15

524 16 0
                                    

Aku melihat Lucas menginjak rerumputan yang basahi dengan embun pagi. Ia melangkah mendekatiku saat aku menikmati sejuknya aroma pagi di hari minggu. Sangat jarang sekali aku membuka mata pukul enam pagi saat hari minggu.

Ia tiba di hadapanku, ia tersenyum dan aku membalas senyumannya. Sejujurnya aku sangat tidak menginginkan kehadirannya saat ini. Sudah beberapa hari sejak hubunganku dan Deva berakhir, ia selalu menghampiriku dan mengajakku berbincang.

"Hari ini sibuk?" Lucas mulai berbicara.

"Iya." Aku berbohong.

"Hari ini rumah makan kesukaan lu lagi diskon dan banyak makanan kesukaan lu, mau kesana?"

"Nggak." Aku berbohong lagi.

"Boleh gue bertanya?" Ia meminta izin untuk bertanya setelah ia mengajukan pertanyaan.

"Tidak." Jawabku jujur.

"Gue suka lu. Deva bilang, lu suka gue. Itu benar?"

"Benar." Jawabku jujur tanpa berfikir panjang.

"Mau jadi cewek gue?" Tanyanya lagi.

"Nggak." Aku segera menjawabnya.

Suasana pun hening. Aku harap Lucas tidak mengajukan pertanyaannya lagi.

"Pernah dengar pepatah 'Katakanlah meski itu pahit'?" Ucapnya. Pertanyaan yang berhasil membuat kedua mataku terpaku pada wajahnya.

Berbohong. Katakan meski itu pahit? Lucu sekali, bukan? Secara tidak langsung ia memaksaku untuk jujur kepadanya. Pahitnya kehidupan yang memaksa semua manusia untuk berbohong. Apakah serpihan kebahagiaan akan datang saat aku mengatakan hal itu padanya?

Ada fakta yang sangat sulit aku bisikkan pada diriku sendiri. Berpura-pura bodoh, berusaha tidak ingin tahu kenyataan yang ada. Aku berbohong pada diriku sendiri, bagaimana mungkin aku jujur padanya?

"Cinta yang diawali dengan menyakiti orang lain, maka tidak akan berjalan baik." Aku pun membalas pengakuannya dengan pepatah.

Hening pun muncul kembali. Aku hanyut dalam fikiranku sendiri, Lucas dengan fikirannya. Mengingat luka yang baru saja mengisi ceritaku. Aku yang menciptakan luka itu karena keserakahanku. Hatiku ingin memiliki keduanya, Deva dan Lucas.

"Ternyata lu masih suka dia, Rin." Lucas bicara lagi. Kali ini suaranya lebih pelan.

"Gue juga suka lu, kok." Balasku dengan jujur. Bodoh, bukan?

"Terus?" Ia tak mengerti.

"Rasanya terlalu memalukan. Gue putus dengan Deva karena lu." Lanjutku.

"Jadi, lu memilih membohongi perasaan lu sendiri?" Ia bertanya dengan nada yang tinggi.

"Iya." Balasku dengan yakin.

"Lu masih suka Deva, kan?"

"Iya." Balasku dengan yakin.

"Oke, lima hari terlalu sebentar. Berapa lama yang lu butuhkan?" Ia bertanya lagi. Aku hanya diam.

"Akhirnya gue gak punya kesempatan, kan?" Ia bertanya lagi. Ia mulai menatap mataku dengan tajam.

"Oke. Pada akhirnya kita akan berjodoh." Dia pergi dengan wajah yang penuh amarah.

Aku ingin memberinya kesempatan saat ini, namun tanpa alasan yang jelas hatiku melarang. Aku menyukai Lucas, tetapi hatiku sakit setiap mendengar nama Deva dengan wanita lain. Aku ingin berakhir dengan Lucas, tetapi hatiku belum menerima jika hubunganku dengan Deva telah berakhir.

Jika aku memaksakan keadaan, mungkinkah hati seseorang akan terluka walau aku merasa damai? Aku akan memberi Lucas kesempatan, mungkin nanti dan tidak saat ini. Saat hatiku telah meleburkan nama Deva.

Three SecondsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang