"Rin, kenalkan dia Lucas. Dia anaknya tante Lucy." Bunda mengenalkanku pada seseorang yang sudah aku kenal. Akhirnya hari ini pun tiba.
"Rini." Aku mengarahkan tangan kananku pada pria bermata besar itu.
"Hai, Lucas." Balasnya memperkenalkan diri sambil berjabat tangan denganku. Aku sudah mengenal pria itu.
Aku baru saja pulang sekolah, aktivitas di hari senin sangat melelahkan bagiku. Sejujurnya aku ingin lekas beristirahat di kamar atau segera mengerjakan PR. Namun, tante Lucy terus saja mengajukan pertanyaan padaku. Dengan terpaksa aku harus menjawab ribuan pertanyaannya dengan senyum yang sedikit terpaksa. Aku tahu hari ini akan tiba, aku dan Lucas sudah mempersiapkan hari ini.
"Tante, aku pamit ke kamar dulu karena mau ganti baju." Aku mengeluarkan alibiku. Sejujurnya aku ingin menghindari pertemuan ini. Tante Lucy pun membalas dengan senyumnya yang hangat.
"Kesini lagi setelah ganti baju!" Baru saja aku ingin melangkah, bunda sudah memberi perintah.
Aku pun melangkahkan kakiku ke kamar. Aku senang jika tante Lucy bertamu ke rumahku, hanya saja keberadaan Lucas cukup menggangguku dan sedikit membuatku merasa canggung. Aku sudah mengenal Lucas sejak lama karena aku dan Lucas pernah satu sekolah saat empat tahun yang lalu. Namun, kami tak pernah saling sapa karena kami memang tidak dekat.
Tante Lucy dan suaminya sudah berpisah sejak Lucas berumur sepuluh tahun. Pada awalnya Lucas hidup bersama ayahnya dan ibu tirinya, namun saat ia duduk di kelas 3 SMP ia pun mulai hidup bersama ibu kandungnya, yaitu tante Lucy. Semenjak tante Lucy berpisah dengan suaminya, ia mulai melanjutkan bisnisnya di Amerika. Ia pindah ke Amerika dan tak satu sekolah lagi denganku.
Aku melihatnya Lucas lagi sejak satu minggu yang lalu. Sebelum melihatnya dirumahku saat ini, satu minggu yang lalu kami sudah bertemu. Ia muncul di kelasku saat jam pelajaran fisika sedang berlangsung. Wali kelasku membawanya saat Lucas tidak mengenakan seragam sekolah. Lucas pun memperkenalkan dirinya di depan kelas.
"Nama saya Lucas Revandi. Saya tinggal di dekat sekolah ini, tepatnya di Perumahan Telaga Anggrek." Dia memperkenalkan dirinya dengan sopan. Jujur, aku tak peduli.
Saat itu mata kami bertemu tetapi ia tak tersenyum saat pertama kali melihatku. Aku sempat merasakan jika ia sudah lupa dengan diriku atau ia berpura-pura tak mengenaliku. Hari demi hari berlalu dan ia tak pernah menyapaku, apalagi mengajakku berbicara. Aku ingin mengingatkannya jika aku adalah anak dari sahabat ibunya dan salah satu teman satu sekolahnya dahulu. Namun, aku takut akan mempermalukan diriku sendiri jika dia tidak mengenaliku.
"Rini!" Suara yang cukup asing memanggilku. Suara itu mengakhiri ingatanku tentang kejadian satu minggu yang lalu.
Aku menoleh dan aku cukup kaget saat melihat Lucas menghampiriku. Ia masih sama sejak terakhir kita bertemu. Hanya gaya pakaian dan ia lebih tinggi dari beberapa tahun yang lalu. Lucas tersenyum kepadaku. Apa? Mengapa ia masih bisa tersenyum padaku? Jujur, aku tidak suka dengan senyumnya itu. Namun, dengan terpaksa aku membalas senyumnya.
"Hai!" Sapanya.
Suasana diantara kami pun hening. Aku tak tahu apa alasannya untuk menghampiriku. Kami hanya saling senyum dan tak ada kalimat yang keluar dari bibir kami. Kedua mataku sesekali menolak untuk melihat matanya.
"Kenapa?" Tanyaku padanya.
"Gue haus." Balasnya.
Aku pun mengajaknya ke ruang makan dan memintanya duduk di salah satu kursi meja makan. Aku mengambilkan satu gelas air putih dingin. Aku sudah lihat jika ada satu gelas sirup yang sudah disediakan di ruang tamu, aku yakin jika ia tak akan menolak air putih.
"Lu gak sekolah hari ini?" Tanyaku padanya hanya untuk memecahkan suasana yang amat membuatku merasa canggung ini.
"Mama ngajak gue buat datang ke sini." Balasnya. Aku hanya mengangguk setelah menjawab pertanyaannya.
"Mama lu tahu kalau kita satu sekolah?" Aku bertanya lagi.
"Baru tahu beberapa detik yang lalu. Pas dia baru sadar kalau kita punya seragam yang sama." Aku tahu kalimat ini tak lucu tetapi kami tertawa pelan.
Ponselku berbunyi, aku melihat nama Deva muncul di layar ponselku. Aku menoleh ke arah Lucas, rupanya ia mengintip layar ponselku. Aku segera menolak panggilan dari Deva, rasanya akan semakin canggung jika aku menerima panggilan dari pacarku dihadapan seorang tamu.
"Jawab aja." Balasnya. Aku hanya membalasnya dengan senyuman.
"Sudah berapa lama pacaran sama Deva?" Tanya Lucas.
Lucas baru satu minggu menjadi siswa di sekolahku tetapi ia sudah tahu jika aku memiliki hubungan dengan Deva. Walau memang hal wajar jika Lucas mengetahui hubunganku dengan Deva karena Deva cukup terkenal di sekolahku, selain itu aku juga sudah beberapa kali melihat Deva dengan Lucas berbincang.
"Dua tahun." Balasku.
Ia pun berdiri dan melangkah kembali ke ruang tamu. Aku mengikuti langkahnya secara perlahan. Ia sepertinya tidak terlihat kaget setelah mengetahui aku adalah anak dari sahabat ibunya.
Lagipula aku tidak merasa senang setelah bertemu dengan orang yang ada di masa laluku.
"Lu tahu kalau gue anak dari sahabat mama lu?" Tanyaku. Ia pun menoleh kembali dan mata kami pun bertemu.
"Tahu." Balasnya singkat dan matanya menatapku tajam.
"Ngomong-ngomong, kita juga pernah satu sekolah." Aku memberi tahunya dan tawanya pun muncul.
"Gue tahu, Rin."
"Terus, kenapa tadi kita kenalan?" Tanyaku. Aku tidak paham yang sedang ia fikirkan. Mengapa selama ini aku merasa jika ia tak mengenalku?
Ia pun mengabaikan pertanyaanku dan melanjutkan langkahnya. Aku tak lagi mengikuti langkahnya. Aku fikir selama ini ia tak mengenalku atau sudah melupakanku. Mungkin ia tak ingin dekat denganku atau aku pernah membuatnya kesulitan, alasan yang memungkinkan untuknya yang berpura-pura tak mengenaliku.
"Rin, maaf." Ia mengeluarkan suaranya lagi saat langkah kakinya juga terhenti.
"Maaf?" Aku tak mengerti apa yang sedang ia bicarakan.
"Maaf, sebentar lagi gue akan buat lu kesusahan."
"Hah?" Bagiku ia adalah manusia yang aneh.
----
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Three Seconds
Ficção AdolescenteJika cinta bisa muncul setiap 3 detik, mungkinkah cinta itu akan bertahan?