PROLOG

330 6 0
                                    

Suara Lucas

Kantin sekolah baruku sangat ramai, aku bahkan tak tahu harus menghabiskan ketoprak yang aku beli dimana.

Aku mencari tempat duduk, tetapi aku menemukan wajah yang berhasil mencuri pandanganku.

Mataku bertemu dengan mata wanita itu. Aku tak tahu apa alasan pastinya, namun aku merasa wajah itu tak asing di mataku. Ia cukup cantik, aku tahu jika aku sedang menilai fisik. Tetapi, ia berhasil mencuri perhatianku. Siapa dia? Aku ingin mengenalnya.

"Lucas, ayo makan. Sini!" Teriakan Johnny, teman sekelasku, ia mengajakku untuk makan bersama temannya.

"Naksir sama siapa lu? Gue tahu lu tadi lihat kerumunan cewek itu, kan?" Balas Johnny. Aku hanya membalas dengan menggelengkan kepala.

"Naksir siapa?" Tanya Mark.

"Kak Irene? Nyerah aja. Dia terlalu cantik buat lu hahaha." Balas Johnny.

"Bukan. Cewek yang dikuncir kuda, yang makannya kelihatan paling banyak itu." Aku mulai menunjuk wanita itu, berharap mereka memperkenalkanku kepada wanita itu.

"Oh, Rini namanya. Mundur aja! Dia orangnya pinter banget, paling pintar setelah pacarnya. Pacarnya itu siswa terpintar. Biasa, orang pintar sukanya sama orang pintar. Mundur aja lu, udah ada yang punya kecuali lu dijodohin sama orang tuanya haha."

Haruskah aku menyerah?

...
'kringggg!!!!'

Bel pulang sekolah berbunyi.

Wanita itu baru saja lewat di hadapanku. Aku seperti makhluk halus yang tak terlihat baginya. Andai aku berani menyapanya.

"Lucas, ayo pulang! Mama sudah ditunggu oleh tante Sena. Kamu malah lihat perempuan." Mama menghampiriku.

Sebentar lagi kami akan berkunjung ke rumah salah satu sahabat mama. Aku berniat menginap disana beberapa minggu atau bulan karena mama memaksaku. Mama memiliki urusan yang tak aku ketahui saat itu. Entahlah, mungkin urusan perusahaan yang dikelolanya.

"Loh?! Itu kan Rini, kamu gak kenal dia?" Mama sangat terkejut saat mengetahui aku bersekolah di sekolah yang sama dengan anaknya.

Apa?! Wanita itu? Rini?!!

"Lucas, ayo kita sapa!" Ajak tante Lucy yang mulai melangkan mendekati Rini.

"Rini anaknya tante Sena?"

"Iya. Ayo, kita ajak dia pulang bareng. Kan kita mau bertamu ke rumahnya."

"Pacarnya sudah jemput. Jadi kejutan saja, ma. Pura-pura tidak tahu, ya." Usulku dengan percikan kebohongan.

Aku dan mama segera memasuki mobil.

"Kamu berteman dengan Rini di sekolah?" Tanya mama.

"Nggak. Dia juga gak kenal aku. Padahal pas kecil sempat main bareng, bahkan pernah main rumah-rumahan." Balasku.

"Nanti kalau kenalan lagi, kalian pasti akan berteman lagi." Balas mama.

Teman? Aku tidak ingin dan tidak yakin hal itu akan terjadi.

"Kamu sudah punya teman?" Tanya mama.

"Belum." Aku berbohong.

"Kenapa? Kok cowok gak mudah bergaul, sih. Aneh kamu! Nanti mama minta Rini jadi teman kamu."

"Gak akan. Dia sudah punya pacar, pasti pacarnya marah. Kecuali kalo mama mau usul buat jodohin aku sama dia."

"Kamu mau? Dijodohkan sungguhan?" Tanya mama. Aku tak menyangka jika mama seserius ini.

"Boleh."

...

Three SecondsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang