27# Separuh bumi

325 16 1
                                    

Ini hati bukan dunia fantasi yang kamu datangi saat ingin bermain
***

Good night earth,

Cukup menjadi gelap diantara banyaknya bintang
Menjadi persinggahan, tak termiliki tetapi menyejukkan jiwa
Ah! Itu definisi kebahagianmu, bumi.

Patah hati bukan alasan untuk bumimu berhenti berotasi. Patah hati sebagai pengingat bahwa ada kebahagian lain yang menanti. Percayalah dibalik kelelahan hatimu, ada sebongkar ketentraman untuk jiwamu yang patah. Aku berhenti sejenak. Menarik napas dalam-dalam. Meyakinkan diriku dengan kuat. Aku harus membangun kerajaan sampai titik akhir sebab ada para malaikatku yang sudah menunggu kepulanganku di rumah.

"Siapa?" tanyaku pada Ais.

Aisyahirah menatap intens kedua bola mata.

"I'm okay to listen it," ucapku to the point.

Pada-Mu, Rabb, aku berlindung

Dan pada-Mu, aku mengaduh.

Sesungguhnya hati masih tetap merasakan sakit meskipun tidak sesakit dulu. Di suatu waktu aku masih menginginkan Redo dan di waktu lainnya aku berhenti berharap pada ketidakpastiannya.

Hati bergetar, jantungku berdegup dengan kencang.

Semulanya aku biasa saja akan tetapi semakin lama tidak biasa.

"Ais," suara bariton tersebut membuat kami berdua memandang ke sumbernya.

Dia, Hadi Rifky Satria, teman Redo sekaligus rekan organisasi Aisyahirah.

"Rifki kenapa?" tanya Ais kebingungan.

Rifki mengisyarakan Aisyah untuk kebelakang dan berbicara padanya segera. Saat Aisyah membalikkan badannya untuk mengikuti instruksi Rifki, aku langsung menahan tangan Aisyah.

"Kamu belum selesai bicara sama aku Ais?" cegatku. "Dan anda, Rifki, bisakah anda lihat kalau sekarang kami sedang berbicara sangat serius?" kataku penuh dengan penekanan.

Aisyah mengalihkan pandangannya pada Rifki, "sahabatku berhak untuk mengetahui semuanya, Ki."

"Pikirkan perasaan Narisa," bantah Rifki.

Sementara mereka berdua berlawanan argumen, aku semakin kacau menerka-nerka semua kemungkinan yang buruk.

"Semuanya harus clear, Rifki!" Pertegas Aisyahirah.

Rifki mengacak-acak rambutnya.

"Oke fine yang pastinya Redo dan aku tidak akan mengambil tanggung jawab sesudah hal itu diketahui Narisa," ucap Rifki dengan mantap.

"Apa masalahnya ini?" aku akhirnya berani untuk bersuara setelah menyaksikan ricauan mereka berdua, Asiyah dan Rifki.

"Masalahnya orang...yang....Redo..." Aisyah masih enggan berbicara jujur.

"Ais.." aku memohon padanya. Kuraih kedua tangan Aisyah.

Perlahan Aisyah mengeluarkan suaranya lagi, "iya, itu saya.. orang yang... Redo suka itu Meisyah."

Sontak kedua bola mataku membulat.

HAH? Bagaimana bisa?

REDO? MEISYAH?

Sandiwara bumi mana lagi ini? Berusaha menutupi kehancuran diriku,aku tetap bersikap tenang.

"Ouh baguslah," jawabku dengan pikiran dan tatapan kosong.

Good Night EarthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang