Kita pernah asing,
Kemudian saling membahagiakan
Waktupun kembali berputar kita kembali asingKita pernah ragu,
Kemudian saling mempercayai
Tiba kembali waktu berputar kita kembali raguKita pernah tak saling peduli,
Kemudian saling menguatkan
Waktupun kembali berputar kita kembali tak peduli
***Panas. Gerah. Berisik.
Sekiranya tiga kata itu yang mewakili kondisiku saat ini. Hampir satu hari aku berada di aula jurusan untuk menunggu arahan acara wisuda nanti. Berkali-kali salah satu temanku bolak-balik ke bagian administrasi jurusan, menanyakan persiapan toga beserta perangkat lainnya. Wisudaku satu minggu lagi dan begitupun kisahku. Biasanya, pendingin ruangan menyala. Namun, sejak dua jam lalu, pendingin ruangan tiba-tiba rusak dan pihak pelayanan umum belum kunjung tiba untuk perawatan pendingin ruangan.
"AFIF."
Nama itu berhasil mengalihkan fokusku pada buku yang ku baca. Diam-diam aku curi pandang pada orang yang bernama Afif. Aku meletakkan buku di atas meja, lalu pura-pura memijat-mijat pelipis yang tidak sedikitpun terasa pusing.
"Kita shalat, udah tuh makan yuk," ajak Dina.
"Mama kamu nelpon aku, kamu gak angkat telponnya?" tanya Afif tanpa meng'iya'kan tawaran Dina sebelumnya.
"Ponsel aku tinggal di mobil Fif, males buat ke parkiran ngambilnya," jawab Dina.
"Biar aku yang ambil," tawar Afif.
Jiwaku merasa cemburu ketika Afif memberikan perhatiannya pada wanita lain. Siapa kamu Narisa?
"Thankyouu Afifku." Dina memberikan kunci mobilnya sambil tersenyum manja pada Afif.
AFIFKU? Aku tertawa suram.
Ini yang hatiku inginkan bukan?
Afif tidak menggangguku lagi, Afif menjauhiku, bahkan Afif tidak lagi menyapa pagiku.
Aku beranjak keluar dari kegerahan aula jurusan. Satu persatu anak tangga aku turuni, melewati beberapa koridor.
Hati bisakah kau tidak bermuara dulu?
Aku menepis segala kegundahanku. Kesemrawutan jiwaku kian menjalar sampai pada permukaan pikiraanku. Tubuhku bersender pada dinding di dekat anak-anak tangga. Aku menarik napas panjang. Helaan dalam panjangku tertangkap oleh mata Afif. Dia berada di hadapanku sekarang.
Aku memejamkan mata supaya bayangan Afif bisa menghilang.
"Hey, are you okay?" suara lelaki itu sekarang terdengar nyata.
Dia benar-benar Afif. Afif nyata.
Aku menghembuskan napas keras. Kemudian aku mengangguk jauh lebih cepat dari pikiran yang masih mengeja kondisiku saat ini. Segala perasaan tidak enak tiba-tiba menyergap. Keringatku entah dari mana sudah bercucuran.
"Narisa?"
Afif mencecar memastikan. Ada pancaran kekhawatiran yang tulus di bola matanya. Aku rindu kekhawatirannya.
"Aku gapapa," jawabku setengah berbisik.
Sikap keras kepalaku tentu tidak pernah luput.
Kami berdua berpandangan hanya beberapa detik, sebelum aku akhirnya mengalihkan wajah sambil memaksakan senyum.
Aku tidak boleh jatuh, runtuh, ataupun melemah.
Aku memejamkan mata lagi, mengumpulkan kekuatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Good Night Earth
Ficção Geral#1 in fiksiumum 27 Juli 2019 Cinta bertepuk sebelah tangan Narisa kepada Redo bak deburan ombak yang senantiasa tiap saat menampar pipi merahnya. Narisa dengan sabar menitipkan hatinya kepada Redo. Ketika dia tengah berharap pada nikmat yang dicipta...