In the place, we were together
I was so happy because you visited my heart
-Al Zena Narisa Tsabiyyah-
***"Fif kita tunggu Pak Deki disana aja," ajak Andi sambil menunjuk kursi panjang di lantai bawah.
Aku tidak tahu pasti lantai berapa kami sekarang, yang lebih pastinya kami harus turun untuk duduk disana.
"Terus bilang ke Pak Deki gimana?" tanya Afif karena Pak Deki sudah masuk ke casino.
"Tadi udah ane kasih tahu kalo kita nunggu disana," jawab Andi.
Berhubung hanya Pak Deki yang cukup umur untuk masuk dalam Casino di Genting, maka kami semua menunggu di luar. Sesungguhnya, aku juga tidak tertarik masuk kesana. Entahlah, apa yang membuat tempat itu wajib untuk dikunjungi oleh pengunjung jika berada di Genting Highland.
Kami sudah berjajar di escalator untuk turun ke bawah. Kerlap-kerlip lampu warna-warni menghiasi atap di lantai bawah. Teman-temanku sudah sibuk mengeluarkan kamera masing-masing, sedangkan aku, Andi, dan Tika memilih untuk duduk sejenak.
"Narisa," panggil pelan Afif karena jarak kami tidak berjauhan.
Afif maju sekitar dua langkah dan langsung berbalik badan.
Aku menoleh, terdiam, lalu tidak mengerti.
Afif mengulurkan satu tangannya padaku dengan posisi yang masih membelakangiku.
"..." aku tetap tidak paham apa yang Afif mau.
Beberapa detik kemudian, Andi mengambil alih menengahi posisi aku dan Afif berada dan langsung menarik jaket Afif dari satu tangannya yang diulurkannya padaku tadi.
"Afif itu minta tolong buka jaketnya, Sa," desis Andi geram karena sejak tadi dia mengamati Afif dan Narisa.
Aku mengangguk tidak kenakan.
Siapa suruh dia diam saja? Coba kalau ngomong minta tolong tadi, tentu aku juga tidak bingung mau ngapain?
Andi berlalu pergi setelah memberikan jaket pada Afif.
Hanya tersisa aku dan Afif dalam perbincangan.
"Tolong pegangi bentar, Sa. Dipake gapapa kok." Afif memberikan jaketnya padaku lalu pergi menyusul Andi di tengah kesibukan teman-temanku yang lain berfoto.
Aku memegang paksa jaket Afif dengan letih, sesungguhnya aku sudah lelah, rasanya ingin berdiam diri sejenak.
Aku merebahkan tubuhku di bangku tersebut sambil tersenyum melihat kebahagian temanku.
Ya Allah, jagalah selalu lekungan kecil di wajahku agar senantiasa menampak diri di wajahku.
***
Apapun yang terjadi, pasti akan selalu berakhir. Begitu juga dengan kepedulian Afif padaku, percayalah bahwa setelah perjalanan ini selesai maka Afif juga selesai peduli padaku. Bukan aku tidak ingin respect pada sikapnya untukku, tapi aku hanya takut aku jatuh pada pemahaman yang salah. Karena itu, Afif biasa saja bagiku.
"Ya ampun Narisa Tsabiyyah, kok cuman dipegangi aja dari tadi." Afif memprotes padaku saat dia melihat jaketnya hanya aku pegang sekarang. "Jaket ini buat dipake, Sa." Afif melanjutkan ucapannya.
Aku tersenyum kikuk.
Terkadang aku bingung bagaimana bersikap pada Afif?
"Gak usah senyum gitu, Sa. Entar akunya tambah suka sama kamu."

KAMU SEDANG MEMBACA
Good Night Earth
General Fiction#1 in fiksiumum 27 Juli 2019 Cinta bertepuk sebelah tangan Narisa kepada Redo bak deburan ombak yang senantiasa tiap saat menampar pipi merahnya. Narisa dengan sabar menitipkan hatinya kepada Redo. Ketika dia tengah berharap pada nikmat yang dicipta...