23# Kebetulan yang luar biasa

336 22 4
                                    

Bukan mengarah ke ujung tanduk perasaan, tapi memberikan jeda pada rasa. Biarlah dulu aku pada cita-citaku dan kamu pada cita-citamu agar kelak dikemudian hari kita bertemu, ada banyak rindu yang kita arungi.

***

Semester akhir bukan menjadi maraknya anak-anak di kelasku untuk rajin datang kuliah, melainkan semakin malas untuk datang kuliah pagi-pagi. Jam masih menunjukkkan pada angka delapan, benar sekali sunyi, sepi, hampa kelas ini. Satu semutpun tidak kasat di pelupuk mataku apalagi tubuh manusia. Aku termenung sesaat sampai kelang menit selanjutnya Andi dan Merlin datang juga.

"Narisa rajin banget dateng pagi, kan gak ada matkul," sergah Melin sambil meletakkan tasnya di meja depan mejaku.

"Mau bimbingan Lin jam 10 nanti. Kamu tahu kan kalo udah jam segitu gerbang belakang pasti terkunci." Berhubung kosanku sudah berada di belakang kampus jadi aku selalu lewat gerbang belakang untuk ke kampus agar lebih dekat.

"I see."

Tiba-tiba Andi langsung menjabat tanganku, tidak lama setelah dia memainkan ponselnya tadi.

"Waaah, selamat ulang tahun Narisa. Jadi dating ke kampus hari ini karena mau traktir kita ya." Andi langsung mencercah sekenaknya.

Aku segera menarik tanganku dan menangkupkan kedua tanganku pada Andi.

"Eh sorry Sa sorry banget," jelas Andi tidak kenakan.

Aku hanya tersenyum dan berterima kasih pada Andi.

'Untung kelas sepi, jadi aku tidak diserbu dengan ucapannya yang berakhir minta traktiran.'

"Udah gede Sa, cukupi deh sakit hatinya." Melin menyambar dengan cepat.

Aku menggeleng kepala pelan mendengar ucapan Melin. Siapa juga Lin yang mau sakit hati mulu?

"Siapa yang ulang tahun, Ndi?" tanya seseorang yang baru saja kelihatan rupanya di ujung pintu.

"Si Narisa loh, Fif." Andi menjawab dengan antusias.

"Weeehhh! Barakallah Al Zena Narisa Tsabiyyah! Semoga sukses dunia akhirat ya." Afif langsung berjalan menghampiri mejaku lalu menjabatkan tangan untukku.

Hening sejenak.

Aku menoleh pada tangannya.

"Eitss! Lupa Sa Haha." Afif menarik lagi tangannya yang terulur panjang tadi.

"Pura-pura lupa loh tuh Fif," tuduh Andi.

"Aku lupa beneran Ndi, gak niat tadi cuman kalo disambut tadi si Alhamdulillah," aku Afif dengan jujur.

Melin terkekeh, "modus loh banget Fif."

Andi mengenggol bahu Afif.

"Halali dulu anak orang tuh Fif, baru maen-maen pegang tangan," sembur Melin.

"Aku udah mau halali Lin tapi anak itu gak mau nerima khitbahan aku," ucap serius Afif di tengah candaan kami.

Lagi-lagi aku bingung Afif berkata sebenarnya atau bercanda?

Good Night EarthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang