63. Story 37

1.2K 165 0
                                    

Semua orang menatap heran ke sepasang orang tua yang berlari di sepanjang koridor rumah sakit. Umur memang sudah lebih dari setengah abad, tapi jangan ragukan kemampuan lari mereka yang cepat.

"WONWOO!" Wonwoo menoleh cepat dan seketika tubuhnya diserang pelukan dalam dan tangisan khas seorang ibu.

"Aigoo Wonu-ya apa yang harus kami lakukan?" Tangan Wonwoo terulur mengelus punggung hangat orang yang memeluknya.

"Tidak apa bibi. Mereka baik-baik saja. Dokter akan mengabari lebih lanjut keadaan mereka, terutama anak bibi." Mata sembab 'sang bibi' menatap Wonwoo dengan sorot putus asa.

"Tapi bibi merasa mereka tidak. Anakku Won, anakku. Anak kesayangan bibi." Perempuan itu kembali menangis di pelukan Wonwoo. Tak ada yang bisa Wonwoo lakukan selain mengelus dan mengatakan kata-kata penenang. Ia bukan Tuhan yang dapat melakukan segalanya.

"Sudahlah, sayang. Kita hanya bisa berdoa dan menyerahkan semuanya kepada Tuhan. Ini memang sudah kehendak-Nya." Sang suami mengambil alih pelukan dan membiarkan istrinya menangis -lagi- di dalam pelukannya.

"Maaf jika kami menganggu pekerjaan paman dan bibi. Kami harus menghubungi kalian karena Soonyoung butuh pendukung untuk ke depannya." Ujar Mingyu sopan. Dirinya sebenarnya ingin menangis melihat orang tua hyung kesayangannya yang sangat terpukul mendengar berita buruk tentang anaknya. Tapi sebagai lelaki dominan, ia tidak boleh menangis.

"Tidak tidak. Kami seharusnya berterima kasih kepada kalian yang secepatnya memberi tahu kami. Lalu, bagaimana dengan orang tua Jihoon? Apa mereka datang juga?" Tanya ayah Soonyoung. Wonwoo menggeleng.

"Mereka masih ada di luar negeri dan tiket pesawat hari ini sudah habis. Mungkin besok pagi mereka sudah datang." Jelas Wonwoo.

"Apa boleh kita melihat keadaan Soonyoung?" Tangisan sang ibu sudah mereda. Keinginannya hanya untuk melihat anaknya secara dekat. Hanya menangis tidak akan memberikan dampak apa-apa.

"Maaf bibi, Soonyoung masih di dalam ICU. Tapi kita bisa menjenguk Jihoon kok!" Jawab Mingyu. Dengan sedikit berat hati, kedua orang tua Soonyoung mengangguk. Jihoon juga anak mereka. Bahkan Soonyoung pernah bilang kalau Jihoon adalah calon menantunya.

.
.
.

"Ah, dia pingsan setelah tahu apa yang terjadi dengan Soonyoung?" Wonwoo mengangguk mengiyakan.

"Iya paman. Saya sendiri juga kaget saat mendengar bahwa hanya ada kesempatan 25% untuk Soonyoung hidup dalam 5 jam dan kalau hidup pun dirinya akan lumpuh. Dokter tidak memberi tahu sampai kapan kelumpuhannya. Benturan mengenai tulang belakangnya dengan keras."

"Tapi setidaknya ini sudah lebih dari 5 jam dan Soonyoung masih hidup. Terima kasih atas penjelasanmu Wonu-ya. Dan terima kasih juga untukmu Mingyu. Kalau tidak ada dirimu, mungkin Wonwoo ikutan pingsan." Gelak tawa memenuhi ruang rawat Jihoon. Jihoon tidak terusik sama sekali. Dirinya masih nyaman menutup mata.

"Astaga paman ini. Saya tidak lemah seperti itu!" Seketika Wonwoo malu dengan perkataan ayah Soonyoung. Hatinya sedikit melega karena kedua orang tua Soonyoung terlihat tabah dan tegar. Entah apa yang terjadi ke depannya, mereka tidak tahu. Hanya Tuhan, Soonyoung, dan Jihoon sendiri yang tahu.

Cupidsoon
26-11-2018

🍃EX「Mantan」✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang