Yang patah dulu, tidak akan patah semestinya.
***Waktu bergulir dengan lama
Begitu kian rasaku bergulir senada bersama waktu
Beberapa kisah terukir tanpa sengaja di bumiku. Untuk lelah, untuk letih, untuk jatuh, dan untuk apapun. Percayalah, aku sangat berterima kasih untuk pengunjung-pengunjung bumiku yang sudah menaik-turunkan poros hidupku. Untuk kepergian nahkoda keluargaku, aku dapat memahami ketegaran selayaknya. Manusia boleh bersikap tegar, ada kalanya manusia juga perlu melemahkan diri.
Selamat Datang di Bumi Baru Narisa.
Satu tahun bumiku berotasi dengan cepat. Ada begitu banyak perubahan dalam bumiku mulai dari karirku, tempat tinggalku, dan orang sekitarku. Kesibukanku sebagai analyst pada salah satu kedinasan di George Town, tentu tidak menghilangkan kerinduanku pada Ibu dan Naufal. Sejak aku berada di kota ini, kami tidak pernah berjumpa. Salam dan sapa hanya tercurahkan melalui panggilan di aplikasi Skype. Satu tahun yang lain, aku telah menandatangani kontrak kerja di Kedinasan Pariwisata George Town. Latar belakang pendidikanku yang menjadi penyalurku untuk bekerja di kantorku sekarang. Teman-temanku kerap sekali mengomentari landscape alam yang sering aku post di media sosialku. Mereka semuanya mengatakan bahwa aku sangat beruntung mendapatkan pekerjaan tersebut. Huuh! Mereka salah besar. Eksistensinya tidak begitu. Aku berjalan-jalan sambil mengobservasi destinasi. Setiap aku pulang dari salah satu objek wisata, maka atasanku dengan tegas akan bertanya 'Narisa , apa yang bisa kamu improve dari sana?'. Waaahhh! rasanya kepalaku hampir pecah karena dikejar pertanyaan seperti itu terus-menerus.
Kepala ingin pecah bukan berarti aku tertekan. Kota ini selalu mengajarkan aku untuk menyeimbangkan kestressan kerja dan bersyukur untuk pekerjaan. Mungkin memang benar George Town memiliki beraneka ragam suku, yakni Hindia, Chinese, dan Melayu. Namun kesejahteraan kota ini tetap terjalin. Sudah kutebak, aku tepat, jatuh cinta pada George Town. Rutinitas keagamaanku pun tidak sempit disini, ada sebuah kajian yang sering aku ikuti dua minggu sekali di Masjid Kapitan Keling. Selain siraman rohani untuk tubuhku, aku juga melakukan siraman jasmani setiap pagi, dengan bersepeda mengelilingi Campbell Street.
'Drrrrrtttttt'
Aku meraih ponselku di atas nakas.
"Ini Penang bukan Indonesia," kesalku pada si penelpon.
[Sorry aku kira kamu udah sholat subuh] kekeh si penelpon.
"Masih ada satu jam an lagi buat nunggu adzan subuh," pungkasku.
[Iss.... Narisa.... Gak tau apa aku kangen] rengeknya di ujung sana.
"Nge-alay kamu, Is." Aku menguap dan beranjak dari tempat tidurku.
Aisyahirah, sahabatku yang tertinggal di Indonesia. Kami memang sangat jarang berkomunikasi satu sama lain. Ketika aku punya waktu luang, maka Aisyah yang sibuk bukan kepalang. Aku yang sibuk dengan segala analisisku, begitu juga Aisyah yang sibuk dengan semua masalah jaringan perusahaannya. Dia sudah bekerja di salah satu perusahaan swasta di depok sebagai IT Officer. Kami berdua memang bekerja sesuai dengan latar pendidikan kami.
[Yaudah Sa, gue ijin pamit mandi ya] tutur Aisyah.
![](https://img.wattpad.com/cover/152622956-288-k489709.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Good Night Earth
General Fiction#1 in fiksiumum 27 Juli 2019 Cinta bertepuk sebelah tangan Narisa kepada Redo bak deburan ombak yang senantiasa tiap saat menampar pipi merahnya. Narisa dengan sabar menitipkan hatinya kepada Redo. Ketika dia tengah berharap pada nikmat yang dicipta...