Ada seorang hamba yang sedang jatuh cinta dan putus asa dalam satu masa, ada seorang hamba yang sedang memperjuangkan perasaannya, dan ada juga seorang hamba yang sedang bimbang akan berkunjung ke bumi bagian mana?
***'Tolong, jangan ditarik kembali!'
Entah sejak kapan kalimat tersebut terngiang di pikiranku. Mataku masih melekat pada layar ponselku. Aku bingung dengan situasi ini, haruskah aku bahagia atau sebaliknya? Sulit aku percaya ini terjadi bahkan aku tidak berani sekedar menduganya. Kuasa Illahi sungguh besar. Semulanya yang menurutku tidak mungkin menjadi mungkin.
"Narisa! Coba dengeri perkataanku sekali ini saja," Aisyah menatap lekat padaku yang masih tersenyum-senyum pada ponselku. "Hati kamu udah jauh banget Sa berkelana, malahan udah ke negera lain. Terus betul isinya tetap dia?" lanjut Aisyah kemudian.
Sejenak,
Aku berpikir pelan-pelan.
"Jangan berlebih-lebihan dengan sesuatu Sa, gak baik buat kamu. Kamu yakin dengan perasaan kamu sekarang itu berkah? Cintai dia karena Allah bukan untuk memuaskan hawa nafsu aja."
Perkataan Aisyah sangat menoyor dalam hatiku.
Aku meletakkan ponselku di samping lalu menyandarkan tubuh lemah di dinding.
"Orang bilang kalo cinta itu harus diperjuangkan," ungkapku pelan.
Aisyah menarik napas perlahan.
"Kamu mau dengeri kata orang atau kata pencipta-Mu?"
Lagi-lagi aku tertepis dengan perkataan Aisyah.
Aku melirik ponselku yang masih menapikkan layar menyala.
Aisyah ikut mengalihkan pandangan pada ponselku terus membaca pesan masuk disana dengan teliti.
[Assalamu'alaikum Narisa.
Apa kabarnya?]"Apalagi yang Redo mau?" kesal Aisyah.
Muhammad Redo Julinaldi, dia yang aku harap dulu.
"Apa aku harus mengubah do'a malamku sekarang?" tanyaku frustasi.
Ketika aku mengharapkan kepeduliannya padaku, sedikitpun tidak dia tampakkan. Apa kabar sekarang? Bumiku sudah mulai ingin mengakhiri pencariannya padamu. Tapi kamu berkunjung seolah-olah tidak pernah meninggalkan luka.
"Fokus buat wisuda dulu, Sa. Itu yang terpenting." Aisyah terlihat sudah malas membahasnya.
Aisyah betul sekali. Aku sudah memasuki semester akhir. Itu berarti aku harus berusaha lebih keras karena akan banyak keringat-keringat untuk mengejar dosen pembimbing. Ditambah lagi pembimbingku paling suka menyuruh mahasiswanya mengejar.
***
Sore itu, di koridor kampus penuh dengan mahasiswa sibuk pulang."Narisa kok masih ngampus?" tegur seseorang dengan suara baritonnya.
Aku menoleh pada pemilik suara.
Oh! Kenapa tiba-tiba detakkan jantungku menaik?
Aku menjawab dengan tergagap sedikit, "Aah..ak..aku sama temen."
KAMU SEDANG MEMBACA
Good Night Earth
General Fiction#1 in fiksiumum 27 Juli 2019 Cinta bertepuk sebelah tangan Narisa kepada Redo bak deburan ombak yang senantiasa tiap saat menampar pipi merahnya. Narisa dengan sabar menitipkan hatinya kepada Redo. Ketika dia tengah berharap pada nikmat yang dicipta...