimat itu begitu saja keluar dari lisanku karena takjub dengan pemandangan indah ini.
[Rin, sudah ya. Gue mau makan.]
Lucas mengakhiri panggilan video ini, sejujurnya aku masih ingin melihat pulau pramuka lebih banyak lagi. Namun, aku terlalu malu untuk meminta.
Apa? Panggilan video ini belum berakhir?
Lucas tak mengakhiri panggilan ini. Video yang muncul adalah kaki Lucas yang menginjak pasir putih. Mengapa Lucas tidak mengakhiri panggilan video ini? Ia juga tak menunjukan pemandangan pulau pramuka lagi.
[Itu yang namanya Rini?]
Aku mendengar kak Deby menyebut namaku. Aku rasa Lucas belum mengakhiri panggilan ini dan belum sadar jika aku juga belum mengakhiri panggilan video darinya. Aku tak menyangka jika mereka akan membicarakanku dari belakang.
[Iya, kak. Dia baik dan dia juga pintar. Dia juga cantik, kan?] Kali ini suara Lucas yang muncul.
[Aku lebih cantik.] Balas kak Deby.
[Memang]
Aku juga sadar jika kak Deby memang lebih cantik dariku. Aku mulai kesal mengapa mereka membandingkan diriku dengan kak Deby, tentu aku yang kalah.
[Sejak kapan kamu suka Rini?] Tanya kak Deby. Entah mengapa aku ingin tahu jawaban yang akan dikatakan Lucas.
[Rini, lu belum tutup?]
Jantungku hampir lepas saat aku melihat wajah Lucas di ponselku. Aku malu bukan main. Aku segera mengakhiri panggilan itu dengan cepat. Aku melempar ponselku ke atas kasur. Rasanya ingin berteriak karena aku benar-benar malu. Aku malu sekali karena ketahuan mendengarkan percakapan mereka.
---
Bersambung.

KAMU SEDANG MEMBACA
Three Seconds
Genç KurguJika cinta bisa muncul setiap 3 detik, mungkinkah cinta itu akan bertahan?