19# Genting Highland

334 26 0
                                    

Bagaimana bisa memeluk batin, ketika kacau karena memikul rindu
***


Tiada kusangka bahkan aku masih bisa tenang tanpa tahu kabarnya Redo. Aku sedikit lupa siapa yang sering bertamu di pikiranku belakangan ini. Seolah-olah mematikan semua sakitku, perjalanan bersama teman-temanku sebagai pelipur duka.

Lupakan perihal luka ataupun duka! Nikmati keelokan barang-barang disini lebih terpenting. Mataku berbinar-binar melihat barang-barang antik yang dijual di Pasar Seni. Aksi pemborosan uang akan segera terselenggarakan. Kami semua sudah terpencar mengikuti naluri masing-masing, berlari kepada benda yang memikat hati.

"Sa, kamu mau beli apaan buat keluarga?" tanya Anna sambil milih-milih coklat.

Aku, Anna, Afif, dan Andi berada dalam satu grup yang sama. Sebagaimana kalian ketahui hanya kami berempat yang tidak terlalu excited buat menghabiskan uang. Bukan kami tidak berniat membeli ole-ole buat keluarga, tetapi tidak ingin terlalu heboh saja.

"Aku banyakin makanan aja, Ann," balasku yang masih berdiam diri di sebelah Anna. Aku sebenarnya bingung apa yang harus aku pilih?

"Mau coklat bungkusan atau yang batangan?" Tiba-tiba Afif menawarkan dua bungkus coklat yang berbeda varian padaku. "Kalo keluarga aku lebih suka coklat bungkusan gini, kata mereka biar gak ribet motongnya," lanjut Afif sambil memajukan satu tangannya yang memegang coklat bungkusan.

"Green tea ada gak, Uncle?" Anna bertanya sembari memberikan coklat yang sudah lama dipilih-pilih tadi.

"Ada-ada. Bentar ya," Uncle tersebut langsung masuk ke dalam gudang.

"Kamu beli apa, Sa?" tanya Anna.

Aku masih berpikir, belum merespon Afif juga. Apakah coklat-coklat ini bakalan diterima sama Ibu dan Ayahku? Aku murung sejenak mengingat kenyataan pahit itu.

"Narisa beli ini, Ann." Afif langsung memberikan dua bungkus coklat dan tiga bungkus oats.

Aku menerima terpaksa bungkusan dari Afif, jika tidak maka semuanya akan terjatuh.

"Yaelaah, elo Fif. Kadang keterlaluan ya. Sengaja rebutan coklat itu tadi sama aku buat dikasih Narisa." Andi tiba-tiba muncul dan berkata sambil menggoda Afif.

"Afif kenapa ya? Kenapa juga dia harus repot-repot cariin ole-ole buat keluargaku." Aku membatin dengan sangat polosnya.

Aku menatap tidak mengerti pada Afif yang sedang malu tertangkap basah.

Ah sudahlah, tidak penting untuk aku aluri!

***

Dua puluh menit sudah kaki ini mengukur jalanan di Kuala Lumpur. Setelah berbelanja ole-ole di Pasar Seni, kakipun tidak akan berhenti untuk mengarungi keindahan negara tetangga. Dua tower yang menjulang tinggi bercahaya di hadapan kami. Twin Tower KL, menara kembar, sebagai ikon wisata Kota Kuala Lumpur.

Untuk mendapatkan spot yang bagus perlu mengatur objek dengan benar agar Twin Tower tercapture keseluruhannya. Aku tidak terlalu tertarik untuk memotret diriku bersama dengan spot Twin Tower. Aku lebih suka merebahkan tubuh di salah satu tempat duduk di sekitar taman depan Twin Tower. Aku menatap pada puncak kedua tower. Sangat tinggi! Setinggi aku menggapai Redo. Apa yang ada dalam tower tersebut? Aku sangat penasaran. Begitu juga apa yang ada dalam hati Redo? Akupun sangat ingin tahu sekali. Aku memejamkan mataku, mengaluri terpaan angin padaku.

Good Night EarthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang