11# Keputusanku

401 30 0
                                    

Perihal hatiku...
Aku juga tidak tahu dengan siapa ini semua berlabuh.
***

Sebab kebodohanku yang tidak bisa mengerti rasa aneh itu, tidak kusangka begitu menjerat batin. Aku mengenal rasa yang aku pendam pada siapa, tapi itu dahulu sekali. Ibaratnya seorang pelancong sudah menempuh perjalanan jauh, kemudian menemukan bagian bumi yang memanjakanya dengan siraman kata-kata sihir untuk menetap disana. Hingga akhirnya, si pelancong memutuskan bagian bumi tersebut menjadi separuh genap takdirnya. Sayangnya, hasrat serakah si pelancong ingin memiliki keseluruhan bagian bumi itu membuatnya tersesat dalam permainan logika. Ditendang dan dipaksa pergi, tentunya! Seseringnya si pelancong menolak keras pergi, tetap saja bagian bumi itu mengabaikannya. Hakikatnya, arti dari kata pelancong, yaitu pengunjung sementara. Sementaralah yang perlu digarisbawahi. Kesementaraan itu juga menimbulkan kebimbang harus menuju kemana kaki berpijak.

"Narisa, aku benar frustasi." Afif meluruskan pandangan padaku. "Gimana cara termudah buat menyentuh hati kamu?"

Aku tercengang dengan ucapan Afif.

"Tapi gak ada cara lagi," sambung Afif kemudian dia hendak melangkah pergi.

"Fif..." Aku menahan Afif pergi.

"Ada apa?"

Bibirku keluh untuk bertutur, namun aku paksakan mengeluarkan suara.

"Saya..."

Aku mencari-cari kalimat apa yang ingin aku sampaikan, namun tidak kunjung terucapkan.

"Sa tolong jangan main dengan hati." Pintah Afif.

Aku bisa membaca raut wajahnya penuh dengan permohonan.

Maafkan hatiku terlambat, kau sudah tampak kelelahan.

Aku menarik pelan napas untuk memberikan kekuatan hatiku. "Aku..." sengaja kupakai kata 'aku' agar Afif bisa membaca bahwa sedikit hatiku sudah merasa nyaman padanya.

"AFIF!"

Mataku terbelalak langsung langsung beralih pada sumber suara! Begitupun Afif- beralih arah.

Kenapa dia?

Semua keberanian yang sudah terkumpul tadi, menurun drastis jika digrafikkan.

Afif menatap padaku kembali.

"Hai Narisa," sapa perempuan tersebut kemudian.

Aku tersenyum padanya, sedangkan Afif masih sibuk membaca pikiranku melalui kedua bola mataku.

"Fif, tadi aku udah ngomong buat change dosen pembimbing, terus kebetulan sekali tadi Pak Gani masih kosong satu. Yaudah aku bujuk-bujuk sekjur terus dikasihnya buat aku change dosen pembimbing." Cerita singkat Dina pada Afif.

Aku tidak sengaja mendengar cerita itu langsung tersenyum pasrah.

Pak Gani juga dosen pembimbing Afif, sangat bagus rangkain jalan romansa mereka berdua. Tidak seharusnya hamba melibatkan keegoisan waham untuk melerai hubungan mereka. Kemana saja hamba dahulu? Baru menyadari pelabuhan yang pantas untuk dipertahankan.

"Narisa, kamu belum selesai tadi bicara." Akhirnya Afif meluncurkan kalimat juga. Tapi mengapa dia malah mengabaikan Dina.

Aku mengkhawatirkan perasaan Dina, sudah jelas raut wajahnya menjadi kecut begitu.

"Ah saya mau minta tolong izini tiga Hari kedepan, saya gak masuk soalnya ada keperluan keluarga." Aku merubah kata saya lagi. Entahlah mengapa?!

Aku tahu bahwa Afif tidak akan percaya dengan apa yang aku katakan, tapi setidaknya Dina mempercayai perkataanku. Sudah sewajarnya jika aku meminta tolong pada Afif, karena dia sebagai koordinir di kelas.

Good Night EarthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang